Dalam hasil referendum Inggris pada 23 Juni 2016 menyatakan bahwa mayoritas rakyat Inggris ingin menarik diri dari keanggotaan Uni Eropa. Perbandingan Kubu Pro Brexit dan Kubu Kontra Brexit terhitung sangat tipis sekali, 52% condong kepada memisahkan diri dengan Uni Eropa dan sisanya memilih tetap berada di Uni Eropa.Â
David Cameron yang merupakan Perdana Menteri Inggris pada waktu itu tidak bisa menepati janji nya dalam mempertahankan Inggris dalam keanggotaan Uni Eropa. Karena kegagalan nya mencapai hal tersebut maka ia pun mundur dari posisi Kepala Pemerintahan Inggris.
Partai Konservatif yang menjadi penguasa di Inggris kehilangan pemimpin karena mundurnya David Cameron. Hanya ada dua kandidat yang di gadang-gadang akan menjadi PM selanjutnya. Kedua kandidat tersebut merupakan wanita, Theresa May dan Andrea Leadsom.Â
Theresa May merupakan Menteri Dalam Negeri sedangkan penantangnya Andrea Leadsom merupakan Menteri Energi. Pertarungan antar kedua kandidat berlangsung sangat singkat, Andrea Leadsom meninggalkan medan pertarungan pada 11 Juli 2016 dan memutuskan untuk mendukung Theresa May. Hal ini menyebabkan Theresa May sebagai calon tunggal untuk menjadi Perdana Menteri Inggris serta Pemimpin Partai Konservatif. Pengukuhan Theresa May sebagai Perdana Menteri digelar pada 13 Juli 2016.
Jauh sebelum bursa pemilihan Perdana Menteri, Theresa May sejatinya adalah satu tokoh pendukung Kubu Kontra Brexit. Ia dan David Cameron adalah tokoh yang menggalakkan agar Inggris tetap menjadi anggota Uni Eropa. Pengamat tidak menduga bahwa May akan menjadi kandidat kuat sebagai PM Inggris selanjutnya karena sederhananya PM terdahulu merupakan Kontra Brexit lalu untuk apa PM selanjutnya merupakan seorang Kontra Brexit pula.Â
Ketika Cameron memutuskan untuk mundur, perhatian tertuju pada Boris Johnson yang merupakan tokoh Pro Brexit yang diprediksi akan maju dalam bursa pemilihan Perdana Menteri. Namun Boris mundur bahkan sebelum perebutan tahta Perdana Menteri berlangsung.
Posisi Theresa May baik dalam Partai dan Pemerintahan menunjukkan dengan jelas bahwa secara otomatis ia yang akan menggantikan posisi Cameron selanjutnya. Kala itu May merupakan Menteri Dalam Negeri sekaligus Pemimpin Partai Konservatif yang menguasai Inggris. Menurut ketentuan yang berlaku ,Pemimpin partai yang berkuasa akan menjadi Kepala Pemerintahan selanjutnya.
Sebagai Perdana Menteri yang baru, Theresa May langsung dihadapkan pada permasalahan yang diwariskan oleh Perdana Menteri terdahulu. Brexit merupakan topik utama yang harus diselesaikan oleh PM Theresa May. Hasil referendum mengharuskan Theresa May menyiapkan strategi nya dalam menghadapi Uni Eropa.Â
Hal pertama yang dilakukan nya setelah resmi menjadi Kepala Pemerintahan Inggris adalah  meminta hak pemerintah Inggris untuk bisa mengaplikasikan Ketentuan dalam Pasal 50 Perjanjian Lisbon yang berisi mengenai tata cara pencabutan keanggotaan Uni Eropa. Peristiwa ini terjadi pada November 2016.
Keadaan ini menjadi tantangan besar untuk May, ia harus mensukseskan hal tersebut tanpa berkonsultasi dengan parlemen terlebih dahulu. Negosiasi yang melelahkan terjadi berkali-kali dalam rentang waktu lima bulan. Setelah berulang kali di tolak akhirnya upaya negosiasi May sukses di realisasikan pada Maret 2017,anggota parlemen menyetujui RUU yang diajukan May.Â