Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Unika Soegijapranata - Pegiat Permakultur di Alam Lejar Bhumi Immaculata - Pendidik di Wisma Remaja Bagimu Negeriku

Menulis itu kemerdekaan!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Katrol Nilai: Ketidakjujuran yang Dinormalisasi dalam Sistem Pendidikan Kita

23 Juni 2024   23:18 Diperbarui: 25 Juni 2024   13:03 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bisa berdampak pada perilaku mereka di luar sekolah, termasuk dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka di masa depan. 

(Mungkin Bisa) Menjadi Solusi untuk Masalah yang Kompleks

Mengatasi masalah katrol nilai bukanlah tugas yang mudah. Dibutuhkan perubahan sistemik dan pendekatan yang komprehensif untuk menangani akar permasalahannya. Dalam keterbatasan, penulis memiliki gagasan yang mungkin bisa menjadi inspirasi untuk menyikapi fenomena katrol nilai ini. 

1. Revolusi Kejujuran

Langkah pertama yang sangat fundamental adalah membangun budaya kejujuran di semua tingkatan pendidikan. Ini bukan hanya soal nilai-nilai yang diajarkan, tetapi juga harus tercermin dalam setiap aspek operasional sekolah.

Sekolah harus mengimplementasikan sistem penilaian yang sepenuhnya transparan. Setiap nilai yang diberikan harus didukung dengan bukti nyata, seperti hasil ujian, proyek, atau partisipasi kelas. Sekolah harus membuka akses bagi orang tua dan siswa untuk melihat bagaimana nilai dihitung dan diberikan.

Selain itu perlu ada kebijakan tegas terhadap praktik kecurangan, baik dari siswa, guru, maupun administrasi sekolah. Sanksi yang jelas dan konsisten harus diterapkan untuk setiap pelanggaran. Misalnya, bagi guru atau staf yang terbukti mengatrol nilai, ada konsekuensi yang serius seperti penurunan jabatan atau pemecatan.

2. Gebrakan Sistem Evaluasi dan Kurikulum

Sistem evaluasi dan kurikulum yang ada perlu dirombak secara radikal untuk memastikan bahwa penilaian benar-benar mencerminkan kemampuan dan usaha siswa.


Gantikan sistem penilaian tradisional dengan evaluasi berbasis kompetensi. Dalam model ini, siswa dinilai berdasarkan keterampilan dan kompetensi yang mereka kuasai, bukan hanya pada hasil ujian semata. Ini bisa mencakup proyek-proyek, portofolio, dan penilaian kinerja.

Kemudian, meski ini sangat kontroversial namun mungkin bisa dilakukan peninjauan kembali terkait kebijakan yang mewajibkan semua siswa naik kelas setiap tahun.

Sebagai gantinya, terapkan sistem di mana kenaikan kelas didasarkan pada pencapaian kompetensi tertentu. Siswa yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan diberi waktu tambahan dan bantuan untuk mencapainya.

Dari sisi kurikulum juga perlu dikembangkan kurikulum yang fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan individu siswa. Kurikulum ini harus memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan mereka sendiri dan fokus pada area di mana mereka membutuhkan perbaikan. 

Refleksi

Fenomena katrol nilai di sekolah mencerminkan masalah serius dalam sistem pendidikan kita. Praktik ini tidak hanya merusak integritas akademis dan etika belajar, tetapi juga berdampak negatif pada masa depan siswa dan profesionalisme guru. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun