Mohon tunggu...
Jessica Noviandriani
Jessica Noviandriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

Welcome my mind

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Perempuan Dalam Budaya Patriarki

18 November 2022   19:36 Diperbarui: 19 November 2022   19:44 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, sebenarnya di tengah masyarakat masih ada pihak-pihak yang menentang munculnya feminisme ini karena merasa bahwa laki-laki lah yang paling pantas atas sesuatu dan menjadi yang pertama. Banyak kasus bunuh diri bahkan sesama perempuan karena ia menyerukan aksi feminisme, salah satunya yaitu selebriti Korea Selatan, Sulli yang sangat memiliki pemikiran maju terhadap isu-isu feminisme hingga politik dimana memang Negeri Gingseng itu memang masih menjunjung tinggi budaya patriarki. Dalam aksinya mendukung kesetaraan gender, salah satunya dengan secara blak-blakan berkomentar dan menyerukan bahwa perempuan belum sepenuhnya, secara bebas dapat mengekspresikan diri dengan leluasa tanpa adanya risiko dari masyarakat sekitar, terlebih yang pro patriarkis. Selain itu ia juga menjadi bulan-bulanan masyarakat karena menyerukan aksi No Bra Day yang diadakan untuk meningkatkan kesadaran kaum perempuan terhadap kanker payudara dan juga bra sebagai sebuah simbol kekuasaan dari patriarkis. Namun, dalam usahanya untuk menyuarakan kesetaraan gender di tengah-tengah masyarakat patriarkis menyebabkan Sulli tertekan atas hate comments serta tekanan dari lingkungan sekitarnya berakhir membuat depresi dan memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

  • Perempuan dan Politik

Akhir-akhir ini mulai banyak perempuan yang terjun kedalam dunia politik. Adanya perkembangan zaman yang semakin maju mampu menciptakan posisi perempuan turut berpartisipasi dalam ruang publik. Mulai dari lingkungan pedesaan yaitu pemilihan lurah hingga lingkungan perkotaan seperti gubernur, walikota, atau anggota legislatif. Walaupun perempuan diberikan kemudahan dalam mencalonkan diri tetapi mereka harus bersaing lagi dengan laki-laki yang sejatinya sejak awal memang sudah diharapkan oleh masyarakat menjadi pemimpin mereka. Rendahnya kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender membuat perempuan semakin sulit untuk menunjukkan dirinya pada publik. Perempuan hanya dianggap sebagai pelengkap atau pemanis dalam dunia politik. Seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik pada bab II mengenai pembentukan partai politik pasal 2 ayat 2 bahwa pendirian dan pembentukan partai politik harus menyertakan 30% untuk keterwakilan perempuan. Maka dari itu maksud dari perempuan sebuah pelengkap yaitu disertakannya perempuan dalam partai politik   hanya untuk memenuhi syarat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang undang. Stigmatisasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kepemimpinan seorang perempuan merupakan sebuah konflik semu yaitu konflik yang sebenarnya ada tetapi tidak disadari oleh masyarakat luas. Sebagai contoh, di suatu pemilihan lurah terdapat kandidat yang berjenis kelamin perempuan kemudian ia tidak memenangkan pemilihan tersebut. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya kepercayaan masyarakat kepada kandidat perempuan tersebut untuk memimpin masyarakat. Dalam diri masyarakat masih terdapat pikiran kalau perempuan tidak dapat menjalankan tanggungjawab sebaik laki-laki dan masih berkembang pemikiran kalau perempuan itu hanya bisa disuruh bukan menyuruh.

Selain itu, perempuan sangat jarang untuk disosialisasikan dalam dunia politik sehingga akses kaum perempuan juga terbatas. Di zaman yang semakin maju ini beriringan dengan terbukanya ruang publik bagi perempuan pada kenyataanya belum berjalan dengan maksimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya penataan kelembagaan pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat sipil. Pemerintah khususnya pihak advokasi harus bisa menjamin ruang politik yang cukup bagi perempuan serta mendukung kemenangan perempuan dalam pemilihan legislatif tanpa memandang status orang tersebut karena pada hakikatnya semua masyarakat dari segala lapisan berhak mencalonkan diri dan memenangkan pemilihan umum.

