Mohon tunggu...
Jessica Anjelina Situmorang
Jessica Anjelina Situmorang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43222120038 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 11 - Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

23 November 2024   09:29 Diperbarui: 23 November 2024   09:38 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memutus rantai pembelajaran korupsi. Salah satu program KPK adalah integrasi pendidikan anti-korupsi ke dalam kurikulum sekolah. Program ini bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai integritas kepada generasi muda sebelum mereka terpapar lingkungan yang korup. Hal ini sesuai dengan pandangan Sutherland bahwa nilai-nilai yang dipelajari sejak dini memiliki pengaruh besar terhadap perilaku individu di masa depan.

9. Mengurangi Pengaruh Kelompok Korup

Sebagaimana ditekankan oleh Sutherland, perilaku menyimpang sering kali diperkuat oleh tekanan kelompok. Oleh karena itu, membongkar jaringan korupsi adalah langkah penting. Penegakan hukum harus difokuskan pada pengungkapan kelompok atau sindikat korup, bukan hanya individu. Dengan cara ini, asosiasi yang mendukung korupsi dapat dihancurkan.

10. Evaluasi dan Kesimpulan

Penerapan teori Edwin Sutherland dalam penanganan korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa perubahan perilaku hanya dapat terjadi jika ada perubahan dalam pola-pola asosiasi sosial. Pendekatan ini menekankan pentingnya pendidikan, reformasi sistem, dan intervensi pada tingkat kelompok untuk menciptakan definisi baru yang menolak korupsi. Dengan strategi yang terintegrasi, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang tidak hanya mengurangi korupsi tetapi juga membangun budaya integritas yang kuat.

Dengan memahami bahwa korupsi adalah hasil dari proses belajar sosial, kebijakan anti-korupsi dapat dirancang untuk memutus rantai pembelajaran tersebut. Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta, tantangan besar ini dapat diatasi secara bertahap namun efektif.

Dampak Positif dan Negatif Penerapan Teori Edwin Sutherland dalam Penanganan Korupsi di Indonesia

Teori Edwin Sutherland, khususnya konsep Differential Association, memberikan perspektif unik dalam memahami korupsi sebagai hasil dari proses belajar sosial. Dalam konteks Indonesia, teori ini dapat digunakan untuk menelaah bagaimana korupsi berkembang melalui interaksi sosial dan lingkungan yang kondusif terhadap praktik korup. Ketika diterapkan dalam kebijakan dan strategi penanganan korupsi, teori ini memiliki dampak positif dan negatif yang harus dipertimbangkan.

Dampak Positif Penerapan Teori Edwin Sutherland

  1. Pemahaman Mendalam tentang Korupsi sebagai Proses Sosial
    Salah satu dampak positif utama dari penerapan teori ini adalah pemahaman bahwa korupsi bukan sekadar tindakan individu, melainkan fenomena sosial yang melibatkan pembelajaran nilai, norma, dan teknik tertentu. Teori ini membantu mengarahkan perhatian pada pentingnya lingkungan sosial dalam membentuk perilaku korup. Misalnya, dalam birokrasi, korupsi sering kali dipelajari melalui interaksi dengan kolega atau atasan yang telah terbiasa dengan perilaku tersebut. Dengan memahami proses ini, penanganan korupsi dapat lebih difokuskan pada upaya menciptakan lingkungan yang sehat secara sosial.

  2. Pendekatan Preventif yang Lebih Terarah
    Dengan berlandaskan pada konsep bahwa perilaku korup dapat dicegah melalui pembelajaran nilai-nilai positif, pemerintah dapat merancang kebijakan preventif yang lebih efektif. Contohnya adalah pendidikan anti-korupsi di sekolah dan universitas. Dengan menanamkan nilai-nilai integritas sejak dini, individu dapat diperkuat secara moral sebelum mereka terpapar lingkungan yang korup. Upaya ini dapat menciptakan generasi baru yang lebih resisten terhadap pengaruh negatif dalam lingkungan kerja.

  3. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun