Mohon tunggu...
Jessica Naomi Pane
Jessica Naomi Pane Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi

Memiliki ketertarikan dalam bidang psikologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Emosi yang Dirasakan Manusia

23 November 2021   16:00 Diperbarui: 24 November 2021   22:05 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam berperilaku, manusia disertai dengan reaksi yang dapat berupa reaksi positif atau bahagia dan reaksi negatif atau tidak senang.

 Kata emosi  berasal dari "emotion" dalam bahasa Prancis dan "emovere" dalam bahasa Latin yang artinya bergerak keluar. Menurut para ahli, emosi merupakan ujung pangkal dari terbentuknya kognisi dan perilaku yang kemudian mengarahkan perilaku atau respons seseorang. 

Awalnya emosi akan muncul saat ada rangsangan yang sumbernya dari dalam yang berupa lapar, ngantuk, haus, dan lain-lain ataupun rangsangan yang sumbernya dari luar yang berupa individu, barang, iklim, lingkungan, dan lain-lain. Kemudian rangsangan akan ditafsirkan menjadi hal yang membuat bahagia atau membuat sedih.  

Setelah ditafsirkan, emosi diterjemahkan menjadi respons fisiologik dan motorik yang dapat berupa jantung berdebar, mulut terbuka, merinding, dan lain-lain. 

Emosi terproses di dalam otak. Menurut JW Papez, respons emosional tergantung oleh sistem limbik yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya stimulus afektif dan melibatkan beberapa area otak lain juga. 

Biasanya, respons emosional disertai dengan perubahan fisik yang disebut juga autonomic response atau respons yang tidak bisa dikendalikan. Sistem Limbik juga mengatur respons otonom yang memberikan respons melalui sumsum tulang belakang. 

Proses emosi afeksi dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat primer, sekunder, dan tersier (Panksepp dan Biven, 2012). Tingkat primer yang terdiri dari pengaruh sensorik yang memicu perasaan senang atau tidak senang, pengaruh homeostatis yang memicu rasa lapar atau haus, dan pengaruh emosional yang menimbulkan niat dalam suatu tindakan. Tingkat primer juga banyak dialami oleh binatang. Selanjutnya ada tingkat sekunder yang melibatkan memori. 

Dalam tingkat sekunder, beberapa afeksi dihubungkan dengan pengalaman masa lalu. Terakhir ada tingkat tersier yang bisa mengontrol emosi. Dalam tingkatan ini, individu sudah bisa mengontrol rasa takut dengan memasang ekspresi tidak takut. Tingkat tersier terjadi di neocortical yang akan mempengaruhi berbagai ekspresi emosi sedangkan tingkat primer dan tingkat sekunder terjadi di subcortical atau di sistem limbik. 

(Averill, 1975 dalam Feldman, 2003) Terdapat lebih 500 kata yang mendefinisikan emosi di dalam bahasa Inggris. Maka dari itu, emosi adalah sebuah konsep yang memiliki banyak sekali definisi sehingga tidak ada satupun yang bisa diterima secara universal. Terdapat dua opini mengenai bagaimana emosi dapat terjadi. Pertama adalah opini nativistik bahwa emosi merupakan bawaan. 

Menurut Rene Descartes (1596-1650), manusia memiliki enam emosi dasar yang didapat sedari manusia lahir, yaitu cinta, rasa gembira, kemauan, benci, sedih, dan kagum. 

Dasar dari pendapat ini adalah karena adanya argumentasi mengenai ekspresi emosi pada binatang dan manusia yang sama. Kedua yaitu opini empirik bahwa emosi merupakan efek berlatih atau pengalaman yang mementingkan kaitan antara jiwa yang pusatnya ada di otak dengan berbagai rangsangan yang berasal dari sekitar melalui jaringan saraf dalam badan suatu individu. 

Pendapat empirik memiliki tiga teori klasik, yaitu teori somatik dari William James dan Carl Lange, teori Cannon-Bard, dan teori kognitif atau disebut juga teori Singer-Schachter.

 Emosi merupakan akibat dari transformasi dari sistem fisiologi tubuh (Garrett, 2005; Feldman, 2003; Schwartz, 1986). Teori Cannon-Bard merupakan hasil kritik dari teori somatik. 

Diambil dari contoh saat seseorang melihat seekor beruang, menurut teori somatik orang tersebut belum merasa takut melainkan jantung berdegup kencang dan adrenalin meningkat atau terjadi perubahan fisiologi dahulu baru orang tersebut merasa takut sedangkan Walter Canon dan Philip Bard (1929) melakukan pembuktian dalam riset dengan binatang, reaksi motorik muncul sesudah takut bukan reaksi motorik mengakibatkan rasa takut (Garrett, 2005; Feldman, 2003). 

Intinya, teori Cannon-Bard mengemukakan orang berteriak dan lari akibat merasa takut sedangkan teori Somatik mengemukakan orang menjerit dahulu baru merasa takut. Teori kognitif mengemukakan bahwa emosi sangat bergantung pada pengalaman. Saat melihat beruang, adrenalin terpacu dan jantung berdebar kemudian baru menjerit. 

Berbagai bentuk ekspresi emosi
Berbagai bentuk ekspresi emosi

Watson (dalam Effendi dan Praja, 1989) mengungkapkan manusia memiliki tiga macam emosi dasar, yaitu takut, marah, serta cinta.

 Emosi paling mudah terlihat dari ekspresi wajah. Takut merupakan bentuk emosi yang menghindar dari suatu hal. Takut yang bentuknya lebih ekstrem disebut dengan phobia. Rasa takut juga bisa memiliki arti kelainan kejiwaan atau yang biasa disebut dengan anxiety (kecemasan) yang rasa takutnya tidak jelas, baik sasaran maupun alasannya. 

Kecemasan terus-menerus biasa dihadapi penderita psikoneurosis. Orang normal juga sering mengalami kecemasan, yang biasa disebut khawatir yang merupakan rasa takut yang tidak jelas, namun rasanya kuat sekali. Marah bersumber dari kegiatan yang terganggu sehingga suatu usaha menjadi gagal. 

Duffy (2012) menyatakan bahwa marah merupakan emosi yang sangat normal. Akan tetapi, kita harus bisa membedakan antara marah, agresi, dan kekerasan karena ketiga hal ini sering sekali disamakan. Marah merupakan emosi yang orang rasakan. Agresi atau kekerasan adalah tingkah laku yang terlihat sebab munculnya suatu emosi, terlebih marah. 

Ramirez dkk. (2001) melakukan riset lintas budaya dan mengatakan bahwa marah dan agresi disebabkan oleh budaya dimana seseorang tinggal. Beberapa masyarakat berpendapat bahwa agresi verbal seperti makian dan bentakan merupakan sesuatu yang umum, sedangkan masyarakat lain berpendapat bahwa makian dapat membuat seseorang terluka.

 Menurut Plutchik, cinta merupakan bentuk emosi yang rumit yang terbentuk dari gabungan dua emosi dasar, yaitu rasa senang dan penerimaan. Gross dan John (1997) berpendapat bahwa ekspresi emosi cinta bisa didefinisikan sebagai manifestasi yang timbul dalam bentuk tingkah laku. 

Buscaglia (1988) menyatakan bahwa ekspresi emosi cinta penting sekali untuk perkembangan hubungan pacaran. Ekspresi emosi cinta juga penting sebab bisa mendukung emosi cinta itu sendiri (Tysoe, dalam Sukaria, 1995). Cinta dapat berupa penerimaan, persahabatan, kepercayaaan, hormat, kemesraan, kebaikan hati. 

Setiap budaya mempunyai display rules yang berfungsi sebagai pengelola bentuk emosi seseorang. Decoding micro-expression membedakan emosi tulus atau asli dan yang tidak tulus atau palsu. Misal saat kita tersenyum, dapat terlihat mana yang senyum tulus dan senyum palsu dengan melihat otot zygomaticus major dan orbicularis oculi. 

Senyum tulus akan melibatkan kontraksi kedua otot dimana mata dan mulut ikut tersenyum sedangkan senyum palsu hanya melibatkan otot zygomaticus major. EMG recordings dapat mendeteksi perubahan emosi, meski hanya dari pergerakan otot-otot wajah yang hampir tidak tampak.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun