Suleeman menjelaskan bahwa ayat 26 merupakan akibat (terdapat kata “karena itu”) dari penyembahan berhala (kesesatan di ayat 27). Jadi karena penyembahan berhala lah orang-orang tersebut dihukum untuk menjadi homoseksual. Lagipula, banyak orang-orang homoseksual yang serius dalam keimanannya dan sama sekali tidak menyembah berhala. Tidak berbeda, Rakhmat juga menilai hubungan-hubungan seksual semacam itu terjadi sebagai akibat dari mereka bergabung dalam komunitas pagan.
Tidak dapat disangkali, memang Roma 1:18-32 berbicara mengenai orang-orang yang menyembah berhala. Hal ini tampak di ayat 23 dan 25, di mana mereka terang-terangan menyembah ilah lain. Jadi apakah persetubuhan yang tidak wajar itu merupakan hasil dari, atau hukuman Tuhan atas penyembahan berhala, atau justru Tuhan menghukum mereka karena penyembahan berhala dan persetubuhan yang tidak wajar? Jawabannya ada di ayat 26 sendiri. Di situ frase yang tertulis adalah: “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tidak wajar. Demikian juga suami-suami…”
Kata “karena itu” menggunakan kata Yunani “dia” (Genetif), yang merupakan jawaban dari mengapa Allah menghukum mereka, sedangkan kata “sebab” menggunakan kata “gar,” yang bisa berarti “karena, sebab, bahkan.” Jadi jelas penghukuman datang kepada mereka karena dua hal, yaitu penyembahan berhala dan juga persetubuhan yang tidak wajar. Rakhmat bersikeras bahwa persetubuhan yang tidak wajar atau homoseksual tersebut bukan terjadi karena penyimpangan orientasi seksual, tetapi semata-mata hanya karena persetubuhan semacam itu adalah syarat dari penyembahan berhala saat itu. Secara logis, apakah mungkin seseorang melakukan persetubuhan hanya karena kewajiban dan tidak melibatkan kesenangan pribadi? Sekalipun pada saat itu Paulus belum mengenal orientasi seksual yang menyimpang, tapi praktek-praktek semacam itu sudah sangat lazim sejak jaman Perjanjian Lama. Dan praktek itu pada kenyataannya tetap dilanjutkan sampai pada jaman Paulus, bukan hanya karena itu merupakan ritual penyembahan berhala, tetapi karena manusia merasakan kenikmatan di dalam melakukan hal tersebut, yang merupakan kejijikan di hadapan Tuhan.
Hukuman balasan setimpal yang akan mereka terima adalah di dalam diri mereka sendiri. Dalam hal ini Paulus berbicara mengenai penyakit-penyakit kelamin mengerikan yang akan menimpa mereka yang melakukan praktek persetubuhan yang tidak wajar ini. Hukuman ini adalah akibat dari kesesatan mereka, yaitu karena mereka menyembah berhala dan juga melakukan praktek homoseksual. Jelas praktek homoseksual termasuk perbuatan yang dihukum di sini. Lalu bagaimana dengan kata “kesesatan,” bukankah itu harusnya merujuk pada penyembahan berhala, bukan homoseksualitas? Kata kesesatan berasal dari kata “plane.” Memang kata ini seringkali dihubungkan dengan pengajaran sesat secara doktrinal, tetapi tidak berarti kata ini tidak mencakup kesesatan secara moral. Kata “plane” juga dapat melambangkan suatu perbuatan yang berdosa, perbuatan yang tidak sesuai hukum, seperti digunakan juga di dalam Yakobus 5:20 dan 2 Pet. 2:18 untuk melambangkan perbuatan dosa. Jadi membatasi kesesatan hanya dengan perbuatan menyembah berhala adalah penyempitan makna yang mengada-ada.
4. Pandangan Paulus mengenai arsenokoites dan malakoi (1 Kor. 6:9 dan I Tim. 1:10)
Menurut Suleeman dan Rakhmat, ada kesalahan tafsir yang selama ini dilakukan oleh Kristen konservatif pada kedua ayat ini, khususnya di dalam kata arsenokoites, yang diterjemahkan sebagai pemburit (atau homoseksual) dan malakoi yang diterjemahkan sebagai banci. Menurut mereka, arsenokoites tidak dapat disamakan dengan homoseksual. Jika memang itu mengacu pada homoseksual, seharusnya Paulus menggunakan kata “paidarastes,” yaitu sebuah kata yang mencerminkan hubungan sejenis pada saat itu. Menurut mereka, kata arsenokoites berhubungan dengan pelacuran bakti yang saat itu sedang marak terjadi di kuil-kuil penyembahan berhala. Arsenokoites adalah para pelacur laki-laki yang menerima pelanggan wanita (heteroseksual) dan praktek ini sangat erat dengan penyembahan berhala. Kedua, kata malakoi juga tidak boleh diterjemahkan sebagai banci, walaupun memang ini mengisyaratkan seorang laki-laki yang lemah lembut. Menurut Rakhmat, laki-laki lembut ini melambangkan laki-laki muda atau anak lelaki yang dijadikan budak seks oleh pria-pria dewasa yang memiliki status sosial tinggi, yang sudah merupakan kebiasaan pada saat itu.
Kita akan membahas pandangan ini. Yang pertama adalah mengenai arsenokoites. Kata arsenokoites memang bukan sebuah kata yang populer pada saat itu. Ini adalah kata-kata Paulus yang unik, dengan cara menggabungkan antara “arseno” (laki-laki) dan “koites” (ranjang/hubungan suami-istri). Uniknya, kedua kata yang sama juga digunakan dalam Imamat 18:22 dalam versi Yunaninya (Septuaginta) untuk menggambarkan homoseksualitas. Imamat 18:22 berbunyi: “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, r karena itu suatu kekejian.” Dalam Bahasa Yunani berbunyi, “kai meta arsenos ou koimethesei koiten gunaikos bdelugma gar estin.” Di sini tampak ada dua kata yang bersanding, antara arsenos dan koiten untuk menggambarkan hubungan seks sejenis. Selain itu dua kata tersebut juga digunakan dalam Imamat 20:13, “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.”
Dengan memahami latar belakang Paulus sebagai seorang Yahudi tulen yang tidak asing dengan Perjanjian Lama, tidak sulit untuk menangkap maksud Paulus ketika ia menggunakan kata “arsenokoites” di dalam I Kor. 6:9 dan I Tim. 1:10.
Lalu bagaimana dengan malakoi sendiri? Apakah malakoi sebenarnya tidak berarti banci? Jika malakoi ini benar-benar berarti seorang anak laki-laki yang menjadi korban dari nafsu kedegilan para pria dewasa, tidak mungkin malakoi disandingkan dengan arsenokoites (homoseks), porno (orang-orang cabul), dan moichos (perzinahan) dalam I Kor. 6:9. Jelas di sini bahwa malakoi bermakna penyimpangan seksual dan merupakan dosa, sama seperti hal-hal yang disebutkan Paulus di ayat tersebut dan sebelumnya. Malakoi dapat digolongkan sebagai pria-pria yang memang berwatak lembut, tetapi bukan hanya itu, mereka juga memiliki penyimpangan seksual, sehingga mau disetubuhi oleh para arsenokoites.
5. Siksaan Api Kekal (Yudas 1:7)
"sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang."