Siapa sangka ternyata hari itu kami pulang dengan wajah lesu, penuh penyesalan sekaligus rasa syukur karena kakak saya berhasil selamat meskipun harus menunggu sekitar 10 menit terapung-apung di permukaan air laut. Rasa syukur saya panjatkan kakak saya masih bertahan dengan sisa-sisa tenaganya.
Sebenarnya ada apa di bawah sana?
Ternyata ada arus bawah laut dan perbedaan ketinggian di dekat bibir pantai. Hal ini memang sangat berbahaya. Perbedaan ketinggian yang signifikan, lalu langsung disambut oleh arus bawah laut yang ganas. Posisinya hanya beberapa meter dari bibir pantai. Jadi ketika berenang pasti tidak terasa badan terbawa menjauh dari pantai, lalu tiba-tiba kaki tidak lagi bisa menggapai dasar laut. Pada saat itulah arus bawah laut perlahan-lahan membawa apa saja yang ada di sekitarnya untuk tenggelam.
Termasuk kakak saya waktu itu. Beruntung kakak saya bisa berenang dan masih bisa bertahan dengan sisa-sisa energinya. Membayangkan saya yang ada di sana dan tidak bisa berenang, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Mungkin hanya tinggal nama.
Meskipun menjadi pengalaman pahit yang tak akan terlupa dan selalu mengingatkan saya akan usia yang tak bisa kita kompromikan panjang atau pendeknya, namun saya masih menjadikannya sebagai pantai favorit dengan segala keindahan dan risikonya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H