Menguak Ramalan Jayabaya soal sosok Satrio Piningit
Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Salam sejahtera dan salam santun untuk kita semua
Sampurasuun.
Â
Sahabat yang saya muliakan, pada kesempatan ini admin akan membahas tentang ramalan Jaya Baya mengenai Sosok Ratu Adil dan Satrio Piningit. Semoga ulasan ini dapat memberikan informasi bagi admin dan sahabat semua.
Â
Sahabat yang saya muliakan, bagaimana mula dari cerita mengenai Satrio Piningit itu sebenarnya, mengapa banyak orang yang percaya terhadap kemunculan Satrio Piningit tersebut, sementara hingga saat ini belum ada yang dapat menunjukkan keberadaan sosok Satrio Piningit secara nyata, kecuali berdasarkan hasil penerawangan atau sebatas khayalan dari orang-orang "pintar" yang belum bisa dibuktikan secara kasat mata, namun semua itu tidak mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat perihal kehadiran sosok Satrio Piningit Tersebut.
Â
Sahabat, mari kita lihat kembali sejarah tentang asal muasal lahirnya istilah Satrio Piningit tersebut.
JAYABAYA Raja Kerajaan Kediri (1135-1157) bergelar Sri Maharaja Sri Wameswara Madhusudana Watarandita Parakrama Digjoyottunggadewama Jayabhalancana ini dikenal sebagai pemimpin yang adil dan visioner pada masanya. Sosok Jayabaya cukup terkenal akan ramalannya.
Jayabaya hadir pada masa-masa sulit hingga akhirnya dapat membawa Kerajaan Kediri menuju masa kejayaan. Jayabaya juga berjasa dalam penyatuan kembali kerjaan yang sebelumnya pecah di masa kepemimpinan Raja Airlangga.
Karena jasanya tersebut, dia mendapat sebutan sebagai Sang Ratu Adil dan Satria Piningit. Namun, apa sebenarnya maksud dari dua sebutan tersebut?
Melansir Solopos, Jumat (10/12/2021), dikutip dari karya ilmiah dan literasi Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Bali yang berjudul Ratu Adil Satria Piningit dan Zaman Edan, secara harfiah, Satria Piningit diartikan sebagai ksatria yang masih tersembunyi oleh zaman. Sedangkan Ratu Adil diartikan sebagai pemimpin yang bijak dan adil.
Masyarakat zaman dulu beranggapan, sebutan Satria Piningit dan Ratu Adil adalah satu kesatuan, padahal tidak demikian. Seorang pemimpin yang dipandang sebagai Satria Piningit belum tentu menjadi Ratu Adil. Sebab untuk menjadi Ratu Adil harus bersikap adil dan peduli kepada seluruh rakyat yang dipimpinnya, tidak hanya mementingkan diri sendiri atau kelompok dan golongan yang mendukungnya.
Anggapan makna gelar yang sama antara Satria Piningit dan Ratu Adil muncul dari istilah Jawa yang berbunyi Satria Piningit sinisihan wahyu ratu adil yang menjadi pedoman dalam mencerminkan karakter seorang pemimpin. Dari ciri, sifat, dan karakter yang disebutkan lebih merujuk kepada model kepemimpinan dari suatu negara yang pemimpinnya mampu menegakkan keadilan.
Merujuk pada Kitab Musarar dari Sunan Giri Prapen yang berisi ramalan-ramalan Jayabaya, juga menunjukan konsep ketatanegaraan yang apabila diterapkan mampu menghasilkan masyarakat adil dan makmur sebagai penggambaran Ratu Adil. Demikian juga dalam penggambaran Satria Piningit (Ksatria penolong yang tersembunyi) ditandai dengan munculnya Ratu Adil.
Dalam kitab tersebut, terdapat bait yang berbunyi "Prabu tusing waliyulah, kadhatone pankekaling ing Mekah ingkah satunggal, Tanah Jawi kang sawiji, prenahe iku kaki, perak lan gunung Perahu, sakulone tempuran, balane samya jrih asih, iya iku ratu rinenggeng sajagat."
(Raja keturunan waliyulah, berkedaton dua d Mekah dan Tanah Jawa, letaknya berada dekat dengan Gunung Perahu sebelah barat tempuran (pertemuan dua sungai), dicintai pasukannya, memang Raja yang terkenal di dunia)
Gunung Perahu adalah simbol dari Bukit Siguntang yang merupakan datarang tinggi di wilayah Kota Palembang. Sementara 'tempuran' merupakan tempat pertemuan antara Sungai Musi dan Sungai Ogan yang lokasinya tidak jauh dari Bukit Siguntang. Sebelah barat terdapat Masjid Muara Ogan. Bukit Siguntang merupakan simbol kejayaan Kesatuan Sriwijaya yang ditandai ditemukannya prasasti Kedukan Bukit di kaki Bukit Suguntang
Demikian halnya, tempuran sungai Ogan dan Musi melambangkan persatuan masyarakat Nusantara. Berabad-abad yang lampau pernah berkumpul 20.000 bala tentara pimpinan Dapunta Hyang Jayanasa. Simbolisasi tersebut menunjukan, Jayabaya memiliki hubungan historis dengan Sriwijaya di mana raja pendahulunya, Raja Airlangga menikah dengan Putri Kerajaan Sriwijaya bernama Wijayatunggawarman.
Dari perkawinan tersebut menurunkan Sri Bameswara yang menikah dengan Putri Panjalu yang menurunkan Jayabaya sebagai Raja Kerajaan Kediri. Jayabaya dalam ramalannya juga mengatakan terkait kemunculan sang Ratu Adil dan Satria Piningit di masa yang akan datang yang akan membawa kembali masa kejayaan.
Ramalan Jayabaya tentang Kemunculan Sang Ratu Adil, tertulis sang Ratu Adil di masa yang akan datang adalah orang Jawa dari keturunan Kerajaan Majapahit yang akan muncul saat kendaraan besi dapat berjalan tanpa kuda, dan kapal dapat menjelajah langit dan angkasa. Dalam ramalan itu juga dikatakan Ratu Adil akan menghadapi masa sulit, penghinaan dan kemiskinan. Namun, masa itu akan terlewati karena ketulusan dan keteguhan hatinya.
Masyarakat Jawa tradisional percaya saat ini merupakan zaman edan atau era kegelapan, seperti yang diramalkan Jayabaya. Oleh karena itu kedatangan Ratu Adil diprediksi sudah dekat dan akan membawa negeri ini menuju ke masa kejayaan baru. Siapakah sosok sang Ratu Adil yang akan datang ini?
Hingga saat ini belum ada yang dapat menjawab dengan tepat, baru sekadar meraba-raba, mencocok-cocokkan kejadian dengan ciri-ciri yang telah disampaikan oleh prabu Jaya Baya. Namun menariknya di kalangan masyarakat Nusantara kisah-kisah Satrio Piningit ini sudah sangat kental bahkan sepertinya tidak akan habis untuk diceritakan.
Lebih-lebih saat ini nusantara sedang mengalami guncangan, banyak pemberontakkan akibat ketidakpuasan dengan kebijakan pemerintah. Banyak demo yang juga akibat rasa tidak puas terhadap kinerja dan kebijakan pemerintah. Di samping itu juga alam pun turut meniupkan kekhawatiran dan ketakutan, seperti terjadinya tanah longsor, banjir bandang, gempa bumi, gunung meletus dan lain-lain.
Untuk itu masyarakat merasa perlu akan adanya pemimpin yang bijaksana, yang dapat memberikan rasa aman, rasa tenang, rasa damai, bagi masyarakatnya. Khusunya masyarakat nusantara ini. Namun di zaman ini, yang dikatakan sebagai zaman edan ini tentu tidak mudah menemukan pemimpin ideal seperti yang diharapkan oleh masyarakat.
Sehingga masyarakat sangat mengharapkan kehadiran sosok Satrio Piningit atau Ratu Adil sebagaimana yang telah diramalkan oleh prabu jaya baya di masa lalu dan diceritakan secara turun-temurun oleh leluhur kita, orang tua kita, hingga berita itu sampai kepada kita.
Tentu banyak pula masyarakat yang tidak percaya akan ramalan tersebut, namun masyarakat nusantara pada umumnya selalu menghargai leluhurnya, jadi meski tidak sepenuhnya percaya mereka akan menghargai apa yang disampaikan oleh leluhurnya, mereka takut kualat jika menentang leluhrnya.
Di sinilah perlunya kesadaran bagi kita untuk saling menghargai setiap perbedaan. Agar tidak terjadi perpecahan yang akan menyebabkan terjadinya pertikaian dan pemusuhan. Jadikanlah perbedaan itu sabagai rahmat bukan sebab kepercayaan itu tidak akan bisa dan tidak boleh untuk dipaksakan.
Demikianlah yang dapat admin sampaikan dalam video kali ini, semoga ada manfaatnya bagi kita semua.
Billahi taufik wal hidayah
Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Sampurasuun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H