Mohon tunggu...
Jessica Gresina
Jessica Gresina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Student at Atma Jaya Yogyakarta University

Please take a look at my article, Thank you.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Era Postmodern Jadi Sorotan, Popularitas Culture Jamming Semakin Tersohor

29 Maret 2021   12:07 Diperbarui: 29 Maret 2021   12:31 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://www.awwwards.com/sites/nike-cortez-45th-anniversary

"Aku sudah mengincar sepatu itu sejak lama, memang keren"

"Kamu terlihat seperti seorang atlet dengan sepatu dan pakaian olahraga itu!"

"Aku tahu sepatu mu dari Brand kenamaan dunia, hebat!"

 Sepatu dan jejak yang selalu membekas

Sekilas kalimat di atas terdengar tidak asing, karena mampu membawa kita menembus dimensi memori yang berbeda. Sebagian mungkin akan ingat pada masa bersekolah, dimana saat kita menggunakan sepatu baru langsung dihujani pernyataan serupa. 

Bagi Sebagian yang lain tentu akan teringat pada momen dan masa yang berbeda pula. Industri dibidang olahraga mungkin tidak terlalu populer dikalangan masyarakat awam, jika dibandingkan dengan industri makanan. Namun dibalik itu, peluang dalam industri ini justru sangat besar, bahkan diluar dari ekspetasi kita. 

Bayangkan saja, ada puluhan cabang olahraga di dunia, dan tentunya semua membutuhkan keperluan yang sama untuk mendukung performa mereka. Semakin hari, kita juga adanya telah menyadari ada sangat banyak merek terkenal dunia yang hingga kini masih eksis dan sukses lewat produk olahraganya. 

Salah satunya brand dunia yang memiliki logo "centang benar". Apakah kita sudah bisa menebaknya? Ya betul sekali, jawabannya Nike. Memang ketika membicarakan Nike sebagai suatu brand olahraga seolah tidak ada habisnya, tetapi tentu selalu ada banyak sisi menarik lain yang dapat dibahas. 

Jika rasa penasaran sudah memuncak, saya pikir ini adalah waktu yang tepat untuk menjawabnya. Dalam kesempatan ini, saya akan membawa kita bertualang dalam dimensi Nike yang berbeda dan tentunya menarik untuk ditelaah.

Ucapkan salam kenal terlebih dahulu

Serba serbi budaya seolah selalu mengajak kita bernostalgia dengan masa lalu. Salah satu peradaban budaya yang sangat membekas dalam benak kita adalah pada era postmodern. 

Pada masa ini banyak sekali perubahan yang terjadi, baik dalam cara berpikir dan kepercayaan yang sebelumnya modernisme menjadi postmodernisme. Aliran pemikiran populer postmodernisme tentu memengaruhi dan berperan besar dalam membentuk perilaku individu dewasa ini. 

Perkembangan yang terus menerus terjadi tentu tidak lepas daru keinginan manusia untuk selalu menginginkan sebuah perubahan karena bertambahnya persoalan dan juga kebutuhan (Setiawan, 2018). Dapat dilihat dari sekilas pernyataan tersebut bahwa perubahan yang terjadi pada manusia didorong atas dasar ingin berkembang.

Secara lebih jauh salah satu tokoh budaya terkenal Louis Leahy, mendefinisikan postmodernisme sebagai suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman modern (Leahy, 1985, h: 271). 

Postmodernisme muncul diakibatkan anggapan kegagalan pada masa modernisme dalam mengangkat martabat manusia dan dalam menepati janjinya untuk menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih baik (Setiawan, 2018). Dalam postmodernisme segala sesuatu tidak lagi bernilai objektif, tetapi semuanya tergantung pada interpretasi masing-masing individu. 

Potmodernisme juga hadir sebagai bentuk nyata dari dekonstruksi realita yang ada dan sudah melekat dari era sebelumnya. Kebebasan dan pluralisme sebagai karakteristik utama dari postmodernisme telah membawa banyak perubahan besar dalam berbagai sektor kehidupan manusia, tidak terkecuali budaya. Maka setelahnya nilai-nilai budaya jelas akan sangat beraneka ragam sesuai dengan latar belakang sejarah, geografis, dan sebagainya. 

Postmodernisme muncul diakibatkan anggapan kegagalan pada masa modernisme dalam mengangkat martabat manusia dan dalam menepati janjinya untuk menjadikan kehidupan menusia menjadi lebih baik (Setiawan, 2018). Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa era ini mentoleransi adanya keberagaman pemikiran, peradaban, agama, serta budaya (Abdullah, 2004, h: 96).

Kebebasan ekspresi ini melahirkan banyak budaya baru, salah satunya culture jamming. Hakikatnya culture jamming merupakan sebuah bentuk komunikasi dengan karya seni ekstrem, dimana sifatnya 'menentang' atau 'membelokan' isi iklan yang dianggap memiliki isu sosial atau lingkungan (Putri, 2011). 

Beberapa bentuk culture jamming yang umum adalah iklan parodi, kampanye sosial, hingga print adds. Selain sebagai bentuk kebebasan berekspresi, fenomena ini juga terjadi sebagai bentuk kritik dan protes dari era sebelumnya. 

Pada saat modernisme berlangsung ada banyak hal yang terjadi salah satunya dominasi kaum-kaum atas. Tak berhenti sampai situ, dominasi yang berkembang ke sektor ekonomi pun bermuara pada praktek melanggengkan kapitalisme. 

Cabang dari dampak modernisme yang masih ada dan membekas, akhirnya berusaha diperangi dalam bentuk culture jamming yang muncul saat era postmodernisme, guna memperbaiki situasi dengan makna yang dibawa lewat pesan komunikasi. Dari awal kemunculannya hingga kini culture jamming memang terkenal dengan kontroversi, namun justru dari hal tersebut istilahnya menjadi semakin tersohor dewasa ini.

Berkenalan lebih jauh dengan Nike

Kemunculan Nike pada tahun 1964 awalnya dikenal dengan Blue Ribbon Sports. Ide ini digagas oleh Philip Knight dan Bill Bowerman sebagai pelatih olahraga di Universitas. Tak langsung menjadi besar seperti sekarang, pada mulanya perusahaan hanya menjadi distributor brand sepatu buatan Jepang, karena harganya yang lebih murah sehingga dapat menyaingi pasar di Amerika. 

Perannya menjadi distributor akhirnya berakhir. Sepatu pertama yang dijual kepada publik adalah sepatu sepak bola bernama "Nike", yang dirilis pada musim panas 1971 (Staff, 2018). Dalam mitologi Yunnani sendiri, Nike berarti kemenangan. Pada tahun 1978, BRS,Inc resmi berganti nama menjadi Nike (Staff, 2018). Pada saat yang bersamaan juga Nike akhirnya terkenal dengan logo "centang" atau dikenal juga dengan "swoosh" dan slogan "Just Do It".

Perjalanan Nike dari awal hingga kini bukan lah hal yang mudah. Sudah banyak metode yang ditempuh untuk mencapai keberhasilan seperti saat ini. Cara promosi yang menarik serta unik membuat Nike semakin mendapatkan tempat khusus di mata masyarakat. Kehadiran Nike kini tidak hanya terfokus pada sepatu saja, tetapi juga pada perlengkapan olahraga seperti baju. Tak hanya itu, semakin meningkatnya respon pasar yang positif membuat Nike memperluas jangkauan produknya. Bukan hanya sebagai produk yang nyaman dipakai saat berolahraga, namun juga yang dapat disebut fashionable. 

Brand Nike yang semakin mendominasi pasar global, membuatnya mau tidak mau harus selalu berinovasi. Tak hanya dari segi kualitas produk, tetapi juga pada bagaimana Nike menjangkau lebih banyak konsumen. Hal tersebut kini bukan hanya mimpi bagi Nike, karena kini kita dapat melihatnya dari berbagi iklan dan campaign baik secara fisik maupun digital. Bahkan pada saat pandemi tercatat Nike berhasil pulih lebih cepat dibandingkan brand dengan produk sejenis. Tahun 2020, Nike berhasil mengalami peningkatan penjualan online sebanyak 82%, dan berpengaruh pada kenaikan saham sebesar 15% (Hasibuan, 2020).


Kesuksesan Nike tuai Culture Jamming

Di balik kesuksesan yang sedari dulu dinikmati oleh Nike sebagai salah satu brand produk olahraga paling terkenal di dunia, ternyata ada kisah pahit di baliknya. Pada tahun 1991 aktivis buruh Amerika Jeffrey Ballinger melaporkan bahwa perusahaan Nike memberikan upah rendah terhadap para pekerjanya, ditambah jam kerja yang cukup lama serta kondisi yang kurang baik bagi Kesehatan buruh (New Idea, 2018). Tak hanya itu, yang lebih menjadi ironi tidak jarang para buruh yang dipekerjakan adalah mereka yang masih berusia dibawah umur. Perusahaan besar seperti Nike lebih memilih mendirikan pabriknya di negara yang masih berkembang dengan alasan tenaga kerja masih cukup murah. Melihat dari capaian profit yang sangat besar setiap harinya, hal ini menimbulkan banyak protes dari publik, dimana menuntut Nike untuk lebih mensejahterakan para buruh. Lain individu, lain pula cara mereka menyuarakan aspirasi mereka, ada diantara mereka yang membuat berbagai petisi, hingga sebagian yang lain menunjukannya lewat culture jamming.

source: http://insanislupus.blogspot.com/2012/11/thankful-15-nike.html?m=1
source: http://insanislupus.blogspot.com/2012/11/thankful-15-nike.html?m=1

Gambar di atas hanya salah satu dari sekian banyak culture jamming yang ditujukan publik kepada Nike. Fokus yang hendak disampaikan dari gambar tersebut adalah tentang keprihatinan publik kepada para buruh terutama anak-anak yang diperkerjakan dengan upah minimum sedangkan dituntut bekerja dengan durasi yang cukup lama. Hal tersebut terlihat dari ekspresi anak tersebut yang sedih dan lelah karena harus bekerja, sedangkan di luar teman seusianya tengah bermain dengan riang. Publik sering menganggap hal ini sebagai salah satu bentuk eksploitasi pekerja dan anak. Seperti yang telah dibahas sebelumnya fenomena culture jamming terjadi didorong juga dengan pemikiran era postmodern. Karakteristiknya yang bebas dan menekankan pada aspek kebebasan membuat banyak orang kini lebih buka suara untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat mereka terhadap sebuah situasi atau budaya yang dianggap memiliki isu sosial.

 Berkembangnya perusahaan besar seperti Nike tentu cukup berpengaruh dalam sektor ekonomi. Namun jika ditinjau melalui kacamata sosial, jika dirasa ada hal yang bermasalah publik tidak segan untuk mengkritik. Kesuksesan dan reputasi Nike yang telah mampu membius publik dengan budaya kapitalisme akhirnya menjadikan eksploitasi dapat terjadi. Eksploitasi para pekerja khususnya anak-anak, pasti tidak lepas dari permintaan yang tinggi dari pasar seluruh dunia. Culture jamming ini menjadi bukti nyata dekonstruksi budaya, dengan harapan menciptakan kondisi yang lebih baik lagi bagi setiap insan. Tak hanya itu, culture jamming secara tidak langsung telah menjadi sarana bagi kita untuk menyadari salah satu dampak positif dari postmodernisme yaitu untuk membawa keberagaman bentuk pendapat terhadap segala isu sosial.

Pada akhirnya manusia akan selalu berevolusi, berubah, bergerak dan berusaha lebih untuk mengupayakan yang terbaik. Walaupun tak cukup waktu yang singkat, hal tersebut secara alami akan pasti terjadi. Seperti era postmodern yang hadir untuk mengkritik dan menggantikan era modernisme, begitulah dinamika sosial terjadi. Saat suatu hal dirasa sudah tak berfungsi dengan baik atau kadaluwarsa maka ada hal baru yang menggantikan. Secara lebih spesifik dalam tulisan ini kita sedikit banyak sudah dapat melihat bagaimana culture jamming mencoba hadir sebagai solusi isu sosial. Perubahan memang tidak bisa menyenangkan semua pihak, namun kehadirannya akan selalu dibutuhkan untuk mewujudkan dinamika sosial yang lebih baik bagi semua pihak. Lahir sebagai manusia memang selalu menjadi kelebihan, banyak hal yang dapat kita lakukan. Tak peduli seberapa besar atau kecil, tetap ada dampak yang kita berusaha ciptakan. Jika selalu menunggu kapan situasi baik yang kita mimpikan itu terjadi? Maka mulai kini, ciptakan lah karya dengan warna mu sendiri sebagai upaya perubahan.

Daftar Pustaka

Abdullah, Amin, 2004, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Leahy, L. (1985). Manusia Sebuah Misteri Sintesa Filosofis Makhluk Paradoks. Gramedia: Jakarta.

Hasinian, L. (2020). Berkah Pandemi, Penjualan Online Nike Melesat 82%. CNBC Indonesia. Dikutip pada: 27 Maret 201, dari: https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20200923183307-33-188990/berkah-pandemi-penjualan-online-nike-melesat-82

(-). (2018). Nike Sweatshops: Inside The Scandal. New Idea. Dikutip pada: 27 Maret 2021, dari: https://www.newidea.com.au/nike-sweatshops-the-truth-about-the-nike-factory-scandal

Staff. (2018). Sejarah Tentang Nike Dan Juga Perkembangannya Di Indonesia. Abyad Apparel Pro. Dikutip pada: 27 Maret 2021, dari: http://abyadscreenprinting.com/sejarah-tentang-nike-dan-juga-perkembangannya-di-indonesia/

Setiawan, J. (2018). Pemikiran Postmodernisme Dan Pandangannya Terhadap Ilmu Pengatahuan. Jurnal Filsafat. 28(1), 25-46.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun