Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Unika Soegijapranata - Pegiat Permakultur di Alam Lejar Bhumi Immaculata - Pendidik di Wisma Remaja Bagimu Negeriku

Menulis itu kemerdekaan!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Pancasila sebagai Alat Kendali Penggunaan Ponsel Pintar pada Anak-Anak

4 Februari 2022   11:07 Diperbarui: 4 Februari 2022   11:14 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pixabay.com || Ilustrasi Pendidikan Pancasila sebagai alat kendali penggunaan ponsel pintar

Pendidikan Pancasila dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi khususnya ponsel pintar dapat dilakukan dimulai dari unit terkecil pada masyarakat, yaitu keluarga. Di dalam lingkungan keluarga banyak sekali hal yang bisa dilakukan sehari-hari dalam belajar menghidupi nilai-nilai Pancasila di era globalisasi ini. Tentu ini bergantung pada kreativitas orangtua. Misalnya saja dalam ranah tindakan preventif, sejak usia dini sebisa mungkin anak tidak dibiasakan "dekat" dengan ponsel pintar. Pada usia dini perkembangan otak anak terjadi sangat signifikan. Tanpa harus diajari menggunakan ponsel pintar mereka akan mahir dengan sendirinya. Ini juga terjadi lantaran anak-anak melihat orangtuanya menggunakan ponsel pintar di hadapan mereka. Hal demikian ini juga menjadi pelajaran bagi orangtua, ketika sedang bersama-sama dengan anak, letakkan lah ponsel pintar dan mulai lah berinteraksi bebas dengan anak-anak. 

Sebagai alternatif, di lingkungan keluarga orangtua patut memberi ruang bagi aktivitas fisik anak-anak. Melalui kegiatan fisik dan bersosialisasi anak-anak dapat mengenal banyak sekali nilai-nilai Pancasila. Seperti misalnya rutin berkunjung ke alam terbuka atau kebun binatang untuk menumbuhkan kecintaan akan lingkungan alam sekitarnya. Kemudian sering lah mengajak anak untuk bermain bersama teman-teman seusianya, misalnya melalui kegiatan outbond dan pengenalan kembali permainan tradisional yang semakin ditinggalkan. Tentu dalam kegiatan semacam itu anak-anak akan mengenal nilai-nilai luhur Pancasila seperti gotong-royong, toleransi, keadilan, solidaritas dan juga cinta kasih antar-teman. Intinya adalah jauhilah anak-anak dari jangkauan ponsel pintar sejak dini. 

Mengenai pernyataan, "Jika tidak terbiasa dengan kemajuan teknologi sejak dini, dikhawatirkan anak-anak justru akan gagap teknologi." sesungguhnya bisa ditanggapi dengan jernih. Anak-anak tidak perlu diajari mengenai hal itu. Input pengetahuan tentang penggunaan teknologi sudah banyak mereka terima dari lingkungan. Seserius apapun orangtua menjauhkan ponsel pintar dari anak-anak toh mereka akan menyaksikan lingkungan sekitarnya tetap asyik dengan ponsel pintarnya. Hal tersebut sudah cukup membuat anak mengenal teknologi. 

Di lingkungan pendidikan formal seperti sekolah penerapan pendidikan Pancasila dalam meresponi kemajuan teknologi dapat dilakukan secara lebih sistematis. Misalnya pemadatan kegiatan rutin literasi di perpustakaan. Buku-buku yang menjadi bahan literasi di perpustakaan harus dipersiapkan sedemikian rupa dengan tujuan membangun imajinasi anak. Sehingga pemilihan beragam jenis buku pun penting. Buku-buku fiksi dan sejarah dapat menjadi stimulus yang membangunkan imajinasi dalam pikiran anak-anak. Tentu hal ini dapat menjadi tandingan beragam kemajuan grafis pada ponsel pintar. Buku-buku yang sarat akan nilai-nilai kemanusiaan dan moral pun amat bagus sebagai jembatan pengenalan nilai-nilai luhur Pancasila. Disamping kegiatan literasi, banyak hal di sekolah yang dapat dilakukan dalam kerangka pendidikan Pancasila. 

Rekomendasi Penulis

Beberapa alternatif instrumen pendidikan penulis nilai perlu diterapkan sebagai penyeimbang kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi ini. Berikut penulis paparkan beberapa diantaranya :

Pendidikan Pancasila Berbasis Alam

Sumber : pexels.com || Ilustrasi bercocok tanam sebagai implementasi belajar diluar ruangan 
Sumber : pexels.com || Ilustrasi bercocok tanam sebagai implementasi belajar diluar ruangan 

Model pengembangan anak-anak yang dilakukan diluar ruangan untuk menumbuhkan kecintaan anak akan lingkungan sekitarnya. Berfungsi untuk memberi jarak jangkauan terhadap ponsel pintar dan menumbuhkan nilai-nilai Pancasila melalui kegiatan pembelajaran seperti outbond, retreat dan perkemahan. Para pendidik juga bisa mengenalkan kegiatan lokal kepada anak-anak. Seperti misalnya menyediakan ekstrakurikuler (kegiatan luar kelas) perkebunan (mengenai bunga-bunga dan tanaman hias), peternakan (mengenai budidaya ikan, ayam, unggas, dll) serta kegiatan membatik.