Hal ini menunjukkan apabila tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur, maka kemungkinan perempuan hanya mendapat kesempatan kecil dapat berkecimpung dalam partai politik. Langkah awalnya saja perempuan sudah dipersulit lalu bagaimana mereka dapat aktif dalam dunia perpolitikan. Selain itu, kandidat perempuan juga terkadang dibuat seolah-olah ada tetapi tidak banyak massa yang mendukungnya sehingga tidak mendapatkan kemenangan. Hal tersebut seringkali dimaksudkan untuk memperlihatkan adanya kesetaraan gender di suatu masyarakat. Terkadang juga terdapat partai poltik yang mengajukan perempuan menjadi wakilnya tetapi mereka yang dipilih adalah yang sudah memiliki nama di masyarakat seperti keluarga pejabat atau seorang artis. Sangat jarang ditemui perempuan dari kalangan biasa menjadi seorang pemimpin. Keterlibatan keluarga pejabat, konglomerat, dan seorang artis sangat diperlukan dalam dunia politik karena erat kaitannya dengan politik uang. Tidak ada sebuah partai yang menang tanpa mengeluarkan uang dan mempunyai popularitas.

C. Kesimpulan 

Sejak dahulu kala hingga sekarang perempuan masih saja dikaitkan dengan hal-hal yang berbau pekerjaan seorang ibu dan seorang istri yaitu mengurus anak, mengurus rumah, dan mengurus suami. Pada hakikatnya perempuan pun memiliki potensi untuk menjadi seorang pemimpin. Yang mereka perlukan adalah dukungan orang lain untuk menambah rasa percaya diri mereka dalam melangkah. Budaya patriarki yang muncul di tengah-tengah masyarakat menjadi salah satu penyebab dominasi laki-laki atas perempuan, marginalisasi dan subordinasi menjadi masalah bagi kauum perempuan. Paham masyarakat tentang kodrat dan gender yang masih keliru membuat perempuan mendapat banyak tekanan dari berbagai sudut. Tuntutan pekerjaan rumah, kasur, dapur, dan sumur serta kurang terbukanya ruang untuk perempuan berekspresi atas dirinya menjadi tekanan tersendiri bagi kehidupannya. Perempuan sebagai pihak nomor dua tidak mendapatkan akses yang sama seperti laki-laki, misal dalam pendidikan, berpendapat, pekerjaan publik. Begitu juga dalam ranah politik sangat jarang ada partai politik yang mengajukan perempuan sebagai kandidat karena jika itu terjadi maka partai mereka akan mendapatkan sedikit pendukung. Perempuan difokuskan oleh konstruksi masyarakat sebagai ibu rumah tangga yang harus bisa memasak dan mengurus rumah. Kurangnya dorongan dari masyarakat bahkan orang terdekat menjadi faktor kepercayaan diri perempuan. Dalam hal sektor publik yang seharusnya dapat dikerjakan baik perempuan maupun laki-laki, dalam kenyataannya lebih mengutamakan laki-laki sebagai pengisi kursi utama sehingga dari fenomena yang ada membuat rasa percaya diri dan optimisme perempuan menjadi berkurang karena menganggap dirinya kurang capable. Atas banyaknya perlakukan tidak setara pada perempuan maka munculah kaum-kaum feminis yang menyerukan hak-hak dan kebebasan pada perempuan. Selain itu, juga muncul beberapa gerakan atau campaign tentang isu-isu perempuan dan kesetaraan gender, salah satunya tagar #WomenSupportingWomen.

D. Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan. (2014). Politasi Gender dan Hak-Hak Perempuan. Jurnal Studi Gender. Vol 7 (2). 277-290. Diakses pada laman https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Palastren/article/view/1016/928

Widyananda, Rakha Fahreza. (2020). Diakses pada laman Stigma adalah Ciri Negatif yang Diakibatkan Pengaruh Lingkungan, Simak Penjelasannya | merdeka.com

Omara, A. (2004). Perempuan, Budaya Patriarki, dan Representasi. Vol 46. 148-165. Diakses pada laman https://www.semanticscholar.org/paper/Perempuan%2C-Budaya-Patriarki-Dan-Representasi-Omara/53a8f673aaffe096932ddd048374a1dd3d6f6a60

Rokhimah. (2014). Patriarkhisme dan Ketidakadilan Gender. Jurnal Muwazah. Vol 6 (1). 132-145. Diakses pada laman https://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Muwazah/article/view/440/392

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun