Mohon tunggu...
Jiebon Swadjiwa
Jiebon Swadjiwa Mohon Tunggu... Seniman - seniman

Cuma penulis biasa sekaligus penikmat lagu, perasa puisi, dan pecandu kopi sachetan, selalu menulis dengan mendengarkan suara yang bangkit dari dalam dirinya, suara itu adalah suara kematian (dengan semua firasatnya), suara cinta, dan suara seni.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

PUISI: Jamuan Korupsi yang Membuat Hukum Tertawa, Rakyat Menangis

2 Februari 2025   13:48 Diperbarui: 2 Februari 2025   13:48 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pesta korupsi sang penguasa (AI)

Di negeri ini, keadilan disajikan dalam piring perak,

dipotong rapi dengan pisau hukum yang tumpul ke atas.

Para pejabat adalah koki berbintang,

meracik janji dengan bumbu basa-basi,

memasak aturan di atas api kecil,

agar tak pernah benar-benar matang.

---

Di meja makan parlemen,

kursi-kursi empuk memeluk tuannya erat,

sementara rakyat berdiri,

menelan ludah, mengunyah angan,

sebab daging kejujuran sudah lama habis dijual.

--

Korupsi adalah jamuan pesta,

di mana tangan-tangan gemuk berlomba menyendok anggaran,

sementara hukum menjadi pelayan setia,

membawa nampan pengampunan,

menawarkan diskon hukuman dengan kupon politik.

--

Di jalanan, rakyat menggelar meja kecil,

menyajikan keringat dan air mata sebagai hidangan utama.

Tapi perut kenyang para pemangku tak pernah merasa cukup,

mereka menambah porsi, memesan lebih banyak

---dengan harga yang selalu kami bayar.

--

Dan ketika semua telah tandas,

--

mereka mengelap mulut dengan pasal-pasal pasrah,

menyandarkan diri pada kursi-kursi warisan,

sambil berseru lantang,

"Kita harus bersama melawan korupsi!"

--

Ah, negeri ini,

di mana kejujuran adalah menu langka,

dan integritas, hanya bumbu yang tak pernah digunakan.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun