Mohon tunggu...
Muhammad Jidan Madina
Muhammad Jidan Madina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo, aku Muhammad Jidan Madina, Mahasiswa program studi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kasus: Penetapan Hukuman Mati terhadap Terpidana Narkotika di Indonesia

26 September 2024   07:12 Diperbarui: 26 September 2024   07:18 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Hukum Positivisme adalah teori hukum yang berpendapat bahwa hukum merupakan seperangkat aturan yang dibuat dan ditegakkan oleh otoritas yang berwenang, tanpa mempertimbangkan moralitas atau nilai-nilai etik di luar hukum itu sendiri. Dalam pandangan ini, hukum dianggap sah karena ia dikeluarkan oleh institusi yang berwenang, bukan karena ia adil atau bermoral. Tokoh utama dalam hukum positivisme adalah John Austin dan Hans Kelsen. Austin menekankan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa yang didukung oleh sanksi. Kelsen, melalui teori Pure Theory of Law (Teori Murni Hukum), berpendapat bahwa hukum harus dipisahkan dari moral dan dipandang sebagai sistem aturan yang berdiri sendiri.

Kasus: Penetapan Hukuman Mati Terhadap Terpidana Narkotika di Indonesia

Di Indonesia, hukuman mati masih diterapkan untuk kejahatan berat, termasuk kasus narkotika. Misalnya, pada beberapa kasus besar, seperti Bali Nine, sejumlah terpidana asing dijatuhi hukuman mati karena terlibat dalam penyelundupan narkoba. Hal ini menimbulkan kontroversi baik di dalam negeri maupun di luar negeri, terutama terkait dengan hak asasi manusia dan pandangan moral terhadap hukuman mati.

Analisis dari Perspektif Filsafat Hukum Positivisme:

*Legalitas Hukum: Dalam kerangka positivisme hukum, yang menjadi dasar utama analisis adalah legalitas hukum tersebut. Berdasarkan hukum positif di Indonesia, hukuman mati diatur dalam beberapa undang-undang, termasuk Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut dengan jelas menetapkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk hukuman bagi pelanggaran berat terkait narkotika.

Dalam pandangan positivisme, hukum yang sah adalah hukum yang dibuat oleh otoritas yang berwenang sesuai dengan proses legislasi yang diakui. Oleh karena itu, hukuman mati terhadap pelaku narkotika sah dan harus dijalankan, karena telah diatur secara jelas dalam undang-undang yang dibuat oleh otoritas yang sah, yakni pemerintah dan DPR.

*Keterpisahan Hukum dan Moral: Positivisme hukum, seperti yang diajarkan oleh Hans Kelsen, menekankan bahwa hukum harus dipisahkan dari moralitas. Dalam hal ini, meskipun banyak pihak, baik di dalam negeri maupun luar negeri, menganggap hukuman mati sebagai tidak bermoral atau melanggar hak asasi manusia, dari perspektif positivisme hal itu tidak relevan. Apa yang penting adalah bahwa hukum tersebut ada, ditetapkan oleh institusi yang sah, dan harus ditegakkan. Kritik moral terhadap hukuman mati bukanlah dasar yang valid untuk menolak pelaksanaan hukum tersebut, selama hukum positifnya berlaku.

*Ketaatan pada Hukum Formal: Pendekatan hukum positivisme lebih berfokus pada formalitas aturan yang berlaku daripada substansi etikanya. Dalam hal ini, hakim yang menjatuhkan hukuman mati pada terpidana narkotika hanya menjalankan kewajibannya untuk menerapkan hukum yang berlaku sesuai dengan undang-undang. Positivisme menekankan bahwa hakim tidak perlu menilai apakah hukuman mati itu benar atau salah secara moral; tugasnya hanya untuk menegakkan hukum sebagaimana tertulis.

*Sanksi sebagai Alat Paksaan: John Austin berpendapat bahwa hukum adalah perintah yang didukung oleh sanksi. Dalam kasus ini, hukuman mati berfungsi sebagai sanksi yang dijatuhkan oleh otoritas berwenang kepada pelanggar hukum. Hukum berfungsi sebagai instrumen kontrol sosial, dan sanksi seperti hukuman mati adalah bagian dari upaya negara untuk menjaga keteraturan dan memberantas kejahatan narkotika yang dianggap mengancam masyarakat.

Menggali Mazhab hukum positivisme 

Mazhab hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang menekankan bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, terpisah dari moralitas atau etika. Dalam pandangan ini, hukum harus dipahami berdasarkan teks dan prosedur yang ada, bukan berdasarkan nilai-nilai atau keadilan subjektif. Para penganutnya, seperti Jeremy Bentham dan H.L.A. Hart, berfokus pada aspek formal dan struktural dari hukum, menolak ide bahwa hukum harus mencerminkan keadilan moral.

Argumen tentang Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia

Mazhab hukum positivisme memiliki pengaruh signifikan dalam sistem hukum di Indonesia, terutama dalam bagaimana hukum dipahami, diterapkan, dan ditegakkan oleh otoritas. Berikut adalah beberapa argumen yang mendukung keberadaan dan penerapan mazhab hukum positivisme dalam konteks hukum Indonesia:
1. Kepastian Hukum: Positivisme mendukung adanya kepastian hukum, yang penting dalam sistem hukum Indonesia. Undang-undang yang jelas memberikan panduan bagi masyarakat dan aparat penegak hukum.
2. Pemisahan Hukum dan Moral: Dalam praktik, ini memungkinkan penerapan hukum tanpa mempertimbangkan berbagai norma moral yang dapat berbeda di masyarakat plural, meski terkadang menimbulkan kritik terhadap keadilan sosial.
3. Fokus pada Prosedur: Proses hukum di Indonesia sering kali lebih menekankan pada prosedur dan formalisme, yang sejalan dengan prinsip positivisme, tetapi dapat mengabaikan konteks sosial yang lebih luas.

Namun, kritik terhadap positivisme dalam konteks ini juga penting, karena dapat menghasilkan ketidakadilan jika hukum tidak responsif terhadap kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Darmini R. Gokma, Teori Positivisme Hans Kelsen Menpengaruhi Perkembangan Hukum di indonesia, Lex Jurnalica , Vol 1, no. 1 (2021): 20-26

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun