Halloo.. Selamat siang.. Selamat berakhir pekan untuk kita semua, semoga kita menikmati akhir pekan yang bahagia dan membahagiakan. hmhm..
Bersepeda itu memang asik, menarik, sehat dan menyegarkan, terutama jika kita melakukannya dengan penuh suka cita. Kebetulan aku adalah orang kampung, di kampung bersepeda itu menjadi sebuah kemampuan dasar yang orang-orang jadikan sebagai acuan jika ingin bisa mengendarai sepeda motor, sebab banyak yang berpendapat kalau belum bisa mengendarai sepeda, maka akan susah untuk bisa memakai  sepeda motor. Menurut mereka setelah kita bisa mengendarai sepeda, maka akan mempunyai daya keseimbangan tubuh yang baik diatas kendaraan roda dua, sehingga akan mempermudah jika ingin mengendarai sepeda motor. Bagi ku pendapat itu ada benarnya juga karena sebelum ada motor kan ada sepeda dulu, maka sudah sewajarnya jika ingin lancar mengendarai motor harus pandai dulu bersepeda, hehe..
Cerita bersepeda yang pernah ku alami memang banyak, akan tetapi ada satu cerita yang menurutku cukup istimewa, sebab berkaitan dengan situasi dan kondisi yang sedang menerpa ku kala itu. Adalah ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di Kota Bandung untuk melanjutkan kuliah. Dimana saat itu, tekad ku untuk melanjutkan kuliah hanya bermodalkan resiko, resiko tidak bisa mencukupi biaya kuliah karena perekonomian keluarga sedang lemah. Akan tetapi, berkat semangat yang tinggi dan beberapa rencana untuk mengatasi masalah tersebut aku memutuskan untuk tetap berangkat ke Bandung. Setibanya di Bandung, aku berhasil masuk ke salah satu perguruan tinggi swasta, kuliah di kampus swasta semakin membuat ku tertekan karena biayanya yang lebih dan yah begitulah.
Oleh karena itu, setelah mulai kuliah aku berniat menjalankan rencana yang telah ku rancang sebelumnya untuk mengatasi masalah perekonomian orang tua ku tadi, rencananya adalah mencari peluang usaha. Untuk itu aku perlu tahu dulu usaha apa yang potensial di kota ini, lalu aku memulai misi tersebut dengan mengelilingi Kota Bandung. Awalnya, aku mencari ide pergi kesana kemari dengan naik angkot tetapi aku merasa tekor karena tarif angkot disini tidak bersahabat. Kemudian terpikir lah oleh ku untuk mencari alternatif agar tidak boros yaitu dengan membeli sebuah sepeda.
Ku beli lah sebuah sepeda setengah pakai dari seorang teman kuliah seharga Rp. 600.000. Bagi ku sepeda itu bagus dan gagah karena kondisinya yang terawat dan tampilannya yang menarik, perpaduan warna biru-hitam membuat ku semakin tertarik untuk mengendarainya. Posisi tempat duduknya yang tinggi dan stangnya yang rendah menambah sensasi sedang mengendarai moge (motor gede) ala pembalap kelas dunia. Ditambah lagi dengan gaya pengeremannya yang unik yaitu dengan menggowes (mengayuh sepeda) ke belakang, haha. Jadilah sepeda itu teman ku mengelilingi Kota Bandung selama beberapa bulan untuk mencari ide usaha potensial.
Rute pertama yang aku tempuh dalam petualangan itu adalah dari daerah Komplek Batununggal menuju ke daerah Cibiru melewati jalan Soekarno Hatta. Sungguh enak rasanya mengendarai sepeda itu, seperti orang luar negeri yang ada di negara-negara maju, menggowes sepeda dengan mengenakan sepatu, celana jeans, jaket, helm, hingga masker, rasanya seperti burung yang lepas dari sangkarnya, tak terasa keringat sudah membasahi seluruh badan. Dalam perjalanan itu, aku melihat banyak peluang usaha yang digeluti oleh warga setempat, mulai dari usaha jualan sarung tangan, masker, helm, dll. Terus menggowes ke arah Cibiru aku melihat banyak perusahaan, perkantoran, dan tempat perbelanjaan. Di pinggir jalan banyak orang berjualan tanaman-tanaman, dari yang berbuah hingga yang hanya bisa berbunga. Ada juga yang menjual buah saja, ada buah mangga, duku, rambutan, durian, dsb, kebetulan waktu itu sedang musim buah. Sampai ke daerah Cibiru banyak usaha kuliner di sepanjang jalan, jika masuk ke gang-gang atau jalan-jalan kecil di daerah pemukiman penduduk, maka kita akan banyak menjumpai usaha kos-kosan. Ternyata setelah aku kelilingi semua daerah yang ramai tersebut, disana terdapat sebuah kampus yang cukup terkenal  dan daerah Cibiru itu merupakan pintu gerbang masuk Kota Bandung dari arah Sumedang, sehingga wajar kalau disana banyak usaha-usaha tersebut.
Memang tak terasa paha sudah mulai kejang, masker sudah basah, tangan sudah tak sanggup memegang stang jika kita bersepeda dengan suka cita. Dan begitulah aku, setelah keliling di Cibiru tanpa istirahat aku langsung melanjutkan keliling menuju Terminal Cicaheum yang akan aku lanjutkan menuju Kiara Condong tembus ke Jalan Soekarno Hatta lagi, lalu pulang ke tempat aku memulai petualangan hari itu, begitulah menurut peta panduan perjalanan ku. Ketangguhan sepeda unik yang aku kendarai semakin teruji, lalu lalang kendaraan membuat aku dan sepeda ku tidak peduli. Jika macet bisa diatasi dengan jurus selip menyelip, jika ada hambatan didepan cukup dengan menggowes kebelakang lalu sepeda ku pun akan berhenti, jika kepanasan banyak halte yang bisa jadi tempat peristirahatan. Tetapi jika ada polisi, tenang.. kalau semuanya lengkap kita tidak akan kena tilang, hehe. Tetap sportif, bijaksana dan mematuhi peraturan lalu lintas harus menjadi prioritas utama dalam mengendarai sepeda karena pengguna jalan bukan kita saja kan, sip.
Menuju kearah Terminal Cicaheum, aku menemukan banyak lagi usaha yang sedang berjalan, seperti usaha pakaian, aksesoris, hingga usaha-usaha sayur mayur dan sembako yang berlangsung di Pasar Ujung Berung. Setelah tiba di Terminal Cicaheum aku melihat banyak orang menjalankan usaha kecil-kecilan seperti penjual es, rokok, cemilan, hingga ada toko-toko kue khas Kota Bandung. Terminal itu nampaknya cukup besar karena banyak bus-bus dalam kota dan luar kota berlalu lalang mencari penumpang. Setibanya disana, aku tidak berhenti karena waktu itu hari sudah agak sore dan aku belum terlalu tahu jalan daerah sana, maka dari itu aku terus melanjutkan perjalanan menuju Jalan A. Yani. Tak berapa lama terlihat petunjuk arah menuju Jalan Kiara Condong, aku pun terus menggowes sepeda. Tak jauh beda dari usaha-usaha yang telah aku lihat sebelumnya, di sepanjang jalan Kiara Condong hingga tiba di kos-kosan aku melihat usaha yang sama.
Petualangan ku pun berlanjut di hari-hari berikutnya, melewati Jalan Soekarno Hatta menuju ke daerah Cibaduyut, pusatnya perdagangan sepatu. Ternyata tidak hanya sepatu yang di jual di sana, ada juga yang menjual tas, sandal, celana, baju, hingga boneka, hehe. Setelah itu, aku keluar dari sana menuju ke daerah Kopo, melewati Terminal Leuwi Panjang yang merupakan salah satu terminal terbesar juga di Bandung, jika tidak masuk ke gang jalan Kopo atau lurus lagi ke jalan Soekarno Hatta akan terlihat banyak bus-bus antar propinsi di sana, seperti ke Lampung, Bengkulu, Palembang, dll. Setelah dari Kopo aku melanjutkan perjalanan menuju jalan Peta, gowes terus ke arah Pasar Andir, masuk pasar ternyata pasarnya lumayan kurang tertata tetapi banyak orang yang berkunjung disana, setelah aku masuk ke pasar tersebut ternyata disana pusatnya grosir pakaian, murah-murah lagi, haha, aku pun mendapatkan satu peluang disana kala itu, hm.
Setelah ke Pasar Andir aku melanjutkan perjalanan menuju Pasar Baru, kala itu aku tak sempat masuk ke pasar tersebut mengingat aku belum terlalu memahami jalan daerah sana, ditambah lagi dengan kebingungan ku mengenai tempat memarkirkan sepeda, hehe. Lalu aku langsung melanjutkan perjalanan menuju ke arah Tegal Lega, disana aku melihat banyak pedagang pakaian yang juga kurang teratur, banyak para pedagang yang berjualan di dalam Lapangan Tegal Lega itu menggunakan bahu jalan juga untuk menjajakkan dagangannya sehingga disana sering macet. Tetapi dari sana aku mengetahui sebuah bukti sejarah, ternyata di dalam Lapangan Tegal Lega itu ada Monumen Bandung Lautan Api, patungnya besar dan tampak seperti nyala api, he. Tapi sayang patungnya tidak begitu kelihatan dari luar lapangan karena terhalang oleh pepohonan yang tumbuh di pinggir lapangan. Setelah dari Tegal Lega aku langsung memutar sepeda menuju ke arah Jalan Buah Batu melewati Jalan BKR untuk langsung pulang menuju Batununggal.
Begitulah keseharian ku kala itu untuk mencari ide usaha, selain di tempat-tempat yang telah ku jelajahi tersebut aku juga menjelajah daerah-daerah terkenal seperti kawasan Jalan Asia Afrika, Braga, terus ke Alun-Alun yang sekarang semakin cantik dan menarik, tak lupa juga ke daerah Dago, berfoto dengan huruf D A G O yang terpisah, hehe. ke daerah Dipati Ukur mencicipi usaha minum-minuman dan makanan kreatif disana, semuanya kulakukan berkat bantuan sepeda second ku yang gagah itu. Sebenarnya tak seseru kedengaranya juga mengenai kisah penjelajahan ku kala itu, ada juga masalah yang kadang-kadang membuat ku kebingungan saat sedang di jalan, seperti masalah ban sepeda bocor. Aku bingung, pertama karena ban sepeda gagahku itu ukurannya kecil dan mencarinya agak susah. Kedua, tidak semua tempat tambah angin ban bisa mengisi angin ban sepeda itu karena ada adaptor spesial yang harus digunakan. Ketiga, tidak semua sudut di Kota Bandung itu mempunyai bengkel sepeda, sehingga membuatku kesulitan untuk menambal ban atau menambah angin. Suatu ketika, aku pernah mendorong sepeda hitam-biru ku itu dari jarak 2 km karena ban bocor dan tidak menemukan tempat untuk memperbaikinya, haha.
Setelah hampir 80% daerah di Kota Bandung berhasil aku kelilingi dengan bersepeda demi mencari ide usaha, akhirnya aku menemukan beberapa ide usaha dan tanpa pikir panjang aku pun langsung menjalankannya. Masih ditemani oleh sepeda ban kecil itu, aku menjalankan usaha jual beli pakaian. Pakaian pertama yang aku jual waktu itu adalah pakaian yang beredar di pasar dadakan setiap hari minggu yang ada di Lapangan Gasibu daerah Gedung Sate, haha, harganya murah, kalau bisa memilih barangnya bagus-bagus, he. Sepeda, ku gunakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut barang yang mau aku jual tersebut ke kos-kosan, maklum mahasiswa baru merintis usaha perlu berhemat, he. Akhirnya barang itu ku kirim ke daerah asal ku di Sumatera untuk dijual oleh keluarga disana. Tapi sayang usaha itu tidak berhasil karena kekurangpahamanku mengenai barang yang aku jual, tetapi karena sudah banyak ide yang ku dapatkan dari petualangan sebelumnya aku pun tak patah semangat, hingga cerita ini kukabarkan, aku sudah menjalankan lebih dari 5 usaha yang berbeda-beda, hm.
Seiring dengan berjalannya waktu dan melihat perkembangan usahaku yang kurang memuaskan. Aku berpikir untuk menuntaskan petualanganku mengelilingi Kota Bandung dengan sepeda adaptor unik ku lagi, tujuanku waktu itu ialah mengunjungi kakak ku yang juga sedang kuliah di daerah Jalan Setia Budi. Ku gowes lah sepeda melalui rute Buah Batu menuju ke Jalan Ir. H Juanda belok ke daerah Kebun Binatang, melewati jalanan yang turun lalu naik, masuk ke Jalan Cihampelas turun lagi, lalu berputar-putar kemudian belok menuju ke arah Lembang dan Setia Budi. Mungkin jalurnya berputar-putar karena waktu itu aku masih belum terlalu hafal mengenai jalan menuju Setia Budi, he. Setelah keringat bercucuran dan rasanya mulai kelelahan, aku masih terus menggowes sepeda ku. Lama kelamaan rasanya kaki ku mulai keram, aku tak tahu kenapa tetapi mengingat sepertinya perjalanan masih jauh aku pun terus mengayuh sepeda tanpa peduli dengan kaki ku. Akan tetapi, karena rasanya paha ku semakin berat mengayuh sepeda akhirnya aku berhenti di pinggir jalan, aku pun istirahat sembari berpikir "kenapa kaki ku begitu keram mengarungi perjalanan kali ini, biasanya tidak", setelah aku menoleh ke belakang, alamak! ternyata dari tadi aku mendaki bukit, haha. Setelah aku selidiki, ternyata jalan menuju Setia Budi itu semuanya menanjak, sangat tidak cocok untuk jenis sepeda yang aku gunakan karena sepeda ku bukan sepeda yang bergigi alias single gear, haha. Bertambahlah penderitaanku waktu itu, karena sepeda tidak bisa di gowes melewati tanjakan, terpaksa sepeda itu ku dorong lagi sekitar 1 km lebih menuju tempat kos-kosan kakak ku, haha.
Begitulah pengalaman bersepeda yang menurutku cukup istimewa, tidak hanya ide usaha yang akhirnya aku dapatkan dari kegiatan itu, aku jadi lebih berani mengelilingi Kota Bandung sendirian karena aku sudah hafal jalan-jalan umum sehingga aku yakin tidak akan kesasar. Aku juga sedikit banyak mengamati, memahami dan mengambil pelajaran dari kegigihan para ibu-ibu, bapak-bapak, kakek-kakek, akang-akang, teteh-teteh, serta adik-adik yang menjalankan usaha atau bekerja untuk mencari nafkah di sepanjang jalan yang aku lewati. Aku merasa tidak sebegitu buruk nasibnya dari orang-orang yang rela merendahkan harga dirinya di lampu-lampu merah hanya sekedar untuk mengisi perut mereka. Aku pun jadi lebih merasakan kerasnya perjuangan orang-orang di jalan raya, berebut jalan, serobot sana serobot sini, tegang sana tegang sini. Begitulah kehidupan di kota besar, banyak kebutuhan yang ingin dipenuhi, banyak keinginan yang harus dituruti, banyak perut yang minta di isi, akibatnya banyak orang hilang kendali. Untunglah aku dan sepeda jangkung ku tetap patuh pada misi, tidak terpancing oleh emosi, akhirnya kami mendapatkan apa yang dicari, hehe.
Salam gowes sepeda dari kami berdua,
Aku dan sepeda ku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H