Mohon tunggu...
ajid kurniawan
ajid kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - peladang multiplatform

laki-laki setengah abad yang berusaha menanam kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memadukan Kita, Kota dan Kebudayaan

24 Mei 2024   17:19 Diperbarui: 24 Mei 2024   17:33 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MERAWAT SENI ISLAMI: Kesenian bernuansa Islami Hadrah terus berkembang menjadi tradisi lokal di Balikpapan. (sumber: balpos.com)

SAYA ingin mengajak Anda menelusuri sebuah peta. Bukan peta geografis, tapi peta jalan kebudayaan di Balikpapan. Peta tentang perjalanan, perjuangan, dan harapan kita semua.

Kebetulan, Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Kota Balikpapan sedang merayakan Hari Lahir yang ke-6. Usia yang terbilang masih belia.

Tetapi secara nasional, Lesbumi merupakan organisasi yang cukup tua. Berdiri pada 28 Maret 1962 menurut hitungan kalender masehi. Penggagasnya tiga tokoh besar yakni KH. Abdul Wahid Hasyim, Usmar Ismail dan Cokroaminoto. Harlah ke-64 Lesbumi pada tahun ini didasarkan pada perhitungan tahun hijriah yang jatuh pada tanggal 21 Syawal 1444 H.

Doa bersama dan sarasehan budaya mengawali rangkaian acara menuju puncak harlah. Pun di Balikpapan. Hari ini  sedang berlangsung pagelaran budaya dan dialog kebangsaan bertemakan "Budaya Perekat Bangsa" di rumah jabatan Wali Kota Balikpapan.

Dari Kang Woro, saya mengetahui Lesbumi PCNU kota Balikpapan sedang punya gawe harlah. Kang Woro adalah pelaku seni. Sekarang lebih dikenal sebagai seniman yang pebisnis.

Dengan beliau, ketika duduk satu meja di rumah dinas ketua DPRD Balikpapan pada acara halalbihalal, saya banyak berdiskusi tentang perkembangan seni budaya.

Berbincang tentang bagaimana sebuah kota modern seharusnya memperlakukan para seniman dan budayawan. Berharap  agar gerak modernitas perkotaan bisa menyatu dalam setiap tarikan nafas, dalam setiap sentuhan kuas, dalam setiap lantunan nada, dan dalam setiap jejak tarian.

Saya yakin kita semua sependapat bahwa kota yang modern memerlukan ruang yang cukup untuk berekspresi. Kota modern perlu menyediakan panggung yang layak bagi setiap seniman untuk menampilkan karya mereka. Bukan hanya panggung fisik di taman-taman kota atau gedung-gedung pertunjukan, tetapi juga panggung dalam bentuk dukungan kebijakan dan perhatian dari pemerintah dan masyarakat.

Kota kita perlu memiliki galeri-galeri seni, teater, dan ruang kreatif yang dapat diakses dengan mudah dan terbuka bagi semua kalangan, tanpa memandang status sosial atau ekonomi.

Para pelaku seni juga perlu mendapat perlakuan yang setara terhadap seni dan budaya. Karena mereka memainkan peran sentral dalam merawat identitas budaya lokal.

Di sinilah kota modern harus berperan sebagai penjaga warisan budaya. Dengan demikian, seni dan budaya lokal tidak hanya hidup dalam museum, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Tak kalah penting, diperlukan adanya dukungan finansial yang memadai bagi para pelaku seni. Wujudnya bisa berupa dana hibah, beasiswa seni, serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek seni yang didanai pemerintah atau swasta.

Sebagai kota modern, Balikpapan harus menjadi tempat yang inklusif dan mendukung kolaborasi antar seniman dari berbagai latar belakang. Kota yang memberikan kesempatan bagi semua seniman untuk berkolaborasi, berbagi ide, dan menciptakan karya-karya yang mampu menjembatani perbedaan dan memupuk semangat kebersamaan.

Saatnya tantangan global perlu kita respons dengan membuat peta jalan kebudayaan yang jelas dan terarah. Peta jalan kebudayaan Balikpapan ini bukan hanya sebuah rencana, tapi sebuah perjalanan bersama. Sebuah perjalanan yang penuh tantangan, tapi juga penuh harapan.

Peta yang memberi panduan tentang cara-cara mendokumentasikan dan mengarsipkan kebudayaan. Ada gerakan edukasi yang terukur dalam pengenalan kebudayaan kepada generasi muda. Inovasi-inovasi baru agar seni dan kebudayaan tetap hidup dan menarik bagi semua kalangan.

Advokasi dan kebijakan pemerintah memainkan peran penting dalam peta jalan ini. Pemerintah harus memberikan dukungan yang nyata, baik dalam bentuk regulasi, pendanaan, maupun program-program kebudayaan.

Dan kunci dari semua ini adalah  partisipasi aktif masyarakat. Kebudayaan tidak bisa hidup hanya dari atas, tapi harus tumbuh dari bawah. Setiap individu, setiap komunitas, harus merasa memiliki dan bertanggung jawab atas kebudayaan mereka. Melalui kegiatan komunitas, festival lokal, dan berbagai inisiatif masyarakat, seni dan kebudayaan lokal akan tetap hidup dan berkembang. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun