Mohon tunggu...
Zulkarnaini
Zulkarnaini Mohon Tunggu... Petani - Wartawan lokal Pidie jaya

Menulis itu hobi saya.kritik dan saran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara langit dan bumi

23 Desember 2024   01:45 Diperbarui: 23 Desember 2024   01:45 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara langit dan bumi

"Maafkan aku Mi, aku tidak bermaksud ikut campur soal itu itu tapi maksudku sebenarnya adalah, kamu punya kehidupan di luar rumah lansia ini ... kamu harus fokus bekerja, mengejar karirmu dan kalau kamu sibuk di sini, bagaimana dengan hubungan kita?" Ferdi mengalihkan topik pembicaraannya. Idris menatap Namira menunggu apa yang akan dikatakan perempuan itu.

"Fer, apa yang aku lakukan itu urusanku dan tidak akan merubah hubungan kita juga ... hubungan persahabatan kita akan baik-baik saja," tegas Namira. Ferdi menghela nafas. Setelah sekian lama, masih saja aku hanya dianggap sahabatnya. Idris mendengar pikiran Ferdi. "Baiklah kalau begitu, aku antar kamu pulang." Mereka berdua berjalan bersama keluar dari rumah lansia meninggalkan Idris yang menatap mereka dari belakang.

 "Apakah kau pernah lihat yang seperti itu?" tanya Idris pada Raju saat mereka tengah berjalan di antara manusia yang berlalu lalang di taman kota. Tidak hanya Idris dan Raju tetapi mereka yang berpakaian hitam pun menyebar di taman itu. Memerhatikan manusia dan mencatat apa yang sedang dilakukannya, mendengarkan apa yang ada dalam pikiran manusia atau mengusap bahu manusia yang tengah duduk sendiri di dalam taman untuk tak merasa sepi.

"Melihat apa? Melihat manusia dengan kemauan berjuang keras untuk menyelamatkan hidup manusia lainnya seperti Namira yang kau ceritakan tadi itu?" tanya balik Raju. Idris mengangguk. "Pernah, di rumah sakit, hampir semua dokter dan perawat seperti itu," jawab Raju. "Tapi dia begitu terpukul padahal yang aku jemput itu bukan ibunya, dia tidak ada hubungan apa-apa dengan manusia-manusia lanjut usia itu," kata Idris.

"Kalau begitu dia memiliki hati yang baik."

"Aku melihat wajahnya dari dekat saat dia menolong wanita itu, aku belum pernah melihat kesungguhan hati seperti itu."  

Raju menatap Idris. "Sepertinya kau terpukau Dris." Idris menggeleng, "Aku tidak tahu, apa terpukau itu?" Raju tersenyum. "Aku dijelaskan oleh manusia yang aku jemput, kata dia terpukau itu kalau kita menatap seseorang tanpa bisa berkata-kata." Idris tersenyum. "Terpukau," ulangnya pelan. "Bukan tugas kita untuk memerhatikan orang yang bukan kita jemput sedekat itu Dris," kata Raju mengingatkan.

  "Setiap hari, kalau kita ingin, kita bisa mendengarkan apa yang ada dalam pikiran manusia, dan yang kita dengarkan terlalu banyak keluhan, keburukan orang lain, kedengkian dan sumpah serapah tapi dia berbeda, pikirannya tentang menolong orang lain," terang Idris.

"Ya, manusia-manusia ini tidak sadar kalau ribuan dari kita ada di antara mereka Dris. Memerhatikan mereka, mencatat apa yang mereka lakukan. Mendengarkan pikiran mereka. Mereka sebetulnya sudah tahu itu dari buku dan kitab yang diajarkan pada mereka tapi mereka abai dan tetap melakukan keburukan."

Kenapa dia yang naik pangkat? Seharusnya saya! Dia pasti pake pelet untuk membuat si bos jadi tunduk! Raju dan Idris menoleh pada seorang pria kantoran yang tengah duduk di taman. Pikirannya terdengar lantang dan marah. Raju menghampiri pria itu lalu menyentuh bahunya. Sentuhan itu membuat sang pria menarik dan menghela nafasnya. Ya Tuhan aku sudah berburuk sangka, maafkan aku Ya Tuhan. Pria itu terlihat lebih tenang sekarang.

"Apakah kau pernah menampakkan diri di depan manusia?" tanya Idris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun