Jadi ceritanya saya punya sahabat yang selalu ribet sendiri dengan isi kepalanya. Iya, isinya adalah kekhawatiran, kecemasan, dan mungkin ketakutan akan suatu hal yang belum tentu terjadi atau belum tentu dipikirkan oleh orang lain. Dia ini orangnya ngga enakan banget. Apa-apa dipikir, hal sesepele mau upload foto di story yang temannya terbatas misalnya.
Padahal memang itulah fungsi story kan? Asal kita tidak membagikan hal-hal yang bertentangan dengan hukum maupun norma, kenapa harus pusing memikirkan apa nanti kata orang?
Kami kadang kesal karena sikapnya yang super duper ngga enakan itu kadang membuatnya berada di situasi yang sulit. Tapi akhirnya kesulitan itu dipilih juga, ketimbang harus berterus terang pada orang lain dan berani untuk mengatakan "tidak". Hatinya baik memang, tidak ingin mengecewakan orang lain, tidak ingin melukai orang lain, tapi kami khawatir jika terus menerus seperi itu ambang batasnya terhadap suatu permasalahan bisa membawanya pada sakit mental.Â
Untuk itulah tulisan ini hadir, semoga sahabat saya itu membacanya, dan mau mulai belajar untuk mengatakan "tidak" pada hal-hal yang tak penting dan bukan menjadi prioritasnya.Â
Belajar Berkata Tidak Pada Hal-Hal yang Tak Penting
Setiap orang pasti punya tujuan hidup dan pasti memiliki kepentingan masing-masing untuk menggapai tujuannya itu. Begitu juga dengan dirimu, wahai sahabat yang merasa semua urusan adalah penting dan tak bisa mengatakan "tidak".
Saya jadi ingat dengan perkataan Coach Aji, seseorang yang mengajarkan saya tentang arti sebuah produktivitas.Â
Jika semua dianggap penting, maka tidak ada yang benar-benar penting. Jika benar-benar penting, pasti dilakukan.
Jika tidak kunjung dilakukan, jangan-jangan sebenarnya tidak benar-benar penting?
Sejalan dengan apa yang saya kutip dari Buku Setiap Hari Stoik, di hari ketiga bulan Januari ada sebuah pesan yang mengatakan bahwa :
Berapa banyak orang telah membuang sampah ke dalam hidupmu ketika dirimu tidak menyadari apa saja yang hilang darimu, berapa banyak waktu yang terbuang - seberapa sedikit milikmu yang tersisa untukmu. Kelak kamu akan menyadari, bahwa dirimu sekarat sebelum waktunya. (Seneca on the Brevity of Life)