Mohon tunggu...
hasran wirayudha
hasran wirayudha Mohon Tunggu... Wiraswasta - welcome to my imagination

orang kecil dengan cita-cita besar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lem Aibon Jadi Primadona, E-Budgeting Jadi Kambing Hitam

6 November 2019   16:01 Diperbarui: 6 November 2019   16:25 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: hipwee.com

Publik tanah air digemparkan dengan adanya penemuan janggal sekaligus lucu pada RAPBD DKI 2020, betapa tidak, ada pos anggaran yang sangat tidak rasional dan sangat merugikan keuangan daerah yaitu adanya anggaran lem Aibon sebesar Rp 82,8 milyar dan Pulpen Rp 123 Milyar. 

Saya tahu kalau DKI memiliki duit yang berbukit-bukit, tetapi bukan berarti bisa dihambur-hamburkan begitu saja, sebab yang namanya duit pemerintah baik daerah atau pusat merupakan duit rakyat yang kegunaannya untuk kemaslahatan rakyat sehingga harus betul-betul tepat guna dan tepat sasaran, jangan sampai duit rakyat digunakan untuk memperkaya diri sendiri.

Polemik RAPBD DKI 2020 ini mencuat ke permukaan dan menggemparkan masyarakat Indonesia sebab RAPBD itu sudah masuk tahap persetujuan DPRD DKI yang artinya segala penyusunan anggaran sudah berjalan dengan seharusnya dan sudah disetujui oleh kepala daerah yakni gubernur DKI, Anies Baswedan.

Setelah kejanggalan pada RAPBD DKI 2020 mencuat dan heboh sang gubernur hanya berkilah dan menyalahkan sistem e-budgeting yang merupakan sistem peninggalan gubernur terdahulu yaitu Ahok. Sistem e-budgeting itu dirancang agar penyusunan anggaran bersifat transparan, bisa dilihat langsung oleh masyarakat hingga unit-unit terkecil anggaran sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi rencana penggunaan duit rakyat pada tahun 2020 mendatang.

Sistem e-budgeting ini selain untuk transparansi juga untuk memudahkan KPK dalam melakukan pengawasan terhadap penganggaran sehingga bisa mencegah terjadinya rencana korupsi oleh oknum-oknum pemerintah yang tidak bertanggung jawab.

Sistem e-budgeting dirancang dengan teliti agar kepala daerah bisa mengetahui langsung apakah anggaran yang dibikin sudah sesuai aturan ataukah ada kejanggalan anggaran baik berupa anggaran siluman, atau anggaran dengan nilai yang tidak rasional.

Dalam proses penyusunan RAPBD DKI menggunakan sistem e-budgeting akan rampung apabila sang kepala daerah sudah menyetujui rancangan itu melalui e-budgeting dan kemudian barulah RAPBD DKI itu akan diserahkan kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui sebagai APBD DKI 2020.

E-budgeting hanyalah program yang dirancang sebagai sarana untuk mempermudah penyusunan anggaran bukan sebagai pembuat anggaran sebab sistem e-budgeting ini tetap memerlukan tenaga manusia untuk input data sebelum diolah oleh program. Apa yang ditampilkan oleh program e-budgeting merupakan angka-angka yang memang dimasukkan atau input oleh petugas (manusia), sehingga kalau ada angka yang tidak wajar itu memang hasil inputnya seperti itu bukan kesalahan sistemnya.

E-budgeting itu mirip seperti program akunting, jika kita memasukkan nilai anggaran Rp 82milyar maka yang akan ditampilkan dalam laporan juga Rp 82 milyar. E-budgeting tidak memiliki otak dan perasaan seperti halnya manusia, e-budgeting hanyalah sebuah program atau alat untuk membantu manusia dalam menyusun anggaran.

Apa yang tertera dalam RAPBD DKI tentang lem aibon yang dianggarkan Rp 82.8Milyar dan Pulpen yang dianggarkan sebesar Rp 123 Milyar memang itulah data yang diinput petugas secara sadar dan sengaja, sehingga sangat tidak tepat kalau kejanggalan RAPBD DKI itu menyalahkan program e-budgeting yang tidak tahu apa-apa, lebih tepatnya itu adalah kenapa petugas menginput data lem aibon dan pulpen dengan ratusan milyar dan itulah yang harus ditelusuri, apalagi RAPBD sudah disetuji oleh gubernur.

Kemudian setelah lem aibon menjadi primadona pemberitaan media muncullah kalangan yang secara sadar melaporkan pihak yang menemukan kejanggalan RAPBD DKI kepada polisi dengan tuduhan macam-macam untuk menggiring opini masyarakat dan melupakan HAL PENTING yaitu mencegah uang rakyat dikorupsi dan dihambur-hamburkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Setelah kasus ini bergulir panas, sang gubernur kemudian mengeluarkan pernyataan ingin mengganti sistem e-budgeting karena dianggap tidak cukup baik dan saya hanya tertawa mendengar pernyataan itu keluar dari seorang kepala daerah, sebab akar permasalahan ini adalah adanya keinginan oknum manusia untuk merampok uang rakyat dengan cara mark up anggaran, dan masyarakat Indonesia khususnya DKI seharusnya berterima kasih pada sistem e-budgeting sebab kita bisa tahu ada anggaran yang janggal dan tidak rasional.

Mari kita buka pikiran dan logika siapa yang harus dibela dan siapa yang harus dituntut pertanggung jawaban adanya anggaran janggal ini, jangan sampai kita terkecoh oleh oknum-oknum yang berusaha membelokkan dan menggiring opini publik kearah yang salah. bayangkan kalau anggaran lem aibon dan pulpen ini tembus maka sudah pasti Rp 200 Milyar uang rakyat akan terbang begitu saja dan hinggap dalam kantong-kantong oknum yang ingin melakukan korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun