PRESIDEN Abdurrahman Wahid bertemu Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 5 April 2000. Itu suasana pasca Referendum di Timor Timur yang di mata dunia internasional penuh pelanggaran HAM. Begitu banyak korban jiwa berjatuhan. Nama dua orang Yesuit yang terbunuh, Pastor Albrecht Karim Arbi dan Pastor Tarcisius Dewanto, menjadi perhatian Vatikan. Dunia internasional tahu, ini kelakuan militer Indonesia yang sakit hati dengan lepasnya provinsi ke-27 itu.
Dunia internasional waktu itu mengharapkan Presiden Wahid dapat mengendalikan militer. Dan Wahid memang kemudian dikenang sebagai pelopor penertiban militer melalui “kartu” promosi jabatan Jend. Agus Wirahadikusuma sebagai Panglima KOSTRAD (malah mau dijadikan KASAD), juga melalui “kartu” pemecatan jabatan Jend. Wiranto sebagai Menko Politik & Keamanan. Suatu harga yang harus dibayarnya melalui berbagai kerusuhan seperti di Maluku yang dibuat sedemikian rupa menjadi “Islam vs Kristen”, selain berbagai intrik politik lainnya di level Pusat. Ancaman disintegrasi atas masalah Aceh dan Papua juga memanas.
Walaupun demikian, sosok Abdurrahman Wahid bagi kalangan Katolik adalah sahabat lama yang saling mengisi. Dia bersama-sama Y.B. Mangunwijaya dan Frans Magniz Suseno berjuang di Forum Demokrasi yang didirikannya sebagai antithesis arus utama demokrasi à la Soeharto. Secara pribadi, Wahid juga kawan akrab Kardinal Darmaatmadja, seorang Yesuit.
Abdurrahman Wahid sudah sejak jauh sebelum jadi presiden adalah sosok agamawan sekaligus budayawan pluralis dan humanis tulen. Ribuan lembar halaman berbagai pemikirannya menjadi saksi soal ini. Dia meyakini, “Sebagai mayoritas di negeri ini, dengan melindungi kaum minoritas, justru itu menunjukkan kekuatan Islam yang sebenamya.” Tidak heran, Israel yang Yahudi, yang menjadi musuh mayoritas dunia Islam dijadikannya teman.
Ketika Abdurrahman Wahid pergi untuk selamanya, 30 Desember 2009, sebagai Uskup Agung Jakarta, Julius Kardinal Darmaatmadja memberikan public statement: “Bagi kami umat Katolik, pengaruhnya sangat besar. Meski dia seorang Muslim, dia mampu menjadi berkat bagi umat beragama lainnya… Secara pribadi dan sebagai pimpinan gereja Katolik di Jakarta, kami merasa sedih dan merasa kehilangan.”
Pada tahun 1996, Wahid pernah datang ke pertemuan internasional komunitas San Egidio di Italia, dan berbicara dibawah tema “La pace è il nome di Dio“… artinya, perdamaian adalah hakekat nama Allah.
****
PRESIDEN terakhir Indonesia yang mengunjungi Paus di Vatikan adalah Megawati Soekarnoputri, tanggal 10 Juni 2002. Seperti dua presiden sebelumnya, pemerintahan Megawati juga menghadapi warisan masalah masalah fundamental selama 3 tahun pemerintahannya.
Lepas dari kekurangannya, Presiden Megawati memiliki prestasi yang harus diakui. Dia yang berhasil membawa Indonesia ke luar dari IMF pada 2003, sekaligus mengembalikan kepercayaan bahwa Indonesia sudah ke luar dari krisis 1998. Selama Megawati jadi presiden, Indonesia tidak memiliki hutang baru baik kepada IMF, Bank Dunia atau negara lain. Dia juga menangkap 21 pengemplang BLBI semacam David Nusa Wijaya, Hendrawan, Atang Latief, Uung Bursa, Prayogo Pangestu, Syamsul Nursalim, Hendra Rahardja, Sudwikatmono, Abdul Latief.
Setelah berhasil menjaga stabilitas politik, kabinet Megawati memulai kembali pembangunan infrastruktur vital yang terhenti sejak krisis 1998, antara lain Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang), Jembatan Surabaya Madura (Suramadu), Tol Cikunir dan rel ganda kereta api.
Ada tiga hal penting yang barangkali layak ditulis dengan tinta emas. Pertama, pemerintahan Megawati memprakarsai dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tahun 2002; Kedua, melalui Keppres 34/2004 dia menertibkan bisnis TNI, melanjutkan usaha penertiban militer yang dirintis Presiden Wahid; Ketiga, pemerintahan Megawati yang pertama kali mengadakan pemilihan umum presiden secara langsung di tahun 2004, meskipun dia sendiri dikalahkan oleh Susilo B. Yudhoyono.