keluarga, termasuk relasi orangtua dan remaja.Â
Tak terasa, pandemi Covid-19 telah melanda kurang lebih tujuh bulan sampai saat ini. Perubahan akibat pandemi ini dapat menjadi sebuah krisis yang mempengaruhi dinamika kehidupanNamun, apabila kita memiliki kemampuan penyesuaian diri yang cukup baik terhadap situasi yang baru dan tak diinginkan, maka kita bisa berhasil menghadapi berbagai tantangan yang mungkin terjadi.
Saat di rumah saja akibat pandemi, orangtua dan remaja mengalami perubahan interaksi dan rutinitas. Alih-alih memandang situasi ini sebagai sebuah kendala, keluarga dapat memandangnya sebagai peluang baik yang bermanfaat.Â
Situasi di rumah saja dapat menjadi kesempatan untuk mengenali dan mengembangkan potensi yang dimiliki keluarga sebagai modal untuk memperkuat relasi antara orangtua dengan remaja.
Selama pandemi, dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ruang gerak keluarga menjadi terbatas.Â
Bagi orangtua, beberapa harus bekerja dari rumah dan perlu membagi fokus terhadap pekerjaan di kantor dan urusan di rumah sekaligus. Bagi remaja, mereka wajib mengikuti sekolah dari rumah secara daring.Â
Rutinitas berubah drastis, kegiatan terbatas hanya di dalam dan sekitar rumah. Akibatnya, perubahan rutinitas mempengaruhi interaksi antara orangtua dan remaja.
Dalam menghadapi krisis, faktor internal seperti potensi atau kekuatan yang dimiliki keluarga memiliki peran yang penting. Namun, karena kerap berfokus pada masalah, kita lupa bertanya, "Apa kekuatan atau potensi dalam keluarga saya?"Â
Setelah orangtua atau remaja mendapatkan jawabannya, maka selanjutnya saya mengusulkan tiga langkah praktis yang dapat dilakukan untuk memperkuat relasi orangtua dengan remaja.
Pertama, membangun komunikasi yang positif
Komunikasi yang positif akan menimbulkan emosi positif yang akan meningkatkan kualitas relasi dan kesejahteraan psikologis individu.Â
Saat saya mengikuti salah satu seminar daring tentang strategi keluarga menghadapi krisis pandemi, hasil survei singkat menunjukkan bahwa 57% dari 429 peserta menyatakan bahwa komunikasi positif menjadi salah satu aspek penting untuk menghadapi krisis pandemi.