Selain itu politik dinasti dapat menjadi gerbang masuk terjadinya korupsi karena adanya surplus kekuasaan. Berdasarkan data dari Mahkamah Agung dan KPK, sejak tahun 2013 hingga 2021 sudah ada 10 orang yang terlibat dalam pusaran politik dinasti, diantaranya adalah hubungan antar saudara, suami-istri, dan anak-orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa politik dinasti sangat berbahaya dan perlu adanya tindakan untuk memperbaiki sistem politik negara ini.
Perlu diingat bahwa efek dari korupsi adalah berkurangnya apa yang menjadi hak seseorang. Misalnya, ada oknum pejabat yang diamanahkan untuk menjamin mengelola dana stunting namun dana tersebut dipotong dan akhirnya pertumbuhan anak-anak bangsa semakin terhambat. Dan tentu saja ini mengurangi hak mereka.
Oleh karena  itu untuk menyelesaikan rentetan permasalahan tersebut, harus dimulai dari akarnya yaitu praktik politik dinasti atau oligarki melalui evaluasi mendalam dengan penguatan supremasi hukum. Kemudian memperbaiki citra KPK dengan cara mengubah UU KPK atau mengesahkan kembali UU No. 30 Tahun 2002, serta perekrutan orang-orang yang tepat dalam mengelola KPK. Dengan demikian diharapkan akar yang menjadi masalah HAM dapat terberantas. Sehingga di pemilu 2024 Indonesia dapat memberantas korupsi dan menegakkan HAM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H