Krisis energi ini akan mengakibatkan pemulihan ekonomi global akan terganggu apalagi dunia sedang dibayang-bayangi oleh varian baru Covid-19, B.1.1.529 (Omicron).Â
Bank Dunia bahkan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4,3% menjadi 4,1%. Padahal, Ekonomi Global sudah sempat rebound ke angka 5,5% pada tahun 2021 lalu. Kasus harian yang semakin meningkat diberbagai negara, bukan tidak mungkin realisasi pertumbuhan ekonomi global 2022 akan lebih rendah dari angka 4,1%.
Antara memikirkan wibawa bagi negara kita, atau ikut serta dalam menyelamatkan global dari krisis energi dan baying-bayang rendahnya pertumbuhan ekonomi yang semakin menghantui, dilematis sebenarnya.Â
Meski demikian, membuka keran ekspor tak sepenuhnya menunjukkan jika pemerintah tidak konsisten, apalagi belum sebulan kebijakan ini berjalan. Kebijakan ini sebenarnya situasional, jika stok untuk pasokan PLTU di dalam negeri sudah aman dalam jangka waktu tertentu, maka tidak ada salahnya juga ikut membantu negara lain sambil menggelorakan semangat mengembangkan energi terbarukan.
Ikut serta menjaga ketahanan global dari krisis energi adalah suatu bentuk dari negara berdaulat dan berpengaruh besar dalam kancah perekonomian dunia.Â
Bagi pemerintah, kesempatan ini sekaligus menjadi momentum untuk mempersiapkan dan memaksimalkan hilirisasi segala sumber daya alam agar kedepannya kita bisa manfaatkan untuk kebutuhan kita sendiri. Hasilnya tentu akan jauh lebih produktif baik secara kualitas maupun kuantitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H