Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Unika Soegijapranata - Pegiat Permakultur di Alam Lejar Bhumi Immaculata - Pendidik di Wisma Remaja Bagimu Negeriku

Menulis itu kemerdekaan!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ambiguitas Norma Sosial: Penyebab Konflik Orangtua dan Anak?

4 Februari 2022   08:44 Diperbarui: 7 Februari 2022   23:31 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pexels.com || Ilustrasi norma sosial

Sumber: pexels.com || Ilustrasi norma sosial
Sumber: pexels.com || Ilustrasi norma sosial

Sebelum menelisik lebih lanjut, kita semua perlu memahami betul apa yang dimaksud dengan norma social. Untuk lebih jelasnya kita akan memetik beberapa definisi dari para ahli tentang norma social.

  1. Menurut Antony Giddens, norma adalah sebuah prinsip atau aturan yang jelas, nyata atau konkret yang harus diperhatikan oleh masyarakat.
  2. Menurut E. Utrecht, norma merupakan segala himpunan petunjuk hidup yang mengatur mengenai segala macam bentuk tata tertib, disuatu masyarakat atau bangsa yang mana aturan tersebut harus di taati oleh setiap masyarakat. Apabila dilanggar, akan mendapat suatu tindakan dari pemerintah.
  3. Menurut Soerjono Soekanto, norma merupakan suatu perangkat yang dibuat dengan tujuan supaya hubungan dalam masyarakat berjalan sesuai yang diharapkan.

Ciri Norma Sosial

  • Tidak tertulis
  • Hasil Kesepakatan Masyarakat
  • Ditaati oleh seluruh anggota masyarakat
  • Pemberian sanksi atau hukuman terhadap pelanggar norma sosial
  • Norma sosial memiliki prinsip flexibility, berubah mengikuti perubahan sosial
  • Perubahan aturan-aturan tergantung pada keinginan masyarakat

Sumber Umum Norma Sosial

  • Hati nurani, merupakan starting point dari norma sosial. Ini berkaitan dengan keyakinan yang bersumber pada hati individu. Bagaimana pandangannya terhadap ketidakpatutan sosial, kejahatan, ketidakadilan dan ketidakbenaran.
  • Hukum, negara dengan produk perundang-undangannya juga menjadi sumber bagi norma sosial yang tidak tertulis. Rasa berkewajiban masyarakat dalam menjalankan aturan negara kemudian menjadi semacam pandangan hidup yang mengikat secara tidak tertulis.
  • Agama, poin ini kental dan terasa di Indonesia. Sudah bukan rahasia lagi aturan keagamaan menjadi tools untuk upaya ketertiban dalam masyarakat. Bahkan daerah tertentu masih menggunakan aturan keagamaan di masyarakatnya, seperti Aceh.

Penggunaan Berlebih Smartphone : Penyebab Ambiguitas Norma Sosial ?

Penulis melakukan sebuah wawancara daring dengan salah satu mahasiswi program studi Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Gracia Omega. Menurutnya, generasi tua memiliki kecenderungan sikap yang lebih disiplin terhadap anak-anaknya, tidak mentolelir kesalahan dan terbiasa dengan hukuman. Sementara di generasi sekarang, anak-anak muda cenderung memiliki gaya hidup yang santai dan biasa membantah orangtua. 

Sikap hidup dan gaya hidup yang dianut anak-anak muda era ini menurut Gracia tidaklah lepas dari pengaruh media social yang akrab di kalangan anak muda. Sehingga media social juga berpengaruh kepada pembentukan frame generasi muda terhadap kepatutan sikap dan perbuatan di dunia social (norma sosial).

Poin inilah yang bagi penulis menjadi penyebab utama terjadinya pergeseran pandangan generasi muda terhadap aturan-aturan tertentu di kehidupan sosial (norma sosial). Dengan demikian apa yang dianggap tidak normal pada masa sebelumnya bisa jadi akan normal di masa sekarang. Sebaliknya apa yang dianggap normal atau biasa saja di masa lalu, bisa saja dianggap unik atau bahkan aneh dan ketinggalan jaman di masa sekarang.

Dalam 24 jam (sehari) berapa waktu yang Anda gunakan untuk menggunakan aplikasi chat, media sosial, game online atau beragam platform online lainnya ? Yakinkah bahwa hal tersebut tidak berdampak pada cara pandang kita terhadap aturan-aturan tertentu dikehidupan sosial ? 

Sumber: pexels.com || Ilsutrasi penggunakan ponsel pintar berdampak pada pelunturan kehangatan sosial
Sumber: pexels.com || Ilsutrasi penggunakan ponsel pintar berdampak pada pelunturan kehangatan sosial

Hal kecil saja soal sapa-menyapa. Era sebelumnya, kehangatan sosial mungkin sangat terasa. Senyum dan saling sapa adalah hal wajib saat bertemu orang lain. Terutama terhadapa orang yang lebih tua. Nilai ini terus dijaga dan secara tidak langsung menjadi aturan (norma) yang mengikat. Apabila tidak dilakukan (dilanggar) maka akan ada hukum tertentu dari masyarakat sekeliling (hukum sosial). 

Tapi di jaman ini, kehangatan sosial tersebut makin jarang dirasakan. Dunia sosial menjadi dingin, kebersamaan menjadi dangkal. Tentu sebagian anak muda menganggap kebersamaan saat mereka melakukan main bareng game online, bukan? Dan hal ini dianggap normal dan biasa-biasa saja, karena kebanyakan orang menormalisasikannya. 

Belum lagi bila kita bicara tentang budaya luar yang diserap oleh generasi muda sekarang. Mulai dari gaya bicara, berpakaian, hingga barang konsumsi. Anak-anak muda menganggap budaya luar lah yang patut diterapkan. Budaya luar tersebut sangat mudah diakses dan ditiru hanya melalui penggunaan ponsel pintar. Sayangya, tidak semua budaya luar yang digandrungi tersebut  sesuai bila diterapkan di Indonesia. 

Sumber: pexels.com || Ilustrasi budaya barat 
Sumber: pexels.com || Ilustrasi budaya barat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun