Mohon tunggu...
Jhon Wamaer
Jhon Wamaer Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa Coba?

21 Maret 2017   18:15 Diperbarui: 21 Maret 2017   18:31 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tess…tess…tess…(rintikan hujan), “Jam berapa sekarang? Akh, masih gelap,” gumam ku. Hujan mulai turun dengan deras membuat pikiranku malas berpikir. Kutarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku. Dingin. Namun, aku tidak semalas itu. Kemudian kupaksa diriku untuk bangun melihat jam di dinding. Masih pukul tiga lewat sepuluh menit dini hari, “Tidur lagi lah…” kembali menutupi tubuhku.

Bremmm…bremmm…(suara motor). Terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Aku pun mulai berpikir yang tidak-tidak. Aku mulai ketakutan. Aku tinggal seorang diri dirumah. Ya, aku tinggal seorang diri sebab tempat kerjaku yang memaksaku tinggal dari keluarga. Aku harus mandiri. Rasa kantuk ku pun lenyap tergantikan oleh rasa ingin tahu tetapi takut untuk tahu siapa orang yang jam segini berhenti di depan rumah ku. Perkiraan ku yang kutakutkan adalah orang tersebut merupakan pencuri yang dimana bisa saja mengancam keselamatanku.  

Ku intip dari jendela kamarku yang berhadapan langsung dengan halaman depan rumah. Memang benar ada motor yang terparkirkan di depan rumah. Mati aku! Awalnya aku tidak melihat pengemudi motor tersebut. Tidak ada tanda-tanda pergerakan orang di depan rumah. Ku amati dengan sungguh-sungguh setiap pergerakan yang muncul. Hampir lima belas menit aku memperhatikan namun tak ada apa-apa. Baiklah itu membuatku agak tenang. Aku pun pergi untuk mengecek ke ruangan yang lain.

Jujur saja aku adalah orang yang cukup paranoid. Hal itu membuatku selalu berwaspada jika aku merasa terancam. Oleh sebab itu aku selalu mencari barang ataupun benda yang membuatku merasa dapat melindungi ku. Sebelum aku tinggal disini aku sudah terbiasa diajarkan untuk bekerja secara fisik. Tubuhku tak terlalu kuat namun gesit. Pernah waktu aku masih kecil aku hampir membunuh anjing milik orang lain karena anjing itu berusaha menyerangku. Segala hal kulakukan agak tidak diserang. Namun, ketika aku ada kesempatan aku harus gunakan untuk menyerang balik. Sebab kala tidak bisa saja anjing itu menyerangku hingga bertubi-tubi.

Saat itu aku menggunakan tali sepatu dan tempat pensil ku yang cukup berat untuk menyerangnya balik. Jadi saat sepulang sekolah ada seekor anjing yang cukup keji karena tidak dapat dikontrol. Pemiliknya sudah pergi menelantarakan anjing tersebut. Sehingga anjing tersebut harus bertahan hidup sendiri. Anjing itu pun tidak ragu-ragu menyantap ayam atau bebek milik masyarakat yang ditemuinya sebab sintingnya anjing itu. Aku yakin anjing itu gila.

Ketika aku lari terburu-buru saat pulang kemudian berpapasan dengan anjing itu sungguh aku yakin aku melakukan kesalahan yang fatal. Dengan sekejap pun anjing itu pun mengejarku. Tak ada yang dapat aku pikirkan lagi, “Mama….mama…mama!” aku tak sanggup lagi. Sambal berlari aku menangis dan berteriak menjerit agar mendapat pertolongan. Namun sayangnya saat itu jalan antara rumah dengan sekolah ku selalu melewati kawasan minim penduduk seperti hamparan tanah lapang. Sekalipun ada orang mereka hanya beberapa saja dan sangat fokus dengan kegiatan mereka. Tidak ada yang dapat menyelamatkan aku.

Sesungguhnya semua manusia dibekali inting untuk mempertahankan hidupnya. Dengan segala macam usaha akan manusia lakukan untuk bertahan hidup. Aku ingin tetap selamat. Oleh sebab itu aku harus menjadi anak yang cerdik. Beberapa kali aku memperdaya anjing itu dengan cara menakut-nakutinya dengan berpura-pura melemparnya dengan batu. Tapi anjing itu tidak takut. Sekarang aku bisa lakukan hanya lari dan menghindar. Namun aku mulai kelelahan dan muak. Emosi ku dari yang takut kini menjadi tertantang untuk menyeranganjing itu juga. Dalam pikiranku aku berpikir, “Aku muak, enak saja dia mau gigit-gigit. Kurang ajar. Akan kubunuh anjing sialan itu!”.  

Lari dan terus berlari menghindari anjing itu tidak menghasilkan sesuatu malahan anjing itu menjadi semakin terlihat semakin girang untuk menyerangku. Aku butuh tempat berlindung seperti tempat yang tinggi. Pohon. Aku teringat akan sebuah pohon manga yang cukup tinggi disekitar tempat ini. Aku pernah memanjat pohon tersebut dengan teman-temanku sepulang sekolah. Yak, pohon itu berada disebelah rumah tua yang cukup ditakuti anak-anak kecil ditempatku. Tak ada tempat lagi yang dapat kugunakan. Aku akan pergi ke pohon itu.

Ketika aku sudah sampai di pohon itu pertanyaannya apakah aku sempat untuk memanjat pohon itu. Jarak antara aku dengan anjing itu kira-kira sepuluh meter dengan dengan kecepatan yang konstan seperti itu dapat aku perkirakan ketika aku berhasil memanjat pohon itu berarti jarak anjing itu sebelum aku berhasil mencapai dahan yang lebih tinggi adalah satu hingga dua meter. Namun sekalinya anjing itu berhasil menangkapku pasti hanya sepatuku yang berhasil ditangkapnya jadi tak apalah.

Tapi seandainya anjing itu berhasil menangkap sepatuku lalu bagaimana cara melepaskan gigitannya? Seandainya terlepas mungkin sepatuku juga ikutan terlepas. Pasti ibuku akan memarahiku jika aku kehilangan sepatu apalagi jika seragamku sampai robek. Kadang ibu tidak mempercayai cerita atau alasanku sebab aku sudah terlalu sering membohonginya.

Baiklah kalau begitu, aku harus mempertahankan barang yang aku miliki sehingga tak dapat dirampas oleh anjing itu. Akan ku buat jarak antara diriku dengan anjing itu agara semakin jauh setidaknya. Aku akan menyerangnya. Tempat pensilku cukup keras sebab ku isi dengan sebuah clipper dan gunting yang membuatnya menjadi berat. Bayangkan apa yang dapat dilakukan oleh tempat pensil ini. Sebagai contoh ketika tempat pensil ini mengenai papan tulis hal tersebut dapat merusaknya. Bahkan jika mengenai seseorang mungkin dapat menyebabkan luka.

Aku akan memperlambatnya dengan menyerangnya menggunakan tempat pensilku. Sebab kesempatan untuk mngambil batu sangatlah mustahil, karena ttidak satu pun dapat ku jumpai sebuah batu yang cukup besar untuk kulempar. Untungnya tas yang saat ini kugunakan adalah tas samping. Sehingga mudah untuk mengambil tempat pensil secara langsung tanpa harus berhenti. Ketika sudah kugenggam tempat pensil ini aku harus benar-benar menargetkan kepala anjing tersebut, karena aku berharap anjing itu bisa gegar otak atau setidaknya berhenti mengejarku. Whuss…takkk…, lemparanku pas mengenai kepala anjing itu, namun hanya moncong anjing itu. Aduh! Anjing itu melambat, namun tetap saja mengejarku.  Anjing sialan!

Apa pun yang terjadi aku harus tetap dapat naik ke atas pohon manga itu. Tidak apa-apa jika sepatuku digigit. Akhirnya, aku menemukan pohon itu secara langsung tanpa piker panjang. Aku hanya memanjat tanpa peduli anjing itu sudah seberapa jauh dariku. Haaa…aaa (teriakan), kuraih setiap batang kayu itu dan akhirnya sampai di atas tanpa tahu bagaimana caranya bisa disini. Semuanya terasa seperti khayalan. Tidak nyata. Tapi tetap ku yakinkan diriku bahwa aku berhasil selamat. Anjing itu melompat-lompat berusaha menggigitku sayangnya dia kalah cepat. Sekarang apa yang harus kuperbuat. Apa aku harus menunggu sampai anjing itu pergi. Mungkin akan kulakukan, tetapi akan lama. Ibu pasti akan marah besar kalau aku tak sampai dirumah. Aku harus bergegas pulang dengan cara kembali menyerang anjing itu. Sekarang adrenalin ku memuncak.

Kelepaskan seragam, sepatu, dan tas ku agar aku dapat bergerak dengan lebih mudah. Tidak ad acara lain lagi selain mengikatnya agar aku bisa pulang. Sedikit luka tidak apa-apa. Gigitan jangan, karena aku mengkhawatirkan resiko terinfeksi virus rabies. Sebab dari penampilan anjing itu saja sudah seperti zombie yang siap menyerang. Air liurnya menetes tidak karuan. Menjijikan.

Aku akan langsung menyerangnya. Kulepaskan tali sepatuku dari sepatunya sehingga hanya tali sepatu yang akan kugunakan untuk menyerang anjing itu. Secara cekatan aku mempertimbangkan teknik lompatan yang sesuai agar langsung dapat menindih anjing itu langsung dari atas pohon sehingga aku dapat langsung menyergap anjing itu tanpa melakukan banyak perlawanan.

Aku harus bisa. Ibu sedang menunggu ku di rumah. Aku harus cepat untuk sampai pulang ke rumah. Aku pasti bisa, sebab aku bukan saja satu-satunya anak yang pernah mengalami situasi seperti ini. Kugenggaam tali sepatu ini dengan kuat-kuat. Tanpa pikir lagi aku langsung menindih anjing itu. Haa…pp (hinggap), anjing itu terkejut kemudian memberikan aksi perlawanan. Namun, sepertinya anjing itu sudah cukup lelah berlarian sehingga aku mudah untuk menahannya. Awalnya aku memegang erat mulutnya agar tidak digigit. Lalu aku memeluknya dengan kuat agar tidak banyak bergerak.  Dengan cekatan ku lilit semua kaki serta moncongnya dengan tali. Berhasil. Anjing itu kini tak dapat berbuat apa-apa lagi. Hanya meringis agar dilepaskan. Ikatan ku cukup kencang agar anjing itu tak dapat banyak bergerak.

Adrenalin yang ku puaskan ternyata belum surut. Emosi ku masih membara bagaikan menanam dendam yang sangat atas semua apa yang pernah anjing itu lakukan. Aku ingin membunuhnya. Aku tak punya alasan yang jelas, namun yang pasti taka da lagi yang mengharapkan keberadaan anjing itu. Banyak orang yang dirugikan oleh anjing ini. Jika tidak dihentikan semua masalah akan terus terjadi.

Dengan emosi yang masih membara aku memukul hingga membabi buta dengan gilanya. Aku tak menghiraukan kesakitan yang dialami oleh anjing itu. Aku memukulnya hingga habis-habisan dengan tangan kosong, balok kayu, hingga batu. Entahlah, namun rasanya cukup menyenangkan buat ku. Ketika melampiaskan suatu emosi ternyata rasanya seperti ini. Segala sesuatu yang kita perbuat rasanya seperti sangat ringan. Sebab yang ada adalah lagi dan lagi. Aku merasa puas hampir seperti orang gila.

Ketika aku terus memukulnya tidak sengaja aku memukul bagian kepala belakangnya yang mengakibatkan anjing itu kejang-kejang. Aku panik. Aku tak tahu harus berbuat apa sehingga kulepaskan semua ikatan tadi, namun anjing itu tetap kejang-kejang. Aku sinting. Aku sudah berbuat hal yang keji. Aku menyesalinya. Aku harus berbuat sesuatu. Ku peluk anjing itu agar tenang meskipun anjing ini masih kejang, tetapi setidaknya aku melakukan sesuatu agar tidak panik. Kumohon jangan mati!

Aku mulai meneteskan air mata, sebab ini adalah ulah ku. Ibu akan marah besar jika tahu hal. Hal terbesarnya jika Tuhan membenci aku karena ulah ku ini. Aku akan berdosa. Sambil memeluk anjing ini aku berdoa meminta pertolongan dan pengampunan kepada Tuhan, “Ya Tuhan…tolong anjing ini! Dia sedang sekarat, aku menyesali perbuatanku. Ampuni aku Tuhan,” aku bersoa sambal menangis tersedu-sedu.

Anjing ini mulai tenang, jangan-jangan dia mati! Aku meraba dada anjing ini berusaha meyakini bahwa anjing ini tetap hidup. Deg-deg….deg-deg…(jantung berdetak), syukurlah. Anjing ini hanya diam sambal tetap meringis dengan suara yang lebih pelan. Sudah sore, sudah pasti ibu akan memarahi ku. Namun, aku tak tega meninggalkan anjing ini disini sendirian. Bisa saja ketika aku kesini untuk melihat anjing ini ternyata dia sudah mati. Baiklah, aku membaringkan anjing ini ditanah kemudian mengambil semua barang-barang yang ada di atas pohon dan dijalan tadi. Ketika sudah selesai dengan jiwa yang bijaksana dan bertanggung jawab aku membawa anjing ini ke rumah. Aku tahu ibu pasti akan memarahi ku habis-habisan, tetapi aku percaya dengan memberikan alasan yang sesungguhnya serta bukti ibu akan mempercayaiku dan membiarkanku merawat anjing ini sampai pulih.  

Drrr…drrrr… (dering handphone), aku terkejut mendengar handphone-ku berdering. Ternyata ada panggilan masuk dari pak satpam kompleks rumahku. Ketika aku mengangkatnya ternyata dia memberi tahu bahwa pintu pagar rumah sedang terbuka. Ia menanyakan situasi yang ada. Jadi ternyata motor yang berhenti di depan rumah tadi adalah motor pak satpam kompleks. Syukurlah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun