Begitulah keseharian ku kala itu untuk mencari ide usaha, selain di tempat-tempat yang telah ku jelajahi tersebut aku juga menjelajah daerah-daerah terkenal seperti kawasan Jalan Asia Afrika, Braga, terus ke Alun-Alun yang sekarang semakin cantik dan menarik, tak lupa juga ke daerah Dago, berfoto dengan huruf D A G O yang terpisah, hehe. ke daerah Dipati Ukur mencicipi usaha minum-minuman dan makanan kreatif disana, semuanya kulakukan berkat bantuan sepeda second ku yang gagah itu. Sebenarnya tak seseru kedengaranya juga mengenai kisah penjelajahan ku kala itu, ada juga masalah yang kadang-kadang membuat ku kebingungan saat sedang di jalan, seperti masalah ban sepeda bocor. Aku bingung, pertama karena ban sepeda gagahku itu ukurannya kecil dan mencarinya agak susah. Kedua, tidak semua tempat tambah angin ban bisa mengisi angin ban sepeda itu karena ada adaptor spesial yang harus digunakan. Ketiga, tidak semua sudut di Kota Bandung itu mempunyai bengkel sepeda, sehingga membuatku kesulitan untuk menambal ban atau menambah angin. Suatu ketika, aku pernah mendorong sepeda hitam-biru ku itu dari jarak 2 km karena ban bocor dan tidak menemukan tempat untuk memperbaikinya, haha.
Setelah hampir 80% daerah di Kota Bandung berhasil aku kelilingi dengan bersepeda demi mencari ide usaha, akhirnya aku menemukan beberapa ide usaha dan tanpa pikir panjang aku pun langsung menjalankannya. Masih ditemani oleh sepeda ban kecil itu, aku menjalankan usaha jual beli pakaian. Pakaian pertama yang aku jual waktu itu adalah pakaian yang beredar di pasar dadakan setiap hari minggu yang ada di Lapangan Gasibu daerah Gedung Sate, haha, harganya murah, kalau bisa memilih barangnya bagus-bagus, he. Sepeda, ku gunakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut barang yang mau aku jual tersebut ke kos-kosan, maklum mahasiswa baru merintis usaha perlu berhemat, he. Akhirnya barang itu ku kirim ke daerah asal ku di Sumatera untuk dijual oleh keluarga disana. Tapi sayang usaha itu tidak berhasil karena kekurangpahamanku mengenai barang yang aku jual, tetapi karena sudah banyak ide yang ku dapatkan dari petualangan sebelumnya aku pun tak patah semangat, hingga cerita ini kukabarkan, aku sudah menjalankan lebih dari 5 usaha yang berbeda-beda, hm.
Seiring dengan berjalannya waktu dan melihat perkembangan usahaku yang kurang memuaskan. Aku berpikir untuk menuntaskan petualanganku mengelilingi Kota Bandung dengan sepeda adaptor unik ku lagi, tujuanku waktu itu ialah mengunjungi kakak ku yang juga sedang kuliah di daerah Jalan Setia Budi. Ku gowes lah sepeda melalui rute Buah Batu menuju ke Jalan Ir. H Juanda belok ke daerah Kebun Binatang, melewati jalanan yang turun lalu naik, masuk ke Jalan Cihampelas turun lagi, lalu berputar-putar kemudian belok menuju ke arah Lembang dan Setia Budi. Mungkin jalurnya berputar-putar karena waktu itu aku masih belum terlalu hafal mengenai jalan menuju Setia Budi, he. Setelah keringat bercucuran dan rasanya mulai kelelahan, aku masih terus menggowes sepeda ku. Lama kelamaan rasanya kaki ku mulai keram, aku tak tahu kenapa tetapi mengingat sepertinya perjalanan masih jauh aku pun terus mengayuh sepeda tanpa peduli dengan kaki ku. Akan tetapi, karena rasanya paha ku semakin berat mengayuh sepeda akhirnya aku berhenti di pinggir jalan, aku pun istirahat sembari berpikir "kenapa kaki ku begitu keram mengarungi perjalanan kali ini, biasanya tidak", setelah aku menoleh ke belakang, alamak! ternyata dari tadi aku mendaki bukit, haha. Setelah aku selidiki, ternyata jalan menuju Setia Budi itu semuanya menanjak, sangat tidak cocok untuk jenis sepeda yang aku gunakan karena sepeda ku bukan sepeda yang bergigi alias single gear, haha. Bertambahlah penderitaanku waktu itu, karena sepeda tidak bisa di gowes melewati tanjakan, terpaksa sepeda itu ku dorong lagi sekitar 1 km lebih menuju tempat kos-kosan kakak ku, haha.
Begitulah pengalaman bersepeda yang menurutku cukup istimewa, tidak hanya ide usaha yang akhirnya aku dapatkan dari kegiatan itu, aku jadi lebih berani mengelilingi Kota Bandung sendirian karena aku sudah hafal jalan-jalan umum sehingga aku yakin tidak akan kesasar. Aku juga sedikit banyak mengamati, memahami dan mengambil pelajaran dari kegigihan para ibu-ibu, bapak-bapak, kakek-kakek, akang-akang, teteh-teteh, serta adik-adik yang menjalankan usaha atau bekerja untuk mencari nafkah di sepanjang jalan yang aku lewati. Aku merasa tidak sebegitu buruk nasibnya dari orang-orang yang rela merendahkan harga dirinya di lampu-lampu merah hanya sekedar untuk mengisi perut mereka. Aku pun jadi lebih merasakan kerasnya perjuangan orang-orang di jalan raya, berebut jalan, serobot sana serobot sini, tegang sana tegang sini. Begitulah kehidupan di kota besar, banyak kebutuhan yang ingin dipenuhi, banyak keinginan yang harus dituruti, banyak perut yang minta di isi, akibatnya banyak orang hilang kendali. Untunglah aku dan sepeda jangkung ku tetap patuh pada misi, tidak terpancing oleh emosi, akhirnya kami mendapatkan apa yang dicari, hehe.
Salam gowes sepeda dari kami berdua,
Aku dan sepeda ku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H