Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS selalu berada di atas Rp 14.000,00 sejak tahun 2018 dan jika sampai menyentuh di bawah level 14.000, angka tersebut hanya bertahan dalam beberapa hari saja. Belakangan, nilai tukar Rupiah semakin menurun terhadap Dolar AS. Per Juni 2019 saja, Dolar AS berada di kisaran Rp 14.300,00.Â
Asumsi dari pemerintah semakin mendukung jika Dollar AS bisa menyentuh angka Rp 15.000,00 dan lebih karena berbagai faktor terutama karena ketidakpastian ekonomi global yang masih fluktuatif diprediksi masih akan terjadi pada tahun 2020 mendatang.
Bank Indonesia juga membuat pernyataan yang hampir mendekati, d imana BI memprediksi jika tahun 2020 Rupiah akan menyentuh angka Rp 14.900,00/ Dolar AS. Bukan tidak mungkin, angka tersebut bisa lebih besar, dan mungkin juga lebih kecil dari prediksi BI.
Imbas Perang Dagang AS VS Tiongkok
Bagi Indonesia sendiri, baik AS maupun Tiongkok merupakan dua negara yang sangat dibutuhkan Indonesia terutama dalam hal ekspor maupun impor.Â
Merujuk kepada pengaruh nilai kurs rupiah, salah satu faktor utamanya adalah tingkat ekspor negara Indonesia itu sendiri. Jika AS dan Tiongkok saling membatasi ekspor dan impor mereka, maka Indonesia akan kena imbasnya secara langsung.
AS dan Tiongkok merupakan dua negara utama tujuan ekspor non-migas negara Indonesia, terutama bahan baku. Pada 2018, Tiongkok menguasai 15,38% pasar ekspor Indonesia dengan nilai 14,48 Miliar Dolar AS. Sedangkan AS menguasai pasar ekspor Indonesia sebesar 10,29% dengan total nilai 10,11 Miliar Dolar AS. Dengan demikian, kedua negara tersebut berperan vital terhadap sumbangan ekspor negara Indonesia dengan persentase lebih dari 30%.Â
Perang dagang akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat akibat tarif tinggi yang dikenakan oleh Trump terhadap produk unggulan Tiongkok, yaitu teknologi dan komunikasi. Jika pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat, maka Tiongkok akan berusaha melakukan pembatasan kegiatan impor bahan baku dan melakukan pencarian alternatif bahan baku sendiri dari dalam negeri.
Jika hal itu terjadi, maka aktivitas ekspor negara Indonesia terhadap Tiongkok menjadi imbasnya. Nilai ekspor negara Indonesia akan semakin berkurang bahkan mengakibatkan defisit bagi neraca perdagangan negara Indonesia. Sementara satu sisi, impor negara Indonesia terhadap Tiongkok tidak akan pernah menurun, justru sebaliknya karena tingkat konsumsi negara Indonesia yang semakin tinggi dan kurangnya industri manufakturing di Indonesia.
Tingginya impor dan defisit neraca perdagangan