Opsi Terbaik
Penerusan sejarah versi Order Baru merupakan pilihan terbaik pemerintah saat ini. Demi mengurangi konflik yang sangat besar, perseteruan antar golongan, hingga stabilitas didalam dan diluar pemerintahan itu sendiri. Pilihan untuk memutar ulang hingga "nonton bareng" (nobar) film G30S PKI pun menjadi opsi terakhir, meski ada wacana untuk memperbaharui film tersebut karena sudah using dan kurang sesuai dengan perkembangan zaman.
Demikian juga pada upacara peringatan hari kesaktian Pancasila, Minggu 1 Oktober 2017 di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Jokowi langsung bertindak sebagai pimpinan upacara. Acara tersebut juga dihadiri oleh Gatot Nurmantyo dan Tito Karnavian. Setelah upacara selesai, Jokowi menyatakan bahwa tidak boleh ada paham lain di negara ini selain paham Pancasila dan secara tegas menyatakan bahwa tidak ada ruang bagi ideologi Komunis bagi negara Indonesia.
Peristiwa pemutaran kembali film G30S PKI berikut dengan nobarnya yang diselenggarakan hampir disetiap RT, kemudian upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Budaya menegaskan kembali jawaban bahwa pemerintah secara utuh dan tegas membasmi paham PKI, atau paham manapun yang berseberangan dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan dasar negara Indonesia.
Lebih dari sekedar nilai sejarah, tetapi tindakan spontan tersebut juga sekaligus menjadi jawaban politik kepada para lawan politik dan kelompok yang berusaha memverbalisasikan berdirinya dan bangkitnya PKI, terutama isu bahwa pemerintah seakan memberikan fasilitas kepada tokoh PKI masa kini. Komikasi non-verbal sebenarnya sudah dilakukan oleh Jokowi untuk menjawab segala "tudingan" dan "fitnah" kepada kelompok yang selama ini berseberangan dengan pemerintah. Toh, mereka yang menyatakan diri anti dengan komunisme, mereka juga yang anti dengan Pancasila, terbukti dengan dibubarkannya Hitzbuth Tahrir Indonesia, menjadi alasan bagi mereka untuk mengatakan bahwa pemerintah mengebiri hak berorganisasi serta tidak pro terhadap ulama.
Mereka yang berteriak paling kencang dengan anti komunisme, mereka juga yang tidak bisa menerima pluralisme di negara Indonesia. Mereka yang tidak bisa menerima realitas kehidupan masa kini, mereka juga yang menuntut digarisan terdepan. Tokoh yang sama, orang yang sama, kelompok yang sama, dan organisasi yang sama. Yang jelas, isu PKI sudah selesai dan "gagal total" untuk menyudutkan pamor seorang Jokowi beserta jajarannya di kursi pemerintahan. Yang pasti PKI sudah lama terkubur dan tinggal nama saja.
Kita bisa berkaca kepada negara Cina, Uni Soviet, dan Korea Utara. Saat mereka menganut sistem komunis, mereka benar-benar tertinggal dan menutup diri dari segala aktivitas eksternal sehingga yang terjadi adalah ketertinggalan disegala bidang. Bisa dilihat saat ini bagaimana Korea Utara yang sangat terisolasi dari bangsa lain karena pahamnya yang masih berpangku erat kepada ideologi komunis. Secara ekonomi, kebebasan berekspresi, pendidikan serta kesejahteraan, secara umum Korea Utara jauh tertinggal dari negara Indonesia.
Jadi, dapat dibayangkan jika komunis benar-benar lahir di bumi Indonesia ini, semua itu hanyalah ilusi belaka yang dimanfaatkan oleh lawan politik pemerintah yang sah demi meraup simpati rakyat yang masih mau dibohongi oleh kepentingan kelompok, terutama menggunakan agama (ceramah di tempat ibadah) sebagai sarana untuk melakukan sosialisasi penebar doktrin. Berbagai usaha telah dilakukan, tetapi Jokowi selalu mampu menjawab secara non verbal dan verbal melalui kerja yang positif, nyata, dan berdampak langsung kepada masyarakat, baik makro maupun mikro.
PKI sudah terkubur hingga menjadi tulang belulang, marilah kita satukan hati dan tekad untuk memajukan kesejahteraan bersama. Perasaan curiga, saling sindir dan ego perlu dihilangkan agar tidak terjadi perpecahan yang menguras tenaga, materi, dan pikiran. Cukup jadikan sejarah sebagai pelajaran agar bisa bertindak kedepannya bagaimana. Meskipun kita tidak tahu persis bagaimana sejarah tersebut terjadi, seberapa akurat kejadian tersebut terjadi, masing-masing tokoh dan kelompok sudah seharusnya saling merangkul dan berbesar hati agar rasa persaudaraan semakin kuat.Â