Smartphone sekarang ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia, hampir semua orang punya smartphone. Mulai dari anak-anak hingga dewasa dan orang tua.Â
Keberadaan smartphone dengan jutaan aplikasi dan game yang tersedia gratis menambah daya tarik untuk memiliki smartphone, bahkan cenderung mengubah pola pikir masyarakat menjadi ketergantungan dan kecanduan layaknya narkotika. Betapa tidak, saking asyiknya seseorang menggunakan smartphone untuk media sosial atau game membuat lupa waktu, keluarga, pekerjaan, hingga ibadah.
Ketergantungan smartphone saat ini sudah mencapai titik nomophobia (ketakutan saat tidak ada HP). Zaman memang makin berkembang smartphone memberikan berbagai kemudahan dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya kita mau pergi ke suatu tempat namun malas menggunakan motor sendiri dan malas berjalan mencari tukang ojek. Hanya dengan bermodal aplikasi smartphone kita sudah bisa pesan ojek yang menjemput kita dari rumah dan mengantarkan kita ke tempat tujuan dengan biaya yang relatif murah.Â
Kemudian saat kita sedang lapar namun malas keluar rumah karena hari sedang terik, cukup ambil smartphone dan buka aplikasi pesan makanan online dan walaahh,, sang pengantar sudah sampai rumah membawa makanan yang kita pesan melalui aplikasi.
Begitu banyak kemudahan yang ditawarkan berbagai aplikasi dalam smartphone sedikit demi sedikit mengubah mental seseorang menjadi ketergantungan atau kecanduan smartphone. Orang rela tidak makan asal kuota internet ada, seakan kuota itu seperti bahan pokok.
Akibat ketergantungan smartphone melahirkan banyak ide-ide bisnis seperti konten creator, endorsement, dan adsense. Menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tak terhingga, bahkan ada selebgram yang mampu meraup miliaran rupiah dalam sebulan menjalankan bisnis ini.
Pernahkah kita berfikir untuk mencoba hidup satu hari tanpa menyentuh smartphone? Jika belum, mungkin ini saatnya untuk mencoba melepaskan diri dari cengkraman smartphone selama 1x24 jam. Jika kalian berhasil maka kalian termasuk orang yang masih belum terjangkit nomophobia ( no mobile phone phobia).
Apalagi kalau kita sudah punya istri atau suami dan anak, jangan sampai keluarga kita terjangkit nomophobia karena secara psikologi akan memengaruhi kepribadian dan  mental seseorang dalam waktu yang panjang.
Orang yang terbiasa menghabiskan waktu menggunakan smartphone cenderung menurunkan interaksi sosialnya dengan lingkungan. Lebih merasa bahagia saat main game online ketimbang bermain di lapangan bersama teman. Kalau ini dibiarkan terus menerus mungkin suatu saat akan membuatnya pemalu jika berinteraksi langsung dengan dunia luar atau di Jepang terkenal dengan istilah hikikomori.
Jika kita flashback ke masa saat kita masih kecil tahun 90an sebelum ponsel masuk dalam sendi-sendi kehidupan, berteman dan berinteraksi langsung memberikan kesenangan dan kenangan yang tiada tara. Meski sering berantem, tidak membuat ikatan kita putus. Justru semakin erat. Coba ingat-ingat siapa orang yang dulu sering berantem dengan kita? Saya yakin hingga sekarang kalian masih menjadi teman dekat.Â
Keberadaan smartphone memang memudahkan namun juga bisa menyesatkan seperti pepatah modern, "media sosial itu mendekatkan yang jauh tapi menjauhkan yang dekat." Pepatah itu fakta yang tak terbantahkan.
Ketika kita ngumpul-ngumpul bersama teman kelas kemudian mereka sibuk dengan dunianya sendiri dengan smartphone membuat acara kumpul-kumpul semacam itu tak berarti dan tak meninggalkan kenenangan yang baik di masa yang akan datang.Â
Bahkan dalam rumah pun ketika sedang kumpul keluarga dan masing-masing sibuk dengan jari-jemarinya membuat suasana itu tak seperti keluarga sebenarnya. Mereka seakan memasang dinding-dinding pembatas yang orang lain tak boleh memasukinya dan itu sesuatu yang sangat buruk untuk keluarga.
Makanya sebelum smartphone itu mencengkram lebih erat lagi, alangkah baiknya kalau dalam seminggu minimal 1 hari khusus tanpa smartphone, apakah bisa?
Awalnya memang sedikit susah, banyak alasan yang muncul seperti takut ada yang nelponlah, takut ada email pentinglah, dan sebagainya. Tapi satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa kita bekerja untuk diri kita bukan untuk perusahaan.
Diri kita pantas mendapatkan apresiasi atas kerja kerasnya selama satu minggu dengan refreshing tanpa diganggu urusan pekerjaan. Kalau liburanmu masih diganggu pekerjaan maka kamu bekerja bukan untuk diri sendiri.
Jika kalian belum berkeluarga, ajaklah teman kuliah atau teman sekelas untuk melakukan kegiatan bersama tanpa membawa smartphone, misalnya hiking, travelling, outbond, kamping, dan lain-lain. kegiatan-kegiatan interaksional seperti itu akan menurunkan kadar candu smartphone dalam otak. Ketika kamu merasa bahwa interaksi langsung itu lebih menyenangkan daripada main game online, medsos, dan lainnya, maka selamat anda tidak terjangkit nomo phobia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H