Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Alasan Politis di Balik Pemutaran Kembali Film G 30 S

3 Oktober 2017   07:11 Diperbarui: 3 Oktober 2017   07:42 1546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover film Penumpasan Penghianatan G30S/PKI Sumber : tempo.co

September 2017 merupakan bulan tak biasa dari tahun-tahun sebelumnya. September memasuki 2 minggu terakhir bulan September, isu bangkitnya PKI kian ganas dan santer dimana-mana. Maklum, tanggal 30 September merupakan hari yang bersejarah bagi kehidupan Indonesia, dimana tanggal tersebut merupakan tanggal puncak pemberontakan PKI yang dinamakan dengan gerakan Gerakan 30 September (G30 S PKI).

Di media sosial, media online, koran-koran, hingga ceramah-ceramah di rumah ibadah tak luput membahas soal isu bangkitnya PKI. Padahal jika ditelisik tidak ada sama sekali gerakan yang berbau PKI atau komunis sekalipun negeri ini. Tidak pernah sekalipun badan intelegen menemukan pergerakan yang mengarah kepada pendirian organisasi komunis di seantero negeri ini. Bahkan, tidak pernah sekalipun orang yang menuduh bahwa PKI bangkit tersebut bisa membuktikan bahwa PKI benar-benar ada dinegeri ini saat ini.

Ilusi yang disebarkan tersebut jika diamati merupakan bagian politis untuk menghancurkan nama baik, citra, dan harkat martabat kubu pemerintahan, terutama pamor seorang Presiden Jokowi yang kerap dihubung-hubungkan dengan PKI. Berdasarkan pengamatan penulis, pihak atau organisasi yang bersikeras mengatakan bahwa PKI sudah bangkit adalah pihak yang selama ini bertentangan dengan pemerintah yang sah. Mereka ini mengatasnamakan diri mereka sebagai kaum religius. Mereka jugalah yang selalu melakukan berbagai aksi yang sering dinamakan aksi berikutkan beberapa angka yang berkaitan dengan tanggal aksi tersebut.

Mereka yang menggunakan dan melancarkan isu kebangkitan PKI berupaya memanfaatkan momentum dengan memecah belah institusi strategis di negeri ini. Misalnya secara jelas bahwa mereka mengklaim didukung/mendukung panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo. Klaim tersebut kemudian disemarakkan dimedia-media sosial, media online, hingga blog gratisan yang kemudian di share sehingga menjadi konsumsi publik. Padahal, Gatot merupakan orang yang tunduk kepada panglima tertingginya, yaitu Presiden Jokowi.

Pada saat yang sama, mereka menciptakan opini yang kerap berseberangan dengan Polri. Mengingat Polri sering melakukan penjagaan kepada mereka yang melakukan aksi diberbagai tempat, mereka akhirnya mengklaim jika Kapolri bukanlah panutan dan kawan dalam melancarkan aksinya sehingga lebih memilih dan simpatik kepada Gatot daripada Kapolri, Tito Karnavian. Tak heran jika isu-isu makar sangat gencar terdengar pada beberapa bulan yang lalu.

Setelah berbagai isu yang dilancarkan ternyata tidak mampu memecah pemerintah beserta institusi strategisnya dan masyarakat yang tidak mau bergabung dengan mereka, akhirnya dibuatlah isu yang lumayan menjadi perbincangan publik. Isu kebangkitan PKI beserta antek-anteknya menjadi topik utama dibalik upaya menjatuhkan pamor pemerintah. Ditambah dengan banyaknya ilmuwan dan akademisi yang tidak sependapat dengan sejarah yang selama ini diajarkan oleh negara tentang PKI, hal tersebut makin memperbesar momentum mereka yang selama ini berseberangan politik dengan pemerintah.

Simpang siur sejarah yang membuat para generasi millennial menjadi ambigu soal sejarah yang dinamakan G30S ini pada tahun 1965. Beberapa penulis dan sejarahwan membuat versi mereka sendiri sesuai dengan apa yang diyakininya. Setidaknya ada 7 versi tentang gerakan G30S diantaranya versi Soeharto sebagai dalang pemberontakan, Soekarno sebagai dalang, PKI sebagai dalang (yang kita pelajari selama ini), CIA sebagai dalang, dan lain-lain. Semua versi yang teramat berseberangan dan tidak berhubungan tersebut jelas membuat kita bingung melompong.

Fakta dan realitas inilah yang membuat pemerintah dihadapkan dengan dua pilihan. Tetap mempertahankan sejarah yang ada, atau membuat sejarah baru dengan mempertimbangkan seluruh versi dan pendapat. Jika pemerintah membuat sejarah baru, mayoritas rakyat Indonesia, agamawan, para veteran, guru, dan anak yang baru belajar tentang sejarah G30S akan bangkit marah melawan.

Sejarah baru tentu menguras waktu, tenaga, biaya, dan pikiran yang lebih besar. Bahkan, jauh lebih besar dari apa yang dibayangkan mengingat harus mempertimbangkan berbagai pendapat versi sejarah yang lain. Yang dikhwatirkan bukan tidak mungkin terjadi karena manusia Indonesia kelahiran tahun 60-80an sangat sensitif terhadap isu positif terhadap pergerakan PKI. Harga mahal serta ketidakstabilan sosial sudah pasti akan terjadi dan bukan tidak mungkin revolusi pemerintah akan terjadi dalam sekejap.

Jika pemerintah mempertahankan sejarah (kembali meneruskan sejarah yang dibuat masa order baru), maka hanya doktrinisasi natural yang perlu dilakukan. Misalnya dengan menonton film, mempertajam pengetahuan tentang pergerakan G30S di sekolah-sekolah, hingga mempertegas tentang pelarangan terhadap PKI di seantero republik ini sehingga tidak perlu biaya tambahan, pikiran tambahan, hingga revolusi terhadap tubuh pemerintahan yang bisa jadi dikhwatirkan tidak akan terjadi karena mayoritas dukungan rakyat lebih menerima sejarah versi orde baru.

Penerusan sejarah membuat pihak-pihak yang selama ini tidak puas terhadap sejarah pergerakan tersebut akan tidak puas selamanya. Demikian juga dengan pihak-pihak yang selama ini menjadi korban, korban tertuduh PKI yang langsung dieksekusi oleh algojo sebagai bentuk dari penumpasan PKI era orde baru. Mereka akan selamanya tidak terpuaskan rasa batinnya sebab pikiran yang lama/dendam tersebut akan membatu selamanya, sebelum permintaan maaf negara terhadap mereka-mereka yang menjadi korban.  Upaya rekonsiliasi yang diharapkan oleh pihak-pihak yang menjadi korban "tertuduh PKI" menjadi dosa besar bangsa ini yang semakin terpedam dan membatu.

Opsi Terbaik

Penerusan sejarah versi Order Baru merupakan pilihan terbaik pemerintah saat ini. Demi mengurangi konflik yang sangat besar, perseteruan antar golongan, hingga stabilitas didalam dan diluar pemerintahan itu sendiri. Pilihan untuk memutar ulang hingga "nonton bareng" (nobar) film G30S PKI pun menjadi opsi terakhir, meski ada wacana untuk memperbaharui film tersebut karena sudah using dan kurang sesuai dengan perkembangan zaman.

Jokowi bersama Panglima TNI, Gatot Nurmantyo beserta jajarannya dan kepolisian terlihat antusias menyaksikan pemutaran film penghianatan G30s/PKI sumber : seword
Jokowi bersama Panglima TNI, Gatot Nurmantyo beserta jajarannya dan kepolisian terlihat antusias menyaksikan pemutaran film penghianatan G30s/PKI sumber : seword
Pemutaran ulang film tersebut dilakukan mengingat berbagai tuduhan yang selama ini dipojokkan untuk pemerintah beserta adanya salah satu partai politik yang disinyalir melindungi dan mendirikan PKI. Pemerintah melalui Presiden Jokowi secara tegas menyatakan agar film tersebut diputar kembali. Bahkan dirinya bersedia nobar bersama dengan Gatot Nurmantyo beserta jajaran pemerintahan lainnya di Makorem 061/Suryakancana, Bogor, Jawa Barat pada hari jumat 29 September 2017 pukul 20.00 WIB. Bersama dengan para warga, Jokowi tampak antusias menoton film yang berdurasi 4 jam tersebut.

Demikian juga pada upacara peringatan hari kesaktian Pancasila, Minggu 1 Oktober 2017 di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Jokowi langsung bertindak sebagai pimpinan upacara. Acara tersebut juga dihadiri oleh Gatot Nurmantyo dan Tito Karnavian. Setelah upacara selesai, Jokowi menyatakan bahwa tidak boleh ada paham lain di negara ini selain paham Pancasila dan secara tegas menyatakan bahwa tidak ada ruang bagi ideologi Komunis bagi negara Indonesia.

Presiden Jokowi sesaat setelah upacara peringatan hari kesaktian Pancasila selesai. Tampak Jokowi diapit oleh wakil presiden Jusuf Kalla, Wiranto, Gatot Nurmantyo dan Tito Karnavian. Sumber : tempo.co
Presiden Jokowi sesaat setelah upacara peringatan hari kesaktian Pancasila selesai. Tampak Jokowi diapit oleh wakil presiden Jusuf Kalla, Wiranto, Gatot Nurmantyo dan Tito Karnavian. Sumber : tempo.co
Momentum yang dimanfaatkan oleh para kelompok kurang sependapat dengan  pemerintah ternyata dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh Jokowi sebagai kepala negara sekaligus menegaskan bahwa hubungan antara presiden dengan panglima TNI beserta Kapolri berjalan dengan sangat baik, berjalan dengan semestinya.

Peristiwa pemutaran kembali film G30S PKI berikut dengan nobarnya yang diselenggarakan hampir disetiap RT, kemudian upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Budaya menegaskan kembali jawaban bahwa pemerintah secara utuh dan tegas membasmi paham PKI, atau paham manapun yang berseberangan dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan dasar negara Indonesia.

Lebih dari sekedar nilai sejarah, tetapi tindakan spontan tersebut juga sekaligus menjadi jawaban politik kepada para lawan politik dan kelompok yang berusaha memverbalisasikan berdirinya dan bangkitnya PKI, terutama isu bahwa pemerintah seakan memberikan fasilitas kepada tokoh PKI masa kini. Komikasi non-verbal sebenarnya sudah dilakukan oleh Jokowi untuk menjawab segala "tudingan" dan "fitnah" kepada kelompok yang selama ini berseberangan dengan pemerintah. Toh, mereka yang menyatakan diri anti dengan komunisme, mereka juga yang anti dengan Pancasila, terbukti dengan dibubarkannya Hitzbuth Tahrir Indonesia, menjadi alasan bagi mereka untuk mengatakan bahwa pemerintah mengebiri hak berorganisasi serta tidak pro terhadap ulama.

Mereka yang berteriak paling kencang dengan anti komunisme, mereka juga yang tidak bisa menerima pluralisme di negara Indonesia. Mereka yang tidak bisa menerima realitas kehidupan masa kini, mereka juga yang menuntut digarisan terdepan. Tokoh yang sama, orang yang sama, kelompok yang sama, dan organisasi yang sama. Yang jelas, isu PKI sudah selesai dan "gagal total" untuk menyudutkan pamor seorang Jokowi beserta jajarannya di kursi pemerintahan. Yang pasti PKI sudah lama terkubur dan tinggal nama saja.

Kita bisa berkaca kepada negara Cina, Uni Soviet, dan Korea Utara. Saat mereka menganut sistem komunis, mereka benar-benar tertinggal dan menutup diri dari segala aktivitas eksternal sehingga yang terjadi adalah ketertinggalan disegala bidang. Bisa dilihat saat ini bagaimana Korea Utara yang sangat terisolasi dari bangsa lain karena pahamnya yang masih berpangku erat kepada ideologi komunis. Secara ekonomi, kebebasan berekspresi, pendidikan serta kesejahteraan, secara umum Korea Utara jauh tertinggal dari negara Indonesia.

Jadi, dapat dibayangkan jika komunis benar-benar lahir di bumi Indonesia ini, semua itu hanyalah ilusi belaka yang dimanfaatkan oleh lawan politik pemerintah yang sah demi meraup simpati rakyat yang masih mau dibohongi oleh kepentingan kelompok, terutama menggunakan agama (ceramah di tempat ibadah) sebagai sarana untuk melakukan sosialisasi penebar doktrin. Berbagai usaha telah dilakukan, tetapi Jokowi selalu mampu menjawab secara non verbal dan verbal melalui kerja yang positif, nyata, dan berdampak langsung kepada masyarakat, baik makro maupun mikro.

PKI sudah terkubur hingga menjadi tulang belulang, marilah kita satukan hati dan tekad untuk memajukan kesejahteraan bersama. Perasaan curiga, saling sindir dan ego perlu dihilangkan agar tidak terjadi perpecahan yang menguras tenaga, materi, dan pikiran. Cukup jadikan sejarah sebagai pelajaran agar bisa bertindak kedepannya bagaimana. Meskipun kita tidak tahu persis bagaimana sejarah tersebut terjadi, seberapa akurat kejadian tersebut terjadi, masing-masing tokoh dan kelompok sudah seharusnya saling merangkul dan berbesar hati agar rasa persaudaraan semakin kuat. 

Ingat, bangsa ini lahir berkat saling merangkul, bukan karena saling memukul. Bangsa ini merdeka karena persatuan, bukan karena pembedaan. Persatuan akan membuat betapa eloknya melangkah kedepan untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara adidaya sebagaimana dengan Cina yang sudah mulai terlihat dominan di kancah perekonomian dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun