Beliau memiliki 4 orang anak. 3 diantaranya sudah berkeluarga, namun anaknya yang pertama beserta kedua cucunya tinggal bersama Ibu Ela karena suaminya telah meninggal. Anak pertamanya bekerja sebagai pedagang karena tidak mau ikut turun ke jalanan seperti Ibu Ela.
Namun anaknya kadang berjualan kadang tidak. Anaknya yang terakhir saat ini berusia 18 tahun dan saat ini bersekolah kelas 2 SMA.
"Harusnya udah lulus, Mbak. Tapi karena Ibu gak ada biaya jadi sempet gak sekolah dulu. Ini aja masih nunggak bayarannya. Kemaren minta uang buat ujian tapi Ibu belum punya," begitu ujarnya.
Ia berkata bahwa sebenarnya ada pekerjaan lain seperti jadi Pembantu Rumah Tangga (PRT) misalnya, namun gajinya tidak cukup untuk kebutuhannya sehari-hari.
"Ya namanya nyambung hidup buat anak sekolah ya, Mbak. Gak apa-apa Ibu yang kerja, turun ke jalanan tiap hari daripada liat anak Ibu jadi pengamen. Udah, anak tanggung jawabnya sekolah aja, belajar yang bener, orangtua yang cari duit," ceritanya.
Selain membantu orang-orang memarkirkan mobil, Ibu Ela biasanya akan menanyakan tujuan orang tersebut. Hal ini sebenarnya ia lakukan untuk membantu pengendara tersebut bila terjadi apa-apa kepada kendaraannya sehingga Ibu Ela bisa dengan mudah mencarinya. Namun tindakannya ini sering disalahartikan oleh orang-orang.
"'Ngapain sih, pengen tau aja urusan orang' gitu, Mbak katanya. Padahal saya mah niatnya mau ngebantuin, kalo misalnya tiba-tiba mau diderek petugas atau apa kan kasian juga. 500 ribu, Mbak, bayarnya itu kalo diderek. Kalo saya punya duit mah saya bayarin dulu. Nanti kalo ada apa-apa pasti saya juga yang mereka cariin dan tanyain karena kan mereka liatnya saya pas markir," cerita Ibu Ela.
Walaupun kebaikannya sering disalahartikan, Ibu Ela tetap melakukannya untuk membantu para pemilik kendaraan tersebut dengan cara mencatat nomor plat mobilnya dan menanyakan tujuannya kemana sehingga ia bisa mendatangi orang tersebut jika terjadi apa-apa.
Melalui perbincangan saya dengan Ibu Ela banyak sekali pelajaran hidup yang dapat saya ambil. Melaluinya saya belajar bahwa untuk bekerja dan bertahan hidup di kota sebesar dan sekeras Jakarta bukanlah hal yang mudah. Butuh kerja keras, daya juang, serta kemauan dan keberanian untuk melakukan pekerjaan apapun selama halal.
Seperti Ibu Ela yang rela berkorban demi anak dan cucunya dengan bekerja di jalanan, melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh laki-laki, agar anak-anaknya bisa menikmati bangku sekolah dan hidup dengan layak.
Setiap pekerjaan pun memiliki resikonya masing-masing, misalnya Ibu Ela yang harus berdebat dengan petugas Dishub mengenai surat ijinnya atau mengalami penolakan dari orang-orang yang tidak suka ia tanyai mengenai tujuan mereka.