Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Unika Soegijapranata - Pegiat Permakultur di Alam Lejar Bhumi Immaculata - Pendidik di Wisma Remaja Bagimu Negeriku

Menulis itu kemerdekaan!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menumbuhkan Pahlawan-pahlawan Orisinal Masa Kini

10 November 2021   01:00 Diperbarui: 10 November 2021   07:08 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pixabay.com || Ilustrasi pahlawan pegang senjata

A. Refleksi Dari Pahlawan Terdahulu

1. Pahlawan

Menurut KBBI, pahlwan memiliki arti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani; hero. Dari definisi pahlawan tersebut ada tiga kata kunci, yaitu keberanian, pengorbanan dan kebenaran.

Sementara menurut penulis, pahlawan nasional adalah mereka yang semasa hidupnya berjuang dan berkorban dengan berani demi kemajuan bangsa Indonesia baik sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan.

Pahlawan itu berani, rela berkorban dan berjuang demi kebenaran

Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa keberanian adalah karakter yang harus dimiliki seorang pahlawan, pengorbanan adalah keniscayaan yang harus dilakukan seorang pahlawan dan kemajuan bangsa adalah kebenaran yang harus diupayakan oleh seorang pahlawan.

2. Belajar dari Tokoh Pahlawan

Tokoh pahlawan Indonesia dahulu adalah individu yang berperan dalam upaya pembebasan Indonesia dari belenggu penjajahan. Pahlawan terdahulu berjuang dengan berbagai kemampuan spesifiknya, melalui politik, pendidikan, angkat senjata hingga aktivitas keagamaan.

Mereka adalah pahlawan-pahlawan, yang meskipun pada masa tertentu belum saling menyatu-padu, tetapi sama-sama memperjuangkan kemerdekaan dari belenggu kolonialisme. Kita masyarakat sekarang harus mampu memetik nilai dari perjuangan pahlawan terdahulu. 

Mereka tidak saling kenal dan bahkan masih tercerai-berai di daerahnya masing-masing, tetapi memiliki semacam "rasa yang sama", yaitu hasrat akan kebebasan. Tidak hanya memiliki rasa yang sama, mereka juga memiliki daya juang yang sama untuk mewujudkan kebebasan (kemerdekaan) itu melalui berbagai instrumen perjuangan.

Rasa memiliki bangsa Indonesia harus tumbuh pada setiap individu di masyarakat

Nilai inilah yang penulis rasa perlu kita adopsi dari tokoh pahlawan di masa lampau. Rasa memiliki akan bangsa ini harus tertanam didalam benak setiap kita. Begitu juga dengan daya juang untuk terus memelihara dan memajukan Indonesia.

3. Pahlawan "pegang senjata" dan Pahlawan "dibalik meja"

Kalau penulis boleh beropini (sebagai seorang pembelajar), tipe pahlawan Indonesia ada 2, yaitu pahlawan pegang senjata dan pahlawan dibalik meja.

Pahlawan pegang senjata yang cukup termasyur mungkin adalah Jenderal Soedirman dan Pangeran Diponegoro. Kedua tokoh pahlawan ini dikenal karena perjuangannya melawan penjajahan melalui kekuatan militer.

Pahlawan pegang senjata ini bukanlah tentara yang terlatih dan menggunakan senjata modern seperti pada pihak kolonial. Sudah melegenda, perjuangan pahlawan pegang senjata hanya menggunakan alat/senjata apa adanya, seperti bambu runcing atau senjata-senjata tradisional seperti keris dan golok. Di beberapa daerah ada juga perlawanan menggunakan senjata sumpit, seperti di Kalimantan.

Pahlawan tipe kedua adalah pahlawan dibalik meja. Mereka ini pejuang yang mungkin tidak konfrontasi langsung dengan pihak penjajah. Mereka adalah pejuang yang bergerak melalui berbagai bidang non-militer, seperti politik, keagamaan hingga pendidikan.

Sumber : pixabay.com || Ilustrasi pahlawan dibalik meja
Sumber : pixabay.com || Ilustrasi pahlawan dibalik meja

Di awal abad ke-20 banyak tumbuh pahlawan-pahlawan tipe ini. Mereka banyak melakukan perlawanan intelektual dan sanggup mengintegrasikan perlawanan diberbagai daerah. Beberapa orang dari sekian banyak pahlawan tipe ini yang menonjol adalah Dwi-Tunggal Soekarno-Hatta, Ki Hadjar Dewantara, Sjahrir, Tan Malaka, Tjokroaminoto.

Tentu selain pahlawan tersebut, ada sangat banyak pahlawan lain yang menjadi pelopor diberbagai komunitas dan organisasi. Seperti Samanhudi dan teman-teman sebagai pendiri Sarekat Dagang Islam yang kemudian berkembang menjadi Sarekat Islam. Kemudian para pelajar STOVIA mendirikan Budi Utomo yang diketuai oleh Dr. Soetomo. Tentu mereka ini juga merupakan pahlawan dibalik meja. Dan masih banyak lagi.

Baik pahlawan pegang senjata maupun pahlawan dibalik meja, keduanya sama-sama berjuang diatas identitas diri yang kuat. Mereka adalah pahlawan orisinal

Bagi penulis, yang menarik adalah kedua-dua tipe pahlawan tersebut memiliki kesamaan yang cukup penting bagi kemerdekaan Indonesia dan juga masih sangat relevan diterapkan di masa kini. Mereka semua sama-sama berjuang dengan identitas diri yang kuat. Mereka adalah pejuang orisinal yang mengupayakan kemerdekaan tanahnya sendiri dengan kekuatan budaya dan sumber daya manusianya sendiri. Tidak ingin menggantungkan perjuangan pada kekuatan lain dari negara dan budaya lain.

Lihat saja dari penggunaan senjata para pahlawan angkat senjata. Mereka dengan penuh percaya diri dan keberanian mengusir serdadu colonial hanya dengan sebatang bamboo yang ujungnya dilancipi. Paling keren diantaranya barangkali hanya pejuang membawa senapan, itupun hasil curian dari tentara lawan.

Para perumus Pancasila pun menyusun dengan sangat teliti dan detail berdasarkan aspek sosio-kultural bangsa ini, tidak terpengaruh kekuatan kolonial yang saat itu masih bercokol. Nilai Ketuhanan pun dimasukkan dalam penyelenggaraan negara karena melihat bahwa "Tuhan telah menyejarah" pada bangsa ini selama berabad-abad (Yudi Latief, 2011).

Kedua tipe pahlawan berjuang dengan identitas kebangsaan yang kuat

Artinya dari contoh ini, bahwa pahlawan terdahulu adalah pahlawan yang orisinal. Entah itu berada dilapangan pertempuran atau dibalik meja, keduanya berjuang dengan identitas kebangsaan yang kuat. Berani berjuang dan tumbuh dari akar bangsanya sendiri. Mereka adalah pahlawan orisinal.

B. PENDIDIKAN SEBAGAI SARANA MENUMBUHKAN PAHLAWAN ORISINAL

1. Tentang anak yang "hilang identitas dirinya"

Ada sebuah meme yang pernah penulis lihat, menampilkan perbandingan antara pemuda jaman dulu (masa kolonial) dengan pemuda jaman sekarang. Menggelikan, terlihat pada gambar pemuda jaman dulu adalah pejuang angkat senjata yang mati-matian mengusir penjajah dan mengibarkan bendera merah putih. Sedangkan pemuda jaman sekarang sibuk bergoyang didepan kamera smartphone, entah itu selfie ataupun tiktokan.

Sumber : www.wowkeren.com || Ilustrasi pemuda jaman dulu dan pemuda jaman sekarang
Sumber : www.wowkeren.com || Ilustrasi pemuda jaman dulu dan pemuda jaman sekarang

Bagi penulis yang termasuk generasi z, hal ini adalah menggelikan sekaligus ironis. Perkembangan jaman tentu tak bisa dihindari. Tapi apabila generasi muda kehilangan identitas kebangsaannya, tentu orang awam pun tahu bahwa ini masalah.

Mari sedikit menyinggung soal demam Korea. Bagaimana kebudayaan asing ini demikian kuat bercokol pada diri banyak anak-anak muda Indonesia. Bahkan sampai Ibu-Ibu pun terpengaruh !

Sumber : www.idntimes.com || Ilustrasi boy band korea sebagai budaya populer
Sumber : www.idntimes.com || Ilustrasi boy band korea sebagai budaya populer

Satu sisi kita perlu belajar dari Korea Selatan dalam hal industrialisasi kebudayaan. Korsel berhasil dalam melakukan ekspansi budayanya ke negara-negara lain sehingga budayanya menjadi mendunia. Pemerintah Korsel mengupayakan industrialisasi kebudayaan dengan sangat serius, melalui strategi Hallyu (Tim Kreatif LKM UNJ, 2017).

Sumber : pixabay.com || Ilustrasi alfabet dan pakaian asli Korea Selatan
Sumber : pixabay.com || Ilustrasi alfabet dan pakaian asli Korea Selatan

Kita bisa belajar banyak dari Korea Selatan melalui keberhasilan industrialisasi budayanya dan sistem pendidikannya. Tapi, jangan hanya berhenti belajar dari Korsel dan mengaguminya! Kita bangsa Indonesia juga harus bangkit, bagaimana budaya Indonesia dapat menjadi pusat perhatian dunia. Dan kita harus bangga akan budaya kita itu !

Kebanyakan pelajar kita mengalami krisis identitas, tergerus oleh budaya asing

Mari lihat pelajar-pelajar sekarang. Tidak berlebihan bukan bila penulis bilang kalau mereka adalah anak-anak yang potensial kehilangan identitas kebangsaannya ? Bahkan kekaguman mereka akan tokoh-tokoh pahlawan masa lampau atau tokoh-tokoh Indonesia masa kini sudah tergantikan dengan figur-figur lain dari luar, yang tentu memiliki akar budaya yang berbeda. Contoh ini  menunjukkan anak-anak ibu pertiwi yang sedang hilang identitas dirinya. 

Lalu apa yang bisa kita perbuat sebagai masyarakat Indonesia ? Satu hal yang bisa menjadi salah satu solusi bagi tumbuhnya identitas kebangsaan yang kuat pada anak-anak adalah pendidikan.

2. Pendidikan lokalitas dalam menumbuhkan pahlawan orisinal masa kini

Pahlawan orisinal artinya pahlawan yang berjuang membangun bangsanya sendiri, dengan watak dan kepribadian asli.

Manusia orisinal Indonesia bukan hanya orang yang terlahir secara fisik di Indonesia. Manusia orisinal Indonesia adalah sosok ideal yang harus diperjuangkan dari hari ke hari, sebagai upaya bahu-membahu seluruh masyarakat, bukan hanya penyelenggara negara.

Pendidikan dalam hal ini menurut penulis berperan penting. Terutama dalam upaya penguatan watak asli bangsa berbasiskan budaya lokal.

Sumber : pixabay.com || Ilustrasi anak-anak dengan aktivitas lokalnya
Sumber : pixabay.com || Ilustrasi anak-anak dengan aktivitas lokalnya

Penulis mengapresiasi rumusan-rumusan pendidikan yang sudah memuat unsur lokalitas Indonesia. Namun hendaknya hal itu tidak cantik diatas kertas saja. Melainkan harus benar-benar diaplikasikan dalam keseharian di sekolah.

Sekolah (tingkat menengah atas) misalnya bisa menerapkan semacam tes tengah semester yang mewajibkan anak-anak untuk meneliti persoalan riil di lingkungan terdekatnya (per-tengah semester). Penelitian ini harus dilakukan secara berkelompok. Kemudian setiap kelompok membuat proposal yang diajukan kepada sekolah/pengampu/guru yang memuat solusi untuk permasalahan sosial tersebut. Tentu solusi tersebut harus memuat kompetensi dasar yang dimiliki oleh anak tersebut. Disinilah letak pendidik sebagai fasilitator dan pendamping.

Ambil contoh siswa SMA IPA menganalisis adanya persoalan didaerahnya berupa rusaknya tanah akibat penggunaan pupuk kimia berlebihan oleh petani. Kemudian kelompok siswa tersebut memiliki solusi untuk mengadakan sosialisasi sekaligus praktek lapangan kepada para petani mengenai pembuatan pupuk organik ramah lingkungan dari bahan sampah makanan di Desa dan Pasar Tradisional terdekat. 

Tentu, pembuatan pupuk organik tersebut juga hasil dari pengetahuan dan pembelajaran siswa SMA IPA tersebut di sekolah. Jadi poinnya, anak-anak tidak hanya belajar untuk ilmu (pengetahuan), tetapi terlebih belajar untuk peduli pada sekitar. Sehingga orientasinya adalah perubahan sosial, bukan semata-mata hanya prestasi akademik.

Bagi siswa SMA IPS misalnya berupaya ikut ambil bagian dalam penyampaian aspirasi penggunaan dana desa atau mungkin menjadi pelopor pemberdayaan warga pengangguran melalui Koperasi Unit Desa. Tentu, unsur-unsur karakter bangsa seperti musyawarah, empati dan gotong-royong akan secara bertahap tumbuh melalui kegiatan pembelajaran riil semacam itu.

Bisa juga kegiatan sosial lain seperti berbagi makanan dan minuman kepada pengemis atau gelandangan di jalan. Dengan catatan kegiatan ini harus rutin dan sistematis dilakukan.

Sumber : Dok. pribadi tentang tiga pelajar yang berbagi makanan kepada gelandangan
Sumber : Dok. pribadi tentang tiga pelajar yang berbagi makanan kepada gelandangan

Mungkin hal-hal berbau "terjun langsung di masyarakat" dengan berlandaskan lokalitas masyarakat tersebut harus digenjot kepada para pelajar. Hal ini guna menumbuhkan kecintaan pelajar pada lokalitas bangsa.

Menyukai budaya luar seperti K-POP tentu boleh boleh saja. Tapi jangan lupa, ada yang harus kita bangun di negara Indonesia ini. Ini amanat agung para pahlawan terdahulu kepada setiap Warga Negara Indonesia.

Kurikulum pendidikan formal harus menggenjot pelajar untuk terjun di masyarakat secara riil dan sistematis

Demikianlah, bagi penulis pentingnya kurikulum pendidikan formal secara riil harus menggenjot pelajar untuk terjun di masyarakat dan berupaya mengangkat keindahan lokalitas bangsa Indonesia.

C. REFLEKSI

Peringatan Hari Pahlawan tahun ini hendaknya tidak menjadi seremoni belaka yang banyak diperingati oleh sekolah-sekolah di penjuru negeri. Hari Pahlawan harus menjadi titik balik bahwa di masa kini, Indonesia butuh pribadi-pribadi yang mampu berdiri diatas dasar budaya bangsanya sendiri.

Perkembangan jaman harus dihadapi, tapi jati diri bangsa tidak boleh luntur. Identitas yang kuat akan menjadi pondasi kokoh buat menghadapi perkembangan jaman.

Bagi penulis, tumbuhnya pahlawan-pahlawan orisinal seperti ini harus diupayakan melalui pendidikan yang tepat. Pendidikan yang berorientasi pasar boleh-boleh saja. Lulusan sekolah/perguruan tinggi harus related dengan permintaan pasar sah-sah saja. Tapi apabila pada suatu titik itu berlawanan dengan akar budaya bangsa, maka perlu dikritisi. Kita perlu refleksi, apakah pendidikan berbasis budaya bangsa masih diterapkan secara riil atau tidak. Atau hanya berada diatas kertas saja ?

Mudah-mudahan refleksi Hari Pahlawan ini bisa menyentuh pembaca, agar dapat ikut ambil bagian dalam upaya membangun sumber daya manusia yang kelak akan menjadi pahlawan-pahlawan bangsa yang orisinal melalui pendidikan.

Tentu pendidikan amat luas, tidak melulu pada lingkup sekolah atau kampus. Pembaca bisa ikut ambil bagian dengan berbagai cara dan spesialisasi pekerjaan. Selamat berjuang !

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun