Mohon tunggu...
Jidan Nanda Lesmana
Jidan Nanda Lesmana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta | Jurnalis | Menulis Berdasarkan Keresahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fast Fashion: Perusak Lingkungan Hidup yang Terabaikan

1 Desember 2024   15:38 Diperbarui: 1 Desember 2024   15:47 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah Fast Fashion. (Sumber: Pinterest/Anne of Carversville )

Lajunya perkembangan zaman telah menciptakan berbagai hal baru dalam setiap aspek kehidupan manusia. Berbagai hal baru tercipta oleh teknologi yang semakin berkembang, di mana, fenomena ini berkaitan dengan tren yang semakin bermunculan di media sosial. Dalam konteks mode fesyen, industri tekstil sebagai pelaku praktek produksi secara terus menerus memproduksi berbagai pakaian baru yang menyesuaikan dengan tren yang sedang ramai di masyarakat, hal ini dinamakan fast fashion. Namun, jika diteliti lebih dalam, fast fashion memiliki sisi kelam yang harus diketahui oleh seluruh masyarakat, terkhusus sisi kelam yang berdampak pada lingkungan. Untuk itu, artikel ini disusun untuk membedah secara komprehensif mengenai fast fashion dan dampak negatifnya, terkhusus dampak terhadap lingkungan hidup.

Definisi Fast Fashion dan Perkembangannya

Fast fashion merupakan sebuah konsep yang telah mendunia, di mana, proses produksi dan pemasaran pakaian yang dapat menembus berbagai belahan dunia dalam waktu yang relatif singkat demi memenuhi keinginan masyarakat modern. Fast fashion sendiri muncul lantaran tren di masyarakat yang terus berganti yang mengakibatkan permintaan yang tinggi akan produk fesyen dengan harga yang relatif murah. Adapun fast fashion memberikan keuntungan besar untuk kedua sisi, baik dari pihak produsen maupun konsumen. Produsen mendapat keuntungan besar karena permintaan yang kian hari terus bertambah, hal ini karena mayoritas permintaan berasal dari generasi muda yang mudah terpengaruh oleh tren kekinian. Dan menjadi keuntungan bagi konsumen karena produk fesyen yang ditawarkan dapat dibeli dengan harga yang terjangkau.

Berkembangnya fast fashion secara garis besar dipengaruhi oleh media sosial. Saat ini media sosial merupakan salah satu sarana hiburan masyarakat sekaligus untuk mencari informasi. Berbagai media sosial seperti WhatsApp, TikTok, Instagram, Facebook, dan sejenisnya, menampilkan informasi produk dari berbagai merek dagang. Dari tampilan tersebut akan timbul motivasi masyarakat untuk membeli beberapa produk fast fashion berdasarkan kebutuhan, atau berdasarkan kesukaan semata.

Fast Fashion dan Dampak Buruk Terhadap Lingkungan

Dalam setiap proses produksinya, fast fashion memberikan dampak negatif bagi lingkungan, baik di perairan, maupun di udara. Untuk memenuhi kebutuhan produksinya, industri fast fashion setidaknya menghabiskan 1,5 triliun air pertahun, dan menjadikannya sebagai industri pemakai air terbesar nomor dua di dunia (Niinimaki, et al, 2020). Berdasarkan penelitian dari Greenpeace, industri fast fashion juga tercatat sebagai penyumbang limbah air dunia dengan rincian sebesar 20% dan berdampak pada ketersediaan air bersih berskala global (Eyskoot, 2018). Di sisi pencemaran udara, industri fast fashion menjadi penyumbang emisi karbon terbesar di dunia dengan persentase sebesar 10% yang bahkan lebih besar dari emisi yang dihasilkan oleh industri penerbangan atau aviasi dengan rincian 2% saja.

Di Indonesia sendiri, industri  fast fashion telah mencemari Sungai Citarum dengan berbagai limbah kimia berbahayanya, meliputi arsenik, merkuri, timah hitam, dan nonylphenol. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Pusat Riset Institut Pertanian Bogor (IPB), ditemukan sebanyak 70% serat benang polyester dan mikroplastik di bagian tengah Sungai Citarum. Ironisnya, lebih dari setengah triliun air segar terkontaminasi limbah tekstil dan mengalir ke laut lepas tanpa melalui proses penyaringan. Akibat dari tercemarnya Sungai Citarum, ekosistem sungai menjadi rusak dengan matinya ikan dan kerang yang hidup di sungai tersebut. Serta berpotensi menjadi sumber penyakit bagi masyarakat sekitar yang menggunakan air dari Sungai Citarum untuk mencuci dan mandi.

Pencemaran yang diakibatkan industri fast fashion tidak hanya mencemari Sungai Citarum. Di Pekalongan, industri fast fashion batik telah mencemari air sumur dan selokan perumahan dengan zat kimia, seperti chadmium, cronium, dan plumbum. Akibatnya, air di lingkungan tersebut menurun kualitasnya  karena ceceran senyawa kimia tersebut. 

Dampak lain dari industri fast fashion adalah textile waste yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu pre-consumer dan post-consumer (Niinimaki, et al, 2020). pre-consumer dapat diartikan sebagai limbah tekstil pasca produksi berupa potongan-potongan kain yang ditolak karena tidak memenuhi standar kualitas hingga sisa kain berlebih, sedangkan, post-consumer merupakan limbah pakaian bekas konsumen fast fashion. Pada tahun 2015, tercatat limbah tekstil di California terkumpul sebanyak 400 miliar meter dan jumlah tersebut setara dengan luas wilayah itu sendiri. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional tahun 2023, Masyarakat Indonesia menghasilkan sebanyak 3.29% sampah tekstil dari keseluruhan jenis sampah. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan persentase sampah tekstil tahun sebelumnya yang hanya mencapai 2.91%.

Dampak negatif industri fast fashion tidak hanya mengacu pada rusaknya lingkungan, hak asasi manusia juga menjadi salah satu aspek yang dilanggar dalam praktek usaha industri fast fashion. Tragedi Rana Plaza di Bangladesh menjadi salah satu contoh pelanggaran hak asasi manusia, di mana, buruh garmen dieksploitasi dengan  dipaksa melakukan pekerjaannya karena tuntutan serta ancaman hidup. Lebih memiriskan lagi, gedung setinggi delapan lantai tersebut sejak awal tidak memiliki izin keamanan dari pemerintah setempat karena kekokohannya diragukan. Alhasil, gedung setinggi delapan lantai tersebut roboh dan menewaskan 1.134 nyawa dan melukai lebih dari 2.500 orang. Tragedi ini kemudian dikecam oleh dunia internasional, dan dari kejadian ini, lahir sebuah organisasi nirlaba fashion revolution yang fokus dalam mengampanyekan perubahan dalam industri fesyen.

Solusi Dan Langkah Meminimalisir Dampak Lingkungan 

Dengan jumlah penduduk dunia yang semakin bertambah, lonjakan permintaan pakaian pada setiap produsen menjadi suatu hal yang pasti terjadi. Dengan demikian, pencemaran lingkungan yang diakibatkan industri fast fashion akan semakin masif dan merusak setiap lini lingkungan hidup di berbagai tempat. untuk itu, diperlukan langkah konkret untuk menanggulangi, atau setidaknya mengurangi resiko dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari industri fast fashion. Beberapa langkah yang dapat diterapkan terangkum sebagai berikut:

  1. Penerapan prinsip Ethical Fashion dan Sustainable Fashion

Ethical fashion merupakan konsep dimana manusia sebagai pelaku utama dalam fashion memperhatikan aspek moral dan sosial dalam bergaya dan berpakaian. Dalam hal ini, produsen harus memperhatikan proses produksi pakaian dan menghindari penggunaan bahan-bahan kimia dan berbagai bahan lainnya yang berpotensi merusak lingkungan dan mengancam berbagai makhluk hidup. Sedangkan, sustainable fashion merupakan konsep fashion jangka panjang, di mana, konsumen sebagai user dapat memanfaatkan pakaian serta mendaur ulang pakaian yang sudah tidak layak. Penerapan kedua prinsip ini dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan karena produsen dan konsumen sama-sama memperhatikan langkah yang diambil untuk meminimalkan dampak negatif  fast fashion. Serta dapat menghemat pengeluaran bagi konsumen dan produsen karena produk yang dihasilkan harus berkualitas agar dapat bertahan lama dan tidak cepat menjadi limbah.

  1. Membuat dan Menetapkan Regulasi Hukum

Untuk meminimalkan dampak negatif dari industri fast fashion, pemerintah dapat membuat dan menerapkan regulasi hukum untuk mengatur proses produksi fast fashion. Regulasi hukum yang dibuat pemerintah dapat berupa:

  •  Mewajibkan setiap perusahaan fast fashion memiliki alat penyaring limbah dalam proses produksinya, hal ini bertujuan untuk meminimalkan limbah yang diakibatkan dari proses produksi fast fashion.
  •  Perusahaan fast fashion diwajibkan melakukan CSR (Corporate Social Responsibility). CSR dapat diartikan sebagai bentuk pertanggung jawaban perusahaan dari berbagai kegiatan yang berdampak pada masyarakat. Bentuk CSR yang dapat dilakukan dapat berupa rehabilitasi alam, atau pemberdayaan masyarakat sekitar melalui kegiatan volunteering.
  1. Edukasi Masyarakat 

Diperlukan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak yang diakibatkan dari fast fashion, baik dari pra-produksi hingga pasca-produksi. Dengan melakukan edukasi kepada masyarakat, diharapkan akan merubah pola kebiasaan buruk dalam berpakaian dan memperlakukan pakaian tersebut. Edukasi dapat dilakukan melalui seminar atau kampanye media sosial dengan membuat infografis, video singkat, ataupun pembuatan artikel.

REFERENSI

Catelyn, Alysia, 24 April 2013: Pabrik Rana Plaza di Bangladesh Roboh, 1.134 Orang Tewas hingga Keluarga Korban Minta Keadilan. (24 April 2013: Pabrik Rana Plaza di Bangladesh Roboh, 1.134 Orang Tewas hingga Keluarga Korban Minta Keadilan - Global Liputan6.com, Diakses Pada 28 Oktober 2024).

Eyskoot, Marieke. (2018). This Is A Good Guide.  Laurence King Publishing. https://books.google.co.id/books?id=rfBwswEACAAJ.

Indriyani, Ratih, Suri, Atita. (2020). "Pengaruh Media Sosial Terhadap Keputusan Pembelian Melalui Motivasi Pada Produk Fast Fashion". Journal Manajemen Pemasaran. 14(1).

Mahadinastya, Jihan Pramodhawardhani, Retnasari, Dian. (2021). "Penerapan Sustainable Fashion Dan Ethical Fashion Dalam Menghadapi Dampak Negatif Fast Fashion". Jurnal Pendidikan Tata Boga Busana. 16(1).

Niinimki, K., Peters, G., Dahlbo, H., Perry, P., Rissanen, T., & Gwilt, A. (2020). The environmental price of fast fashion. Nature Reviews : Earth and Environment, 1(4), 189-200. https://doi.org/10.1038/s43017-020-0039-9 

Nugraheni, Maria Fransiska Oktavia, Windiani, Reni, Wahyudi, Fendy E. (2022).  "Tanggung Jawab Kapitalis: Strategi H&M Menanggulangi Dampak Negatif Industri Fast Fashion". Journal Of International Relations. 8(3).

Ramadani, Prasasti Nur Rahmania. Fast Fashion Waste, Limbah Yang Terlupakan. (Fast Fashion Waste, Limbah yang Terlupakan - ITS News, Diakses Pada 28 Oktober 2024.).

Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. (SIPSN - Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, Diakses Pada 28 Oktober 2024).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun