Ditulis Oleh: Jhosef Nanda Putra || Alam Lejar Bhumi Immaculata || instagram.com/jhosefnanda
Dalam dunia pendidikan, guru memegang peran yang sangat vital sebagai pendidik, pengarah, dan pemberi inspirasi bagi para siswa.
Guru menurut Romo Mangunwijaya ibarat bidan yang membantu proses lahiran, guru adalah orang yang membantu siswa melahirkan kretivitas, inovasi dan kebijaksanaan. Ini artinya ilmu pengetahuan harus diupayakan dalam kehidupan guru. Pada titik inilah pentingnya membaca buku.
Membaca buku tidak bisa digantikan dengan menonton video pendek media sosial (short video). Membaca buku juga tidak bisa digantikan dengan menonton podcast di kanal youtube. Membaca itu terkait proses penajaman pemikiran kritis. Proses ini tidak simsalabim, butuh waktu dan konsistensi. Ini menunjukkan betapa pentingnya membaca buku bagi seorang guru.
Namun, apa jadinya bila guru tidak suka membaca buku? Pertanyaan ini bukan sekadar isu preferensi pribadi, tetapi berkaitan langsung dengan kualitas pendidikan yang diberikan.Â
Untuk memahami dampaknya, kita bisa melihatnya melalui prinsip-prinsip yang dipegang oleh dua tokoh pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hadjar Dewantara dan Romo Mangunwijaya.
Prinsip Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, memiliki filosofi pendidikan yang menekankan pada kemandirian, kebebasan berpikir, dan pengembangan karakter.Â
Dalam konsepnya, "Tut Wuri Handayani" (di belakang memberi dorongan), "Ing Madya Mangun Karsa" (di tengah membangun niat), dan "Ing Ngarso Sung Tulodo" (di depan memberi contoh) adalah prinsip utama yang harus dipegang oleh seorang pendidik.Â
Jadi berikut ulasan prinsip Ki Hadjar Dewantara dalam konteks pertanyaan, apa jadinya bila seorang guru tidak suka membaca buku?
1. Ing Ngarso Sung Tulodo (Di Depan Memberi Contoh)
Seorang guru adalah teladan bagi siswanya. Bila guru tidak suka membaca buku, ia tidak akan mampu menjadi contoh yang baik dalam hal kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.Â