Pahlawan pegang senjata yang cukup termasyur mungkin adalah Jenderal Soedirman dan Pangeran Diponegoro. Kedua tokoh pahlawan ini dikenal karena perjuangannya melawan penjajahan melalui kekuatan militer.
Pahlawan pegang senjata ini bukanlah tentara yang terlatih dan menggunakan senjata modern seperti pada pihak kolonial. Sudah melegenda, perjuangan pahlawan pegang senjata hanya menggunakan alat/senjata apa adanya, seperti bambu runcing atau senjata-senjata tradisional seperti keris dan golok. Di beberapa daerah ada juga perlawanan menggunakan senjata sumpit, seperti di Kalimantan.
Pahlawan tipe kedua adalah pahlawan dibalik meja. Mereka ini pejuang yang mungkin tidak konfrontasi langsung dengan pihak penjajah. Mereka adalah pejuang yang bergerak melalui berbagai bidang non-militer, seperti politik, keagamaan hingga pendidikan.
Di awal abad ke-20 banyak tumbuh pahlawan-pahlawan tipe ini. Mereka banyak melakukan perlawanan intelektual dan sanggup mengintegrasikan perlawanan diberbagai daerah. Beberapa orang dari sekian banyak pahlawan tipe ini yang menonjol adalah Dwi-Tunggal Soekarno-Hatta, Ki Hadjar Dewantara, Sjahrir, Tan Malaka, Tjokroaminoto.
Tentu selain pahlawan tersebut, ada sangat banyak pahlawan lain yang menjadi pelopor diberbagai komunitas dan organisasi. Seperti Samanhudi dan teman-teman sebagai pendiri Sarekat Dagang Islam yang kemudian berkembang menjadi Sarekat Islam. Kemudian para pelajar STOVIA mendirikan Budi Utomo yang diketuai oleh Dr. Soetomo. Tentu mereka ini juga merupakan pahlawan dibalik meja. Dan masih banyak lagi.
Baik pahlawan pegang senjata maupun pahlawan dibalik meja, keduanya sama-sama berjuang diatas identitas diri yang kuat. Mereka adalah pahlawan orisinal
Bagi penulis, yang menarik adalah kedua-dua tipe pahlawan tersebut memiliki kesamaan yang cukup penting bagi kemerdekaan Indonesia dan juga masih sangat relevan diterapkan di masa kini. Mereka semua sama-sama berjuang dengan identitas diri yang kuat. Mereka adalah pejuang orisinal yang mengupayakan kemerdekaan tanahnya sendiri dengan kekuatan budaya dan sumber daya manusianya sendiri. Tidak ingin menggantungkan perjuangan pada kekuatan lain dari negara dan budaya lain.
Lihat saja dari penggunaan senjata para pahlawan angkat senjata. Mereka dengan penuh percaya diri dan keberanian mengusir serdadu colonial hanya dengan sebatang bamboo yang ujungnya dilancipi. Paling keren diantaranya barangkali hanya pejuang membawa senapan, itupun hasil curian dari tentara lawan.
Para perumus Pancasila pun menyusun dengan sangat teliti dan detail berdasarkan aspek sosio-kultural bangsa ini, tidak terpengaruh kekuatan kolonial yang saat itu masih bercokol. Nilai Ketuhanan pun dimasukkan dalam penyelenggaraan negara karena melihat bahwa "Tuhan telah menyejarah" pada bangsa ini selama berabad-abad (Yudi Latief, 2011).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!