Mohon tunggu...
Jihan Agnel
Jihan Agnel Mohon Tunggu... Penulis - Your secret writer

You matter. No matter what.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hadiah ke-12 Hedone

3 Februari 2019   22:25 Diperbarui: 3 Februari 2019   22:55 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mengapa aku diberi nama hedone?" Aku memeluk ibuku di atas kasur rumah sakit. Banyak selang yang memasuki tubuh ibu. Ia juga memakai topi setiap kali aku berkunjung. Mata ibu menjadi cekung seperti mata monster kelaparan yang pernah aku baca dongengnya di sekolah. Ibu lemah tetapi masih cantik, apalagi ketika tersenyum. Aku masih dapat melihat pancaran kebahagiaan dari mata ibu yang berwarna cokelat terang.

"Karena kamu adalah hedone-nya ayah dan ibu. Hedone artinya kesenangan."

"Tetapi Michael mengejek namaku." Michael adalah sepupuku yang palig besar. Ia sekarang berada di sekolah tingkat 12 sementara aku masih berada di tingkat ke 3.

"Tidak perlu dihiraukan, Michael belum cukup pintar untuk mengetahui arti namamu." Ibu memelukku dengan erat. Aku melihat jam dinding di seberang kasur di ruangan putih rumah sakit ini. Sudah jam 3 sore.

"Oh tidak sudah jam 3!" Aku melepaskan pelukan ibuku dan beranjak menuju meja di sebelah kiri kasur. Di atas meja itu terdapat buah-buahan dan sebuah radio modern milik ibu. Aku hanya perlu menekan tombol on pada atas radio itu dan siap mendengarkan suara ibu dari sana.

"Ada apa dengan jam 3?" Ibu bertanya lemah sambil perlahan menolehkan wajahnya padaku.

"Mendengarkan suaramu. Aku dan Irene biasa mendengarkannya di rumah sepulang sekolah." Ibu tersenyum, masih dengan senyuman lemahnya.

"Suara ibu tidak akan ada."
"Mengapa? Kemarin masih ada..."
"Karena kemarin adalah suara rekaman ibu sebelum masuk rumah sakit. Hari ini ibu tidak pergi ke radio untuk merekam suara."
"Jadi suara ibu tidak akan ada?"
Ibu menggelengkan kepalanya.
"Padahal aku dan Irene sering mendengarkannya sepulang sekolah."
"Nah, ceritakan pada ibu siapa itu Irene."
Ah iya, aku lupa belum menceritakan mengenai Irene semenjak ibu sibuk bekerja dan pulang pergi dari rumah sakit.
"Dia temanku yang baru. Seminggu yang lalu ia datang ke sekolahku. Rambutnya pirang dan pendek, ia selalu memakai bandana warna hijau tua. Ia satu-satunya yang memuji namaku. Christine Hedone, katanya namaku indah."
"Betul kan apa kata ibu? Namamu indah. Kemari, ceritakan lebih lanjut mengenai Irene dalam pelukan ibu."

Aku berlari kembali menuju ibu. Aku ceritakan semua yang terjadi antara aku dan Irene. Ia adalah My Friday's Angel. Karena setiap hari jumat, ia selalu membantuku menghabiskan menu makan siang di sekolah. Kau tau apa menu makan siang di sekolahku setiap hari jumat? Ya, steak fish an chips, uuuuwh aku tidak suka rasanya. Hambar dan tidak gurih.

Tetapi Irene menikmati makanan itu. Maka dia membantuku menghabiskan steak fish n chips milikku. Sementara aku memakan yougurt miliknya. Ia tidak begitu menyukai yogurt sementara aku lebih memilih yogurt dibandingkan fish n chips.
Ibu terhibur mendengar ceritaku. Aku senang melihat wajah ibu yang gembira seperti itu. Aku tidak mau melihat ibu sedih dan aku juga tidak mau kehilangan Ibu begitu cepat.
***

London masih diberkahi dengan hujan salju yang lebat. Aku melewati London's Eye merah yang menjadi salah satu icon di kota ini. Ada beberapa orang yang setia mengantri untuk menaikinya. Padahal setauku bila hujan salju seperti ini, akses menaiki London's Eye ditutup, entah bila ada aturan baru. 

Selama tinggal di sini aku hanya menaikinya sekali, ketika ibu masih hidup dan aku masih berusia 7 tahun. Kini 21 tahun sudah aku hidup dan sudah 12 tahun ibu meninggalkan aku juga ayah.

Sepatu boots hitam, dress hitam dan coat coklat tua membalut tubuhku. Mataku berwarna cokelat muda dan rambutku berwarma cokelat tua yang diturunkan oleh ibu. Aku suka warna coklat, warna tanah yang hangat. Setelah melewati London's Eye aku pergi menuju seberang jalan menyusuri lorong jalan menuju sebuah coffee shop tempat kesukaanku. Irene sudah menungguku di sana 10 menit yang lalu. Aku berniat bertemu dengannya untuk membuka hadiah terakhir dari ibuku. Ya, sebelum meninggalkan aku dan ayah, ibu menyiapkan 12 hadiah hingga usiaku berumur 21 tahun.

Tadi pagi aku melihat kembali hadiah dari Ibu tahun lalu. Sebuah video yang merekam ketika ibu di rumah sakit dan aku menceritakan pertemanan antara aku dan Irene ketika kami masih di tingkat ke tiga. Di akhir video itu, ibu berkata "Hedone, Ibu yakin Irene ditakdirkan hadir untuk menemanimu. Menggantikan Ibu seandainya waktu ibu telah habis. Dari cerita-ceritamu ia gadis yang lembut dan dewasa. 

Jaga selalu pertemananmu dengan Irene. Kau sudah tau kan alasan ibu kehabisan waktu di dunia ini? Kau sudah cukup dewasa untuk memahami penyakit ibu. Jaga selalu juga kesehatanmu, periksakan segalanya sebelum terlambat. Berjanji?"

Ibu tesenyum di akhir video itu dan masih dengan topi rajutannya yang kini aku simpan di samping bantalku. Dengan adanya itu aku merasa tenang. Ya, penyakit kanker serviks membuat ibu kehabisan waktu untuk tinggal lebih lama di dunia ini.
***

Aku sudah berada di dalam coffee shop bersama dengan Irene. Dihadapan kami berdua terdapat sebuah kotak besar, hadiah terakhir dari ibuku. Perasaanku kini campur aduk, senang, penasaran, dan juga sedih. Tahun depan sudah tidak ada lagi hadiah dari ibu untukku.

Bunyi pergantian detik dari jam tanganku beradu dengan bunyi pergantian detik dari jam tangan Irene. Ia di hadapanku, menungguku siap membuka kotaknya. Aku menebak-nebak hadiahnya sebuah baju. Mungkinkah ibu merajut sweater untukku? Karena aku berulang tahun setiap natal untuk itulah aku diberi nama Christine, Christine Hedone lebih tepatnya.  Sebelum aku membuka kotak hadiah terakhir dari ibu, ponselku berdering. Ayahku menelepon.
"Halo?"
"Kamu dimana?"
"Coffee shop."
"Tempat biasa?"
"Ya, ayah dimana?"
"Ayah dalam perjalanan menuju ke sana."
"Ke sana? Maksudmu ke sini? Ke tempatku sekarang?"
"Ya, tunggu ayah."
Ayah memutus sambungan teleponnya. Irene menatapku dengan penasaran.
"Ayahmu akan datang menyusul?"
"Iya..."
"Berarti hadiah ini sangat istimewa." Irene mengelus kotak hadiahnya. Kotak itu berwarna pink lembut, warna kesukaanku dan ibu. Tidak ada gambar di kotak itu, hanya ada stiker hati yang berwarna merah di tiap sudutnya.

15 menit kemudian ayah tiba. Ia duduk di sampingku. Sudah berapa lama aku tidak duduk di samping ayah sedekat ini? Wajah ayah telah banyak gurat keriputnya, ubanya juga mulai menjalar di kepalanya. Ia terlalu sibuk mencari penghasilan demi kehidupan kami. Aku masih menatap ayah yang memiliki bola mata biru. Tiba-tiba saja aku memeluknya. Hangat. Pahlawan hidupku, laki-laki yang mencintaiku tanpa syarat, cinta pertamaku.

Ayah memberiku sekotak cokelat dan setangkai bunga mawar putih.

"Hedone, usiamu sudah 21 tahun. Sudah cukup dewasa untuk tinggal sendirian di apartemenmu dan memilih jalan hidupmu. Aku serahkan semua keputusan dalam hidup, padamu. Aku hadir sebagai pembimbing, kau yang memutuskan segalanya. Ibumu juga pasti menginginkan hal ini. Ia adalah wanita yang kuat, satu-satunya wanita yang ayah cintai selain dirimu."

Aku meneteskan air mata dan begitu juga Irene. Kini tiba waktunya bagiku untuk membuka hadiah ke 12 dari ibuku. Hadiah terakhir sebelum penyakit kanker serviks mengambil kehidupannya.
Aku terpukau dengan isi dalam kotak tersebut. Sebuah gaun pengantin putih beserta mahkota, anting mutiara, dan cincin mutiaranya. Aku menatap ayah untuk meminta penjelasan. Ayah mengambil sepucuk surat dari dasar kotak hadiah itu. Aku menerimanya dan langsung membaca surat tersebut.

Teruntuk Hedoneku yang manis,

Lihat kamu sudah tumbuh dewasa sekarang. Kamu pasti mewarisi rambut cokelat yang indah dari ibu. Ah seandainya matamu berwarna biru seperti ayahmu, tentu kau akan menjadi Miss Universe. Tapi Hedone, apapun yang kamu lakukan, lakukanlah yang terbaik. Sayang sekali ibu tidak bisa menemani hidupmu dan tidak menghadiri pesta pernikahanmu. Siapa nama lelaki beruntung yang kamu pilih itu? Sampaikan salam sayang ibu kepadanya. Hadiah terakhir ini merupakan gaun pengantin yang ibu pakai ketika menikah dengan ayahmu. Memang modelnya pasti ketinggalan jaman tapi ibu yakin kamu akan cantik bila mengenakannya.

Hedone, kau adalah kesenangan ayah dan ibu. Sudah kau baca kan buku yang ibu siapkan untuk ulang tahunmu yang ke 18? Mengenai mitologi sejarah Yunani Kuno? Ya, Hedone merupakan anak yang lahir dari Eros (cupid - dewa cinta) dan Psyche. Ayahmu selalu bilang ibu adalah wanita tercantik di dunia ini seperti Psyche. Masih ingat bukan kejadian ketika dewi Aphrodit (dewi kecantikan) yang iri pada kecantikan Psyche? Ya, dikatakan Psyche lebih cantik dari dewi kecantikan. Lalu ayah mengumpamakan dirinya sebagai Eros, kemudian lahirlah kamu. Hedone, anak perempuan kami. Buah cinta kami. Jangan pernah sedih akan namamu, orang tua mana yang sembarang memberi nama anaknya? Tentu ada makna yang terkandung.

Hedoneku, cintaku. Ini hadiah terakhir dari ibu. Jangan kau khawatirkan ibu lagi, sudah tenang ibu kini. Khawatirkan dirimu. Jaga kesehatanmu. Kanker merupakan penyakit yang berbahaya, ibu beri tahu dari sekarang. Hanya orang-orang hebat, tabah, dan terpilih yang mampu menjalani hidup setelah terdiagnosis kanker. Perasaan ibu ketika pertama kali diberitahu dokter tinggal beberapa hari lagi, tiada lain dan tiada bukan adalah khawatir padamu. 

Tapi ibu yakin, kau adalah perempuan kuat, ayahmu juga laki-laki bertanggung jawab. Jalani hidup dengan bahagia, jangan lupa urus ayahmu juga ya. Ibu mencintai kalian berdua, kita bertemu kembali nanti. Hiduplah dengan sehat dan bahagia.
Aku mengambil gaun itu, bau parfum yang menjadi hadiahku di usia 17 tahun tercium persis. Ah, parfum itulah wangi tubuh ibu selama ia hidup. Aku rindu ibu, sangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun