Penggunaan bahan bakar fosil merupakan contoh aktivitas yang melepaskan bahan kimia berbahaya ke atmosfer, dan berakibat pada terbentuknya lubang di lapisan ozon (oleh CFC).Â
Selain itu, polutan udara juga ikut andil dalam mempengaruhi jumlah sinar matahari yang masuk ke atmosfer. Deforestasi hutan merupakan penyebab utama lainnya. Kegiatan tersebut membalikkan efek penyerapan karbon dan melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer.
Berdasarkan data beberapa tahun ke belakang, bukannya kian membaik, namun perubahan iklim di dunia menjadi isu yang semakin hari semakin serius. Perubahan iklim dapat diukur dalam bentuk statistik melalui Intergovernmental International Panel on Climate Change (IPCC) berdasarkan perubahan komponen utama iklim, yaitu temperatur, musim, kelembaban, dan angin.Â
Informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization (WMO), menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas, sedangkan tahun 2020 merupakan salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat (WMO, 2020). Sebagai pembanding bahwa isu ini masih berkelanjutan, di Indonesia, anomali suhu udara di Indonesia pada bulan Maret 2022 merupakan yang tertinggi ke-9 sepanjang periode pengamatan sejak 1981.
Menelisik beberapa tahun ke belakang, sebuah fenomena abnormal menjadi perhatian sebagian besar populasi global. Tepatnya pada tahun 2015, suhu setinggi 21,1C tercatat pada Hari Natal di Boston.Â
Para ilmuwan telah memperkirakan bahwa pada tingkat saat ini, setidaknya 100 juta jiwa bisa mati pada tahun 2030 sebagai akibat dari perubahan iklim. 2030 sudah tak lama lagi dan bukan menjadi pertanyaan apakah manusia akan memerangi perubahan iklim atau tidak, karena demi bertahan hidup hal tersebut merupakan sesuatu yang wajib dilakukan dalam untuk mengatasi ancaman yang meningkat pesat ini.
 Perubahan iklim menyebabkan banyak masalah lingkungan. Fenomena melelehnya es di kutub yang menyebabkan hewan dan tumbuhan Arktik mati, serta banjir akibat naiknya permukaan air, merupakan contoh dari masalah tersebut. Hujan besar yang terjadi akibat pemanasan global, menyebabkan cepatnya proses evaporasi (penguapan) dan terjadi hujan tropis penyebab banjir.Â
Bencana ini amat mengerikan karena tidak dapat dikendalikan dan berujung pada tragedi, terutama di daerah pantai dan sekitarnya. Ditambah lagi dengan cuaca ekstrem yang belakangan ini sering terjadi, seperti musim kemarau berkepanjangan dan gelombang panas yang meningkatkan suhu udara. Angka kebakaran hutan juga meningkat dan menjadi sumber masalah bagi masyarakat.
Kondisi-kondisi ini menimbulkan permasalahan lingkungan yang berdampak pada kesehatan manusia. Polusi udara dan gas berbahaya yang berlayangan di udara dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit pernapasan, seperti penyakit paru obstruktif kronis, asma, dan menghambat pertumbuhan paru-paru anak.Â
Kemudian, perubahan iklim menyebabkan curah hujan dan suhu udara naik yang berkaitan dengan peningkatan jumlah hewan pembawa penyakit, seperti nyamuk. Hewan ini menjadi perantara penyakit malaria, demam berdarah, dan kaki gajah (Kemenkes RI, 2021).
Perubahan iklim berdampak pula di bidang sosial ekonomi, khususnya keamanan pangan global karena menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan. Sebagai bukti nyata, bencana El Nino yang merupakan bencana terbesar di dunia akibat perubahan iklim yang terjadi karena meningkatnya suhu secara signifikan.Â
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya