Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Francesco Totti dan Mahalnya Harga Sebuah Loyalitas

29 Mei 2017   13:29 Diperbarui: 29 Mei 2017   15:44 2544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Francesco Totti sumber : sempreinter.com

40 tahun lalu disudut kota Roma, lahirlah seorang bocah yang ditakdirkan akan menjadi legenda sepakbola serta menjadi ikon kota kelahirannya. Tepat pada 26 September 1976 dan diberi nama Francesco Totti. Orang tuanya mungkin tak pernah berpikiran dan berharap nama anaknya akan sebesar dan seharum sekarang, tetapi jalan Tuhan tiada yang tahu.

Pada usia 8 tahun, dirinya telah bermain untuk akademi sepakbola  AS Roma , Roma Porta Metronia. Kepiawaian dirinya dalam mengolah sikulit bundar memuat staf pelatih AS Roma kepicut untuk mempertahankan dirinya. Pada usia 16 tahun, tepatnya 28Maret 1993, Totti menjalani debutnya di tim senior saat berhadapan dengan Brescia  dengan kemenangan 2-0 untuk AS Roma. Saat itu Roma berada di era kepelatihan Carlo Mazzone. Totti diproyeksikan untuk menjadi second striker sesuai dengan karakter dirinya yang haus gol dan reflektif.

Totti mencetak gol perdananya pada 1 September 1994 melawan Foggia dengan skor akhir 1-1. Sejak saat itu, Totti mulai menggila, mulai menunjukkan kematangannya yang sangat buas sebagai serigala ibukota Italia.

Potensi dan kegarangan Totti di muka gawang lawan membuat banyak klub raksasa Eropa ingin menggunakan jasanya. Misalnya AC Milan yang sedang dalam performa puncak sebagai penguasa Serie A dan Eropa, tetapi berkat tolakan ibunya atas tawaran gaji dan fasilitas mewah membuat Totti tetap berada di kota Roma. Saat itu, usianya masih 13 tahun tetapi sudah membuat klub sekaliber AC Milan tak mampu berkedip mata.

Begitu juga dengan Sampdoria, terlebih hingga 1996 prestasi AS Roma tak kunjung menunjukkan harapan untuk juara. Totti sudah sempat memikirkan tawaran tersebut, yang pasti iming-iming gaji dan fasilitas dijamin lebih baik melihat porspek seorang Totti yang menjanjikan untuk jangka panjang Sampdoria. Beruntung, Totti tidak mengiyakan rayuan nan manis ini hingga Totti tetap memulai segalanya bersama AS Roma, klub yang telah mendidik dirinya sejak usia belia.

Manchester United dan Real Madrid pun tak mau ketinggalan untuk mengikat sang gladiator Roma ini. Kedua klub ini adalah tim sepakbola yang bergelimang gelar, uang, fasilitas super mewah, hingga segalanya bisa didapatkan andai dirinya membubuhkan tandatangannya ke Manchester United atau Real Madrid. Tetapi, sekali lagi, dirinya tetap bersikukuh untuk berada di bawah panji AS Roma.

Loyalitasnya perlahan tetapi pasti berbuah hasil. Pada usia 22 tahun, dirinya sudah diaulat menjadi kapten tim, itu artinya sudah 18 tahun dirinya memimpin perjalanan AS Roma diatas lapangan hijau dan Totti adalah kapten termuda sepanjang sejarah Serie A. Berbagai gelar prestisiuspun diraihnya baik terhadap klub, negara, dan gelar pribadi sendiri.

Musim 1998/1999, dirinya mendapat penghargaan sebagai pemain muda terbaik Serie A berikut gelar juara Serie A pada musim 2000/2001. Supercoppa Italia tahun 2001 dan 2007, Coppa Italia 2006/2007 dan 2007/2008, gelar paling bergensi piala dunia 2006 di Jerman,  hingga gelar individu prestisius seperti pemain terbaik Serie A tahun 2000 dan 2003, Pemain terbaik Italia tahun 2000, 2001, 2003, 2004, dan 2007 Fifa 100, Sepatu Emas Eropa 2007, top skor Serie A 2007, dan berbagai penghargaan lain yang menggambarkan betapa hebatnya seorang Totti dimasanya.

Total 786 Laga telah dilalui Totti bersama AS Roma dengan 619 laga di Serie A atau sama dengan jumlah torehan Gianluigi Buffon, kiper Juventus. Ia hanya kalah banyak dari legenda hidup AC Milan, Paolo Maldini yang mencatatkan torehan sebanyak 647 pertandingan. Totti juga telah mencetak 307 gol diseluruh kompetisi terhadap AS Roma dengan 250 gol dicetak di Serie A, hanya kalah dari pemegang rekor Silvio Piola (274 gol).

Nama Totti memang tak kehabisan tinta emas, namanya merupakan pemain tertua yang mencetak gol di Liga Champions Eropa pada saat melawan CSKA Moscow, November 2014 dengan usia 38 Tahun  59 hari. Totti juga selalu mencetak gol dalam 23 musim selama bermain di Serie A, hanya kalah dari Paolo Maldini yang memiliki catatan 25 musim selalu mencetak gol.

25 tahun pengabdian adalah bukan waktu yang pendek, sama dengan lamanya era kepelatihan Sir Alex Ferguson di Manchester United, atau seperempat abad tahun Masehi. Tetapi, pengabdian yang begitu tulus memang selalu membuahkan hasil manis.

Sudah barang langka saat ini kita menemukan pesepabola macam Totti, Paolo Maldini, atau Ryan Giggs yang sangat loyal kepada klubnya dalam kondisi terparah sekalipun. Era modern yang selalu dimanjakan oleh duit dan gaji yang menggiurkan membuat para pemain sepakbola mudah saja berganti jersey setiap musimnya.

Alasan klasik seorang pemain saat pindah adalah ingin mendapatkan trofi atau bisa merasakan bermain di kompetisi eropa. Alasan itu tidak sepenuhnya benar karena klub apapun bisa juara asalnya dibarengi dengan kerja keras dan usaha serta memanfaatkan peluang sekecil apapun untuk dijadikan sebagai jalan mengangkat trofi.

Nama Totti kini bukan hanya sekedar disangkutpautkan dengan dunia sepakbola, tetapi Totti adalah Roma dan Roma adalah Totti. Dalam sejarahnya, Roma adalah pusat kejayaan kerajaan Romawi dimana banyak tokoh-tokoh ikonik yang menjadi simbolis kota Roma tersebut macam Romulus dan Remus sebagai pendiri kota Roma, mantan kaisar Romawi kuno Julius Caesar, Epictetus, Persius, Agustinus, Plotinus dan lain-lain. Mereka adalah pangerang pangeran masa lampau yang sudah berusia ribuan tahun.

Kini, Totti adalah pangeran masa kini yang meneladankan betapa berharganya sebuah loyalitas. Ada disaat terpuruk dan ada disaat sukse itulah kunci sebuah loyalitas tanpa batas. Hasil dari loyalitas memang tidak bisa dirasakan secepat bagaimana melihat para pemain sepakbola pindah ke klub raksasa dengan gelimang harta dan gaji yang wah. Tetapi, loyalitas menjanjikan sebuah nama yang akan melegenda karena kesetiaan itu bukan tak bernilai, tetapi karena tak ternilai.

Laga terakhir Totti bersama AS Roma saat melawan Genoa, Minggu 28 Mei 2017 menunjukkan betapa seluruh elemen manusia dan alam semesta menunjukkan kesedihannya. Seisi penonton di stadion Olimpico Roma meneteskan air mata, menunjukkan ekspresi duka mendalam atas perpisahan Totti dengan AS Romanya. Bahkan twitter pun menjadikan namanya sebagai trending topic, alam semesta pun berhenti sejenak melihat kejadian di Roma tentang laga terakhir sang Pangeran.

AS Roma, Supporter, simpatisan, penonton layar kaca, penonton dari social media,  hingga klub lawanpun telah memberikan perpisahan yang layak bagi seorang legenda sejati. Seremoni yang dipentaskan di Olimpico Roma tak seberapa dibanding dengan nilai pengabdian dirinya selama ini. Tetapi yang pasti, Totti telah menjelma menjadi ikon sebuah loyalitas, ikon sebuah komitmen tinggi,  ikon sebuah salah satu kota dengan tingkat peradaban tertinggi didunia, serta ikon sepakbola. Grazie Totti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun