adalah kebenaran yang dibuktikan secara ilmiah, bisa diuji berkali-kali dan memberikan hasil yang sama. Inilah yang seharusnya kita sebut sebagai fakta.
Sekarang, tugas kita lah yang harus menyadari bias masing-masing dalam diri yang mungkin selama ini menjadi kebenaran parsial, bukan fakta yang obyektif.Â
Jangan sampai kita memaksakan personal truth walaupun objective truth telah membuktikan mana yang benar dan salah. Jangan denial gitu lah yaa istilahnya.
Kalau sudah seperti itu takutnya kita akan menganggap bahwa pemikiran kita adalah fakta obyektif dan paling benar. Lalu menganggap orang-orang meyakini fakta tersebut adalah kelompok superior.Â
Lalu menurut Fellexandro Ruby, yang lebih penting lagi adalah ketika kita dalam proses pemecahan masalah dan berada dalam persimpangan, kita harus menyadari tiga kebenaran ini.Â
Ketika kita harus berargumen dengan orang tua tentang mana profesi yang dibutuhkan di masa depan misalnya. Orang tua kita mungkin masih menganggap dokter dan PNS adalah profesi yang dapat menyelamatkanmu di masa depan. Karena untuk orang tua kita yang sudah belasan atau bahkan puluhan tahun hidup dari profesi tersebut, adalah pilihan karir terbaik baik dari sisi uang maupun kepuasan batin. Ini adalah personal truth mereka.
Bagaimana kita berargumen dengan kejadian seperti itu? Yuk ajak mereka untuk tahu objective truth-nya. Gali data, profesi mana saja yang dapat mendatangkan kepuasan batin sekaligus menjamin hari tua kita. Berapa penghasilannya, apa saja yang didapatkan serta profil risikonya. Niscaya, diskusi ini akan lebih kaya dan argumen kita bisa lebih kuat dan diterima.
Yuk coba maknai kebenaran dalam hidup kita. Mana yang personal truth, mana yang political truth dan mana yang objective truth.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H