Pak Presiden Jokowi sudah selayaknya mendesain sebuah kebijakan, tentu bersama dengan kemenristek Dikti dan Kementerian Agama, untuk memberikan remunerasi tertinggi bagi para dosen, sebagai pendidik di perguruan tinggi yang memproduksi begitu banyak sumber daya manusia di berbagai profesi. Selayaknya para dosen mendapatkan remunerasi terhormat, sebagai konsekwensi pendidikan yang telah dilaluinya, master dan doktor. Bukan justru sebaliknya, bahwa para tenaga staff (tenaga kependidikan) di Perguruan tinggi memperoleh remunerasi justru lebih besar dibanding para dosen yang telah master maupun doktor.
LogiAnya adalah, bahwa jika penghargaan remunerasi tertinggi tidak diberikan pada mereka dengan predikat pendidikan yang lebih tinggi (Master dan Doktor) maka sesungguhnya menunjukkan bahwa menejemen sumber daya manusia kita tak lagi berbasis pada kerja keras dan kerja cerdas. Para dosen sebagai ujung tombak perguruan tinggi, yang akan menghasilkan model pembelajaran, hasil penelitian dan model pengabdian, sesungguhnya menjadi kunci tercapainya cita-cita besar kemenristek Dikti dan Kemenag, untuk menjadi terbaik ketiga di jejeran perguruan tinggi di Asean.
Cita-cita besar tak kan mungkin terwujud tanpa desain dan menejemen yang tepat. Perguruan Tinggi harus menjadikan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat sebagai ruh perguruan Tinggi, dimana dosen akan memiliki peran yang sangat signifikan. Para master dan doktor diperguruan tinggi selayaknya diberikan penghargaan tertinggi, demi kemajuan pengembangan tri darma perguruan tinggi, yang jika itu tidak dilakukan maka kemungkinannya adalah, impian itu menjadi mimpi di siang bolong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H