Ajaran ini, dengan prinsip-prinsip seperti manunggaling rasa (kesatuan rasa), ngelmu laku (proses introspeksi), dan marem, tenteram, lila, legawa (prinsip kebahagiaan), menyediakan panduan untuk mencapai kedamaian batin yang tidak hanya penting bagi kehidupan pribadi, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan publik.Â
Dalam menghadapi globalisasi dan tantangan dunia modern, ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram memberikan arah untuk memimpin diri sendiri dengan integritas, pengendalian ego, dan empati terhadap orang lain.
Namun, dalam konteks pencegahan korupsi, kebatinan juga memiliki sisi negatif yang perlu diperhatikan. Ajaran yang berfokus pada kedamaian batin dan pengendalian diri bisa disalahgunakan untuk menghindari tanggung jawab sosial, merasionalisasi perilaku negatif, atau menghindari perubahan yang diperlukan dalam masyarakat.
 Sebuah pendekatan yang terlalu pasif terhadap dunia luar, tanpa adanya tindakan konkret, bisa menunda perubahan sosial yang diperlukan.
 Oleh karena itu, penerapan ajaran kebatinan ini harus dilakukan dengan bijaksana, memastikan bahwa prinsip-prinsip moral yang terkandung dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram tidak mengarah pada ketidakpedulian terhadap kondisi sosial dan politik yang lebih luas.
Dalam dunia yang semakin terhubung dan kompleks, di mana tantangan seperti korupsi dan ketidakadilan masih terus terjadi, kebatinan Ki Ageng Suryomentaram menawarkan jalan bagi individu dan pemimpin untuk merenungkan tindakan mereka dan berfokus pada kebaikan bersama. Namun, ini memerlukan penerapan yang tepat dan keseimbangan antara introspeksi batin dan tanggung jawab terhadap perubahan sosial yang lebih besar.
Daftar Pustaka
- Agus, M. (2018). Kebatinan dalam Tradisi Jawa: Studi Terhadap Ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Asri, N. (2020). Spiritualitas dan Kepemimpinan dalam Kebudayaan Jawa: Refleksi atas Ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Jurnal Kepemimpinan dan Sosial, 15(2), 112-130.
- Chandra, W. (2019). Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram: Dari Pengendalian Diri hingga Kepemimpinan Berintegritas. Jakarta: Gramedia.
- Hidayat, I. (2017). Kebatinan dan Etika Kepemimpinan: Analisis Ajaran Ki Ageng Suryomentaram dalam Konteks Modern. Bandung: Mizan.
- Iskandar, A. (2015). Korupsi dalam Perspektif Kebatinan Jawa. Yogyakarta: LKiS.
- Kurniawan, D. (2016). Manunggaling Rasa dan Praktik Kepemimpinan dalam Ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Jurnal Spiritualitas, 10(1), 44-58.
- Nur, S. (2018). Korupsi dan Transformasi Moral dalam Tradisi Kebatinan Jawa. Surabaya: Sinar Harapan.
- Prasetyo, M. (2021). Relevansi Ajaran Ki Ageng Suryomentaram untuk Pencegahan Korupsi di Era Globalisasi. Jurnal Etika Sosial, 22(3), 139-151.
- Setiawan, A. (2017). Ngelmu Laku: Refleksi Kebatinan dalam Kepemimpinan Jawa. Jakarta: Penerbit RajaGrafindo.
- Subagyo, S. (2014). Kepemimpinan dan Kepribadian dalam Ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H