Pendidikan Pancasila Berorientasi Pengabdian

Sumber : pexels.com || Ilustrasi kegiatan berorientasi pengabdian
Sumber : pexels.com || Ilustrasi kegiatan berorientasi pengabdian

Poin ini dinilai sulit diterapkan pada pendidikan usia anak-anak sekolah dasar, padahal tidak demikian. Pendidikan ini tentu berlandaskan Pancasila dan bertujuan untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Misalnya di lingkungan formal, setiap seminggu sekali (misalnya hari Jumat), sekolah mewajibkan anak-anak untuk melakukan kegiatan social sukarela kepada warga sekitar, apapun bentuknya. Melalui kegiatan semacam ini, harapannya anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang peduli dengan lingkungannya. Pribadi peduli tentu semakin jarang ditemui akibat penggunaan ponsel pintar.

Pendidikan agama yang menekankan nilai-nilai moral universal 

Sumber : pexels.com || Ilustrasi cinta kasih sebagai nilai moral universal
Sumber : pexels.com || Ilustrasi cinta kasih sebagai nilai moral universal

Maksudnya adalah anak-anak tidak boleh ditumbuhkan menjadi pribadi yang fanatik akan agamanya. Kemudahan akses informasi sekarang ini sangat mudah membuat seseorang fanatic akan kepercayaan yang dianutnya. Hal tersebut bisa diatasi dengan membangun perspektif moral-universal pada generasi mendatang. Nilai-nilai moral-universal tersebut sudah terkandung dalam Pancasila.  

Daftar Pustaka

  1. Daeng Intan T.M, dkk. 2017. Penggunaan Smartphone Dalam Menunjang Aktivitas Perkuliahan Oleh Mahasiswa Fispol Unsrat Manado. E-journal "Acta Diurna" 6(1). 15 pages
  2. Sinulingga Setia P. 2016. Teori Pendidikan Moral Menurut Emile Durkheim Relevansinya Bagi Pendidikan Moral Anak di Indonesia. Jurnal Filsafat 26(2): 215-248.
  3. Asdi Endang D. 1996. Perbandingan Antara Moral Immanuel Kant dengan Moral Pancasila. Jurnal Filsafat, 1996. 10 pages.
  4. Sabaruddin S. 2020. Sekolah dengan Konsep Pendidikan Humanis. Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum 20(2). 147-162.
  5. Syahsyudin Dindin. 2019. Pengaruh Gadget Terhadap Pola Interaksi Sosial dan Komunikasi Siswa. Jurnal Kehumasan 2(1). 272-282.
  6. Akhtar Hanif. 2020. Perilaku Oversharing di Media Sosial : Ancaman atau Peluang?. PSIKOLOGIKA 25(2). 257-270.
  7. Gani Alcianno G. 2020. Pengaruh Media Sosial Terhadap Perkembangan Anak Remaja. Jurnal Mitra Manajemen 7(2). 32-42.
  8. Coralia Farida, dkk. 2017. Tipe Kepribadian dan Self-Esteem Pada Pecandu Media Sosial. SCHEMA (Journal of Psychological Research) 3(2). 140-149.
  9. Dalillah. 2019. Pengaruh Penggunaan Gadget Terhadap Perilaku Sosial Siswa di SMA Darussalam Ciputat. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
  10. Widhyharto D.S. 2014. Youth Identities and Social Transformation in Contemporary Indonesia. Jurnal Studi Pemuda 5(2): 507-513.
  11. Ruslan R. 2020. Penanaman Pendidikan Moralitas dan Nilai Pancasila Anak Usia Dini Dalam Perkembangan IPTEK. Abdimas : Papua Journal of Community Service 2(1).
  12. Iskandar Agung. 2010. Perspektif Multidimensional Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan: Pemikiran Awal Konsep dan Penerapan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 16(4). 453-468.
  13. Mangunwijaya, Y.B. 2020. Sekolah Merdeka Pendidikan Pemerdekaan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
  14. Freire, P., Illich, I., Fromm, E., dkk. 2015. Menggugat Pendidikan Fundamentalis Konservatif Liberal Anarkis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  15. Bahar Saafroedin, dkk. 1998. Himpunan Risalah Sidang-Sidang dari BPUPKI dan PPKI, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
  16. Kuntowijoyo. 2018. Demokrasi dan Budaya Birokrasi, Yogyakarta: IRCiSoD

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun