Bicara anak sebagai subyek utama pendidikan, secara tidak langsung memposisikan orang dewasa terdekatnya sebagai pemegang peranan penting.Â
Ini berarti stimulus orang dewasa terhadap anak tidak bisa dianggap remeh. Itu adalah hal penting yang sangat berpengaruh bagi perkembangan anak.
Mari kita orang dewasa sedikit berkaca diri. Acapkali kita sebagai pemandu, pendamping dan pendidik anak menjadi egosentris ketika berhubungan dengan mereka.Â
Kita sering kali menggunakan sudut pandang kita sebagai patokan pada tindak-tanduk anak. Apa yang tidak sesuai dengan kehendak kita dianggap sebagai pelanggaran.
Mari bayangkan dalam sebuah ruang kelas, terlihat beberapa anak yang amat antusias mengikuti pelajaran matematika, duduk serius di barisan terdepan.
Ketika sang guru melontarkan beberapa pertanyaan, anak-anak terdepan ini memiliki respon menjawab yang cukup cepat.Â
Mereka kerap kali mendapat nilai di atas rata-rata. Hal tersebut tentu membuat bangga sang guru. Kemudian, bagaimana dengan anak-anak lainnya?
Anak-anak lain nampak ada yang sungguh mengikuti pelajaran namun tidak konsisten. Ada pula yang menggigit pulpen sembari melayangkan pandang keluar kelas. Ada yang asyik mencorat-coret gambar tak jelas di kertas. Ada pula di sudut belakang kelas anak yang sedang asyik dengan lamunanya.
Anda bisa membayangkan apa yang ada dalam pikiran sang guru?Â
Anak responsif yang berada di barisan terdepan adalah anak-anak rajin dan yang serius bersekolah. Berarti pula serius untuk belajar. Mereka rajin mencatat, rajin menghitung, rajin menjawab dan serius memperhatikan apapun yang diucapkan sang guru.
Bagaimana dengan anak-anak yang lain? Anak-anak lain yang melamun adalah anak-anak malas. Anak yang mencorat-coret di kertas adalah anak-anak bandel sulit diatur. Anak-anak yang memperhatikan namun tidak konsisten juga tak jauh dari anak-anak malas.