Mohon tunggu...
Jessica Noviandriani
Jessica Noviandriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

Welcome my mind

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Perempuan Dalam Budaya Patriarki

18 November 2022   19:36 Diperbarui: 19 November 2022   19:44 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Budaya patriarki yang mungkin sudah menjadi akar turun-temurun dari generasi sebelumnya membuat eksistensinya melekat pada masyarakat. Konstruksi sosial yang ada di masyarakat dalam budaya patriarki telah menyebabkan berbagai ketidakadilan gender, khususnya pada kaum perempuan. Di tengah-tengah masyarakat pun sisi patriarki masih sering terlihat, berakar dari kebudayaan masa lalu. Sejak zaman dahulu, pemimpin pada kerajaan diidentikkan dengan kaum laki-laki dan kaum perempuan dinarasikan sebagai selir dan pembantu dalam kerajaan. Ada kalanya pendekar perempuan hadir dalam sejarah kebudayaan tetapi itu pun tidak banyak dan banyak di dalamnya cerita tentag bagaimana para laki-laki memandang remeh pada kapabilitas yang dimiliki oleh perempuan.

Dengan perbedaan yang ada antara laki-laki dan perempuan, perempuan seringkali tersubordinasi dan termarginalisasi sehingga tak jarang pula mengalami ketidakadilan lain sebagai buntut dari permasalahan sebelumnnya, menurut (Rokhimah, 2014), beberapa ketidakadilan itu berupa:

a) Pelabelan negatif atau stereotipe pada perempuan, contohnya perempuan tidak bisa mengambil keputusan dan memiliki peran sebagai pencari nafkah tambahan, sedangkan laki-laki menjadi pencari nafkah utama

b) Kekerasan baik fisik maupun non fisik yang datang karena perempuan dianggap lemah sehingga dapat diperlakukan secara semena-mena, contohnya perilaku KDRT, pelecehan seksual, dan eksploitasi perempuan.

c) Subordinasi pada perempuan yang memperihatkan bahwa perempuan memiliki peran dalam domestik dan reproduksi sedangkan laki-laki pada publik dan reproduksi. Di lingkungan sosial masih banyak ditemui bahwa penghargaan yang didapat antara pemegang sektor domestik dan reproduksi serta publik dan reproduksi masih berbeda, masih cenderung pada peran laki-laki di bidang publik dan reproduksi, contohnya belum banyak perempuan yang ikut mengambil dan memutukan suatu kebijakan tertentu dan keterlibatan perempuan dalam bidang politik.

d) Beban ganda (double burden) atau beban pekerjaan suatu jenis kelamin lebih banyak daripada jenis kelamin lainnya. Perempuan seringkali diberi stigma bahwa reproduksi yang ada pada dirinya dianggap sebagai peran yang statis dan permanen. Contohnya, perempuan selain harus melayani suami, hamil, melahiran, sampai menyusui juga masih harus dibebankan tugas mengurus rumah dan kadang harus mencari nafkah yang tidak pula menghilangkan tugas-tugas yang ada di atas. Beban yang datang dari berbagai hal inilah yang disebut beban ganda pada "kodrat" yang dibangun oleh sistem masyarakat.

Karena adanya deskriminasi pada budaya patriarki perempuan harus patuh pada kodratnya yang telah ditentukan oleh masyarakat. Karena adanya deskrimiinasi ini perempuan harus menerima stereotype yang mana perempuan itu lemah, emosional, dan irasional sehingga kedudukannya selalu dianggap tidak terlalu penting bahkan dianggap tidak sejajajar dengan laki-laki. Sehingga perempuan diasumsikan harus selalu menggantungkan dirinyadan hidupnya pada laki-laki.

Selain itu, adanya sikap patriarki di kalangan masyarakat ternyata juga menjadi salah satu penyebab munculnya seksisme pada perempuan. Seksisme merupakan penggunaan frasa yang menjurus pada peremehan, salah satunya gender. Hal ini dapat kita lihat dari pelabelan masyarakat kepada perempuan tentang expired date atau penyudutan kepada perempuan dalam menikah. Masyarakat cenderung lebih mempermasalahkan umur perempuan daripada laki-laki, perempuan dianggap "untuk apa, sih melajang lama-lama, nunggu apa, mending nikah saja daripada jadi perawan tua", padahal disamping menjadi istri dan mengurus rumah, masyarakat harus bisa mendukung perempuan untuk mencapai cita-cita yang mereka inginkan.

  • Feminisme

Feminisme muncul sebagai gerakan, ide, kesadaran dalam masyarakat yang bertujuan unutk penyuarakan persamaan hak politik bagi kaum perempuan pada akhir abad 18 dan mulai berkembang pesat pada abad 20. Para feminis menyerukan perhatian pada peran hukum tentang bertahtanya dominasi patriarkis. Kesetaraan gender diangkat oleh gerakan feminisme bertujuan agar laki-laki dan perempuan dapat bekerja sama, perempuan tidak bergantung pada laki-laki, kaum perempuan dapat melakukan berbagai kegiatan dan pekerjaaan yang saat ini mungkin dipandang merupakan pekerjaan laki-laki sehingga laki-laki juga dapat terbantu. Dengan berbagai latar belakang masalah dibalik bias gender di luar sana, feminisme memiliki beberapa paham dengan gerakan di dalamnya yang dapat digunakan sebagai pemecahan terkait bias gender yang sesuai dengan masalah yang ada, seperti (1) feminisme liberal yang menitikberatkan pada ketidaksetaraan pada perempuan berakar rasionalitas dimana perempuan dianggap kurang rasional, lebih menggunakan perasaan dibanding laki-laki. Gerakan aksi ini adalah memberi akses yang luas pada perempuan untuk mengenyam bangku pendidikan. (2) feminisme radikal yang berasumsi bahwa subordinasi yang dialami perempuan berasal dari adanya sistem patriarki dimana laki-laki memiliki akses atau previlege, seperti pada aspek ekonomi yang lebih besar daripada perempuan. Agenda aksi yang dilakukan oleh paham radikal adalah berusaha membongkar struktur patriarki dengan melibatkan peran perempuan dalam kehidupan sosial politik di masyarakat. (3) feminisme marxis berasumsi bahwa penindasan serta marginalisasi yang dialami perempuan berakar dari eksploitasi yang dilakukan oleh kaum laki-laki dalam hal kelas dalam cara produksi. Aksi yang dilakukan oleh aliran ini adalah mendorong perempuan agar memiliki penghasiln sekecil apapun agar tidak terus bergantung di bawah penghasilan laki-laki. (4) feminisme sosialis yang berasumsi bahwa bahwa penindasan yang dialami peempuan tidak hanya pada sisi ekonomi tetapi juga dalam hal adanya sistem patriarki, seolah-olah perempuan tidak memiliki kesadaran kelas walaupun sudah memiliki penghasilan tetapi masih tersubordinasi dan menjadi warga kelas dua (second citizenship). Agenda aksi yang dilakukan oleh paham ini adalah dengan cara membantu meningkatkan kesadaran kelas pada kaum perempuan dengan meningkatkan kualitas serta kuantitas dalam keterlibatan perempuan dalam berpolitik.

Dengan berbagai macam ragam paham atau aliran yang muncul dimasyarakat dalam menanggapi ketidakadilan gender pada perempuan, kita sebagai masyarakat hendaknya lebih baik dapat menganalisis termasuk aliran manakah fenomena mengenai gender pada perempuan yang ada di sekitar kita agar dapat menggunakan serta mengaplikasikan agenda aksi yang tepat. Serta juga dapat meningkatkan tujuan kesetaraan gender pada laki-laki dan juga perempuan.

Selain feminisme sebagai dorongan kesetaraan gender bagi perempuan, gerakan seperti women support women menjadi topik hangat pada masanya, dengan tagar #WomenSupprotingWomen para perempuan saling menyemangati perempuan lain dan mensyukuri diri sebagai seorang wanita. Dilansir dari Kompas.com hal ini diikuti para perempuan dengan cara mengunggah foto monokrom dengan memberi kalimat-kalimat pendukung atas pencapaian mereka dan juga sebagai ucapan terima kasih kepada sahabat atau teman wanita. Selain sebagai ajang mensyukuri atas pencapaian yang telah dicapai tagar #WomenSupprotingWomen juga dipakai untuk memberi dukungan pada sesama wanita lain (Wirawan, 2020). Menurut saya, kegiatan seperti ini dapat mempererat sesama perempuan dengan saling memberi semangat mengingat di luar sana masih ada kasus-kasus kekerasan pada wanita. Selain itu, kegiatan ini juga bisa menjadi dorongan agar lebih kuat dalam menjalani kehidupan di tengah ekspetasi masyarakat sekitar yang diberikan kepada kaum perempuan. Kegiatan campaign ini walaupun dilakukan di media sosial menurut saya sangat bermanfaat untuk saling menjaga dan memberi support mengingat fenomena patriarki ini tidak hanya terjadi dinegara-negara berkembang saja, bahkan di negara maju yang masyarakatnya kita anggap sudah lebih modern masih meninggikan derajat laki-laki di atas segalanya (patriarki).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun