Mohon tunggu...
Jessica Gresina
Jessica Gresina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Student at Atma Jaya Yogyakarta University

Please take a look at my article, Thank you.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Eksistensi K-Pop Buktikan Budaya Populer Tak Hanya Berwujud Artefak

21 Maret 2021   16:02 Diperbarui: 21 Maret 2021   16:11 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'Cause I-I-I'm in the stars tonight
So watch me bring the fire and set the night alight (hey)
Shining through the city with a little funk and soul
So I'ma light it up like dynamite, whoa oh oh

Dyanamite  -BTS.

Potongan lirik di atas, beberapa bulan terakhir ini mungkin sudah sangat sering kita dengar. Ada di antara kita yang memang sengaja mendengarkannya atau mungkin tidak sengaja mendengarnya saat menonton televisi, bahkan saat mengunjungi pusat perbelanjaan. 

Kira-kira siapa ya peyanyinya? Ya benar sekali, BTS atau Bangtan Sonyeondan. Boy group asal Korea Selatan, BTS belakangan mencuri perhatian masyarakat seluruh dunia lewat karya dan musiknya yang inspiratif. 

Dari awal kemunculannya hingga saat ini BTS telah membawa pengaruh yang sangat besar bagi industri musik, bukan hanya di Korea, tetapi hampir diseluruh dunia. 

Sebelumnya mungkin belum banyak orang yang mengenal musik K-Pop, tetapi sekarang justru telah banyak sekali orang menggandrungi musik K-Pop. Berdasarkan salah satu Yayasan yang berafiliasi dengan pemerintah Korea Selatan, mengatakan bahwa BTS telah memimpin peningkatan 22% dari Budaya Hallyu di seluruh dunia pada tahun 2018 (Shadow, 2019). Hal tersebut tidak mengherankan jika BTS disebut sebagai Boy group terbesar dunia.

Melalui BTS kita diajak untuk lebih menyadari bahwa budaya kini bukan hanya yang memiliki wujud fisik. Namun juga pada sesuatu yang berada di dekat kita, dan selalu ada dalam keseharian. Budaya sendiri adalah salah satu istilah yang sangat sering kita dengar, bahkan lebih dari satu kali dalam sehari. 

Meskipun demikian, apakah kita benar-benar memahami budaya? Atau apakah kita menyadari kini ada puluhan hingga ratusan budaya populer yang ada di tengah-tengah kita? Perihal budaya populer, awalnya mungkin akan sedikit membingungkan.

Akan timbul juga pertanyaan lanjutan mengenai hakikat dari budaya populer itu sendiri, hingga apa saja yang mendorong sebuah budaya dapat dikategorikan sebagai budaya populer. Untuk mengetahui jawabannya, kita semua sudah berada pada satu kesempatan yang sama. Tanpa berlama-lama lagi mari siapkan diri untuk memulai pengalaman berkenalan dengan budaya populer.

Tak kenal maka tak sayang

Budaya sendiri dapat diartikan sebagai pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode, atau kelompok tertentu, sedangkan untuk budaya populer poin utama yang sangat berbeda adalah sesuatu yang disukai oleh banyak orang. Budaya populer berasal dari media atau masyarakat dan memiliki sifat dinamis (kontemporer). Kehadiran budaya populer di tengah masyarakat lokal pada kondisi tertentu dapat menggambarkan kondisi budaya atau gaya hidup (Ida, 2017, h. 4). 

Pembahasan tentang Budaya populer atau pop tidak lepas kaitannya dengan budaya tinggi. Tentu ada perbedaan kontras antara budaya populer dengan budaya tinggi. Jika dalam budaya populer produk kebudayaannya dapat dinikmati oleh banyak orang, berbeda dengan budaya tinggi yang cenderung eksklusif atau ditujukan hanya bagi pihak tertentu yang menempati struktur kelas atas.

Dari waktu ke waktu, budaya populer memiliki definisi yang semakin kompleks. Istilah budaya populer mengacu pada kepercayaan, praktek-praktek dan objek yang menyatu dalam kesatuan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini termasuk kepercayaan adat, praktek, dan objek yang diproduksi dari pusat-pusat komersil dan politik (Mukerji, 1991). 

Dari pernyataan tentang budaya populer tersebut, dapat dilihat sebuah garis jelas dimana budaya populer mewakili keseluruhan aspek dalam kehidupan manusia. 

Tidak berhenti sampai di situ, budaya populer secara sadar atau tidak telah menerapkan praktek komersialisasi serta politik di dalamnya. Pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan pendapat lain dari tokoh budaya populer lainnya. Menurut Adorno dan Horkheimer, menjelaskan bahwa budaya kini sepenuhnya saling berkaitan dengan ekonomi dan produksi budaya oleh kapitalis (Barker & Chaniago, 2011, h. 93).

K-Pop sebagai budaya populer masa kini

Produk budaya K-Pop memang sangat beragam. BTS adalah salah satu contoh untuk menggambarkan realitas budaya populer saat ini. Lagu-lagu BTS yang dapat dinikmati oleh hampir seluruh kalangan terutama generasi muda telah menunjukkan penerimaan positif. 

Saat ini, musik dan karya dari BTS sendiri diproduksi secara massal karena permintaan yang tinggi dari seluruh dunia. Musik yang menjadi produk utama, telah berhasil menunjukan bagaimana BTS sebagai sebuah boy group asal Korea Selatan membawa sebuah budaya populer baru. 

Meskipun liriknya rata-rata menggunakan bahasa Korea, hal tersebut tidak menghentikan penyebarannya untuk tetap didengarkan oleh seluruh masyarakat secara global. Ratusan juta album sudah terjual setiap kali BTS melakukan come back. 

BTS berhasil mencetak rekor lewat album terbaru mereka, Map of the Soul: 7. Yang mana, Map of the Soul: 7 menjadi album terlaris yang mencapai 4,1 juta keping hanya untuk penjualan bulan Februari 2020 di Gaon Chart (Ulfa, 2020). 

Pencapaian ini adalah hal yang cukup membanggakan, dimana sebuah karya dapat di apresiasi dengan sangat baik secara global. Tak berhenti disana, BTS menghasilkan 116,6 juta Dollar, dari Tour Love Yourself: Speak Yourself stadium tour pada tahun 2020 (Peoples, 2021).

source: celebmix.com
source: celebmix.com

Di samping musik, karena antusiasme yang sangat tinggi dari jutaan penggemar, BTS kini pun meluncurkan ratusan merchandise resmi bagi publik. Dengan harga yang beragam dan terbilang tidak murah, nyatanya penggemar tetap membeli dan menunjukkan dukungannya pada BTS. 

Di luar hal tersebut, kini segala sesuatu yang berhubungan dengan BTS terlihat lebih menarik. Bukan hanya bagi penggemarnya, namun bagi banyak perusahaan besar, untuk menggandeng BTS sebagai brand ambassador. Hal ini jelas terjadi karena popularitas BTS yang sangat tinggi, sehingga jelas akan membawa pengaruh yang sangat positif pula.


Paparan sebelumnya tentang BTS dan beberapa prestasinya telah menunjukkan bahwa seberapa besar kekuatan BTS dapat memunculkan sebuah budaya populer baru. Terlebih kini dengan kuatnya teknologi serta media menyebarkan informasi menyebabkan budaya populer menyebar serta menjangkau lebih luas audiens. 

Jika ditelusuri lebih jauh, nyatanya K-Pop sebagai bentuk budaya populer telah memainkan peran politik dalam praktiknya. Produksi budaya K-Pop yang massal, dan akhirnya dinikmati oleh kustomer menjadi salah satu bukti bahwa terjadi komodifikasi budaya populer. 

Transaksi yang terjadi antara produsen dan kustomer menunjukan bahwa sudah terjadi praktek konsumerisme dan hedonisme terhadap budaya populer, yang dalam konteks ini dapat berupa pembelian album, merchandise BTS, dan lain sebagainya. 

Praktik ekonomi politik memang menjadi hal yang tidak dapat lepas dan dipastikan terjadi dari budaya populer. Antusiasme para penggemar seluruh dunia, telah berhasil menjadikan K-Pop menjadi sektor industri yang sangat menjanjikan bagi para pengelola bisnis.

Fandom sebagai sebuah subkultur? 

Seperti sudah disinggung di atas mengenai K-Pop dan berbagai hasil kebudayaannya, BTS dengan popularitas yang sangat tinggi telah berhasil memiliki jutaan penggemar saat ini. 

Dalam dunia K-Pop, sekelompok penggemar dapat disebut juga sebagai fandom. BTS sendiri memiliki panggilan kesayangan untuk para penggemarnya yaitu, ARMY. Mungkin akan timbul pertanyaan mengapa fandom dapat termasuk menjadi salah satu subkultur. Sebelum beranjak lebih jauh mari kita kenali terlebih dahulu apa itu subkultur. 

Istilah subkultur adalah sebutan bagi sekelompok individu yang berbagi kepentingan, ideologi, serta praktek tertentu. Hakikatnya subkultur merupakan cabang budaya yang berbeda dengan budaya dominan. Namun hal ini tidak mengindikasikan subkultur selamanya menjadi sesuatu yang berkonteks negatif. 

Walaupun fenomena fans K-pop yang sebelumnya sering mendapat stereotip negatif dari publik, tetapi satu waktu berbagai fandom dari K-Pop idol menyerukan solidaritas dalam gerakan #BlackLivesMatter. Hal ini menjadikan citra K-Pop di mata publik menjadi lebih baik dan positif. 

Kehadiran puluhan idol group lain sebagai bentuk produk K-Pop membuat tidak selamanya semua orang memiliki minat yang sama. Bukan hanya ARMY, tapi terdapat banyak fandom lain yang turut eksis seperti, EXO L untuk boy group EXO, Blink untuk girl group BLACKPINK, dan masih banyak lagi.

Hal positif dari terbentuknya sebuah subkultur adalah memberikan ruang alternatif dari realitas sosial serta menjadi sebuah solusi bagi mereka yang memiliki sebuah dilema identitas. 

Dengan keberagamaan fandom sebagai sebuah subkultur telah menjadi wadah bagi mereka dengan preferensi yang sangat beragam. Bukan hanya itu, ketika fandom sudah terbentuk pun, individu yang telah bergabung dapat dengan bebas mengekspresikan kesukaannya, yang tidak bisa diekspresikan dalam budaya dominan dalam masyarakat. Hal lain yang perlu diingat bahwasanya subkultur selalu bersifat dinamis dan terbentuk karena perbedaan selera yang tidak akan pernah dapat disamakan. Fandom yang mengalami perubahan, penambahan anggota, telah menunjukan kedinamisan suatu subkultur. 

Lewat subkultur, jelas terlihat bahwa terdapat praktik politik identitas. Masing-masing fandom tentu memiliki keunikannya sendiri, dan merupakan representasi dari idola mereka. Dalam artikel ini, ARMY menjadi representasi bagi BTS, dan tentu memiliki identitas tersendiri yang membedakan ARMY dengan fandom lainnya.

Perihal budaya memang bukan ha sederhana untuk dipahami, bukan juga hal mudah untuk disederhanakan. Hakikat budaya populer mengajak kita melihat bahwa ini adalah sesuatu yang kompleks. Dengan uraian di atas mengenai budaya populer dengan K-Pop sebagai contoh diharapkan dapat menjadi sarana kita semua memahami sedikit banyak tentang budaya populer. 

Tak lupa subkultur sebagai konsekuensi yang timbul dari budaya populer pun dapat menjadi jembatan guna mendapat pengetahuan baru. Tidak ada yang salah dengan budaya, kita semua sebagai manusia dengan sengaja diberikan akal dan budi oleh Pencipta untuk menjadi insan yang dengan toleransi terhadap segala macam budaya, baik itu budaya populer, maupun subkultur.

Daftar Pustaka

Barker. C & Chaniago (2005). Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bentang Pustaka

Mukerji, C., & Schudson, M. (Eds.). (1991). Rethinking Popular Culture Contempory Perspectives in Cultural Studies. Univ of California Press.

People, G. (2021). Breaking Down BTS Label Big Hit's 2020 Earnings. Billboard. Dilansir pada: 20 Maret 2021.

Shadow, W. (2019). The "BTS Effect" on South Korea's Economy, Industry and Culture. Medium.com. Dilansir pada: 20 Maret 2021, dari: https://shadow-twts.medium.com/the-bts-effect-on-south-koreas-economy-industry-and-culture-975e8933da56

Ulfa, M. (2020). BTS Cetak Rekor Baru dengan Penjualan Album "Map of The Soul: 7". Tirto.id. Dilansir pada: 20 Maret 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun