Mohon tunggu...
Maria Jesselyn Yustitia
Maria Jesselyn Yustitia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sekalipun langit runtuh keadilan harus di tegakkan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemilu 2024 Sudah di Depan Mata, Indonesia Masih Penegakkan Korupsi dan Pemberantasan HAM?

2 Desember 2023   21:20 Diperbarui: 3 Desember 2023   08:46 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika denyut nadi oligarki mulai berdetak kembali di situlah tumbuh bibit-bibit korupsi. Korupsi memiliki keterkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia karena dampak dari tindak pidana korupsi menyebabkan hilangnya harkat dan martabat manusia, selain itu korupsi juga dapat menjadi parasit dalam perekonomian dan pembangunan negara bahkan dunia.

Berbicara soal menjelang pemilu 2024 belakangan ini banyak sekali problematika yang muncul mulai dari politik, hak menyuarakan pikiran, bahkan tindak pidana korupsi yang semakin ironis.

Baru-baru ini pers tanah air kembali di guncang dengan perbincangan kasus Direktur Lokotaru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti atas kasus pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Kasus yang bermula pada Agustus 2021, dari konten kanal YouTube Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mengkritik bahwa Luhut terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Namun yang terjadi Luhut tak terima dan menuntut permintaan maaf dari Haris dan Fatia serta mengancam akan dipidana dan diperdatakan. Alhasil pengadilan menetapkan bahwa Haris Azhar melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dengan pidana penjara selama 4 tahun serta denda sebesar Rp. 1 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara untuk Fatia dinyatakan penjara 3,5 tahun serta denda Rp. 500 ribu subsider 3 bulan kurungan.

Kalau dilihat sebenarnya Haris dan Fatia mengkritik kebijakan beliau bukan menghina personalnya. Padahal sejatinya sebagai publik figur Luhut Binsar Pandjaitan harus siap dengan yang namanya di kritisi bukan malah memperkarakan ke pengadilan. Hal ini menunjukkan penegakan HAM masih sangat buruk di Indonesia. Banyak aktivis yang berusaha menyuarakan hak-hak yang tertindas namun mirisnya negara sendiri lah  yang memberantas HAM. Seolah membungkam pikiran warga negaranya untuk berekspresi dan mengkriminalisasikan apabila menentang kebijakan publik yang sebenarnya akal-akalan oknum nakal.

Di lain sisi Indonesia juga sedang di hadapkan dengan melemahnya undang-undang KPK dan menurunnya kinerja KPK yang membuat lunturnya kredibilitas dari masyarakat. Alasan mengapa KPK rusak ialah akibat di revisinya Undang-Undang KPK, dari yang semula UU. No. 30 Tahun 2002 menjadi UU No. 19 Tahun 2019 di mana sejumlah indikator dalam UU yang baru menghambat pemberantasan korupsi. Yang mana saat sebelum di revisi KPK adalah lembaga yang idependen namun setelah di revisi malah menjadi di rangkul pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa negara membuat alat tetapi takut dengan alatnya sendiri (ingin melemahkan/tidak konsisten).

Salah satu yang saat ini menjadi polemik adalah dugaan kasus pelanggaran kode etik dan tindak pidana korupsi oleh ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Dan kabarnya saat ini Firli masih aktif mengikuti rapat dan bekerja layaknya pimpinan KPK. Sungguh ironis lembaga yang seharusnya menegakkan keadilan malah menjadi sebaliknya ulah oknum yang tidak bertanggungjawab.

Input sumber gambar https://pin.it/3jUUH2V
Input sumber gambar https://pin.it/3jUUH2V

Ditambah sejak di sahkanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penetapan usia capres dan cawapres serta terpilihnya Gibran Rakabuming Raka (putra Jokowi) sebagai cawapres pemilu 2024. Hal ini berhasil menarik perhatian para politikus bahwasanya tindakan MK ini sudah merujuk pada praktik dinasti politik sebab ketua MK yang memberikan putusan adalah pamannya sendiri, yakni Anwar Usman. Putusan ini adalah salah satu cacat etika dalam perpolitikan.

Meski demikian tak di pungkiri dinasti politik atau oligarki adalah tantangan yang selalu ada ketika akan melaksanakan pesta demokrasi. Yang mana pemerintahan ini dijalankan oleh orang masih satu keluarga. Konsep ini sebenarnya sah-sah saja karena setiap orang berhak mencalonkan dirinya, namun yang menjadi masalah yaitu membuat kepesimisan anak-anak bangsa yang memiliki potensi karena orang yang berprivillege.

Selain itu politik dinasti dapat menjadi gerbang masuk terjadinya korupsi karena adanya surplus kekuasaan. Berdasarkan data dari Mahkamah Agung dan KPK, sejak tahun 2013 hingga 2021 sudah ada 10 orang yang terlibat dalam pusaran politik dinasti, diantaranya adalah hubungan antar saudara, suami-istri, dan anak-orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa politik dinasti sangat berbahaya dan perlu adanya tindakan untuk memperbaiki sistem politik negara ini.

Perlu diingat bahwa efek dari korupsi adalah berkurangnya apa yang menjadi hak seseorang. Misalnya, ada oknum pejabat yang diamanahkan untuk menjamin mengelola dana stunting namun dana tersebut dipotong dan akhirnya pertumbuhan anak-anak bangsa semakin terhambat. Dan tentu saja ini mengurangi hak mereka.

Oleh karena  itu untuk menyelesaikan rentetan permasalahan tersebut, harus dimulai dari akarnya yaitu praktik politik dinasti atau oligarki melalui evaluasi mendalam dengan penguatan supremasi hukum. Kemudian memperbaiki citra KPK dengan cara mengubah UU KPK atau mengesahkan kembali UU No. 30 Tahun 2002, serta perekrutan orang-orang yang tepat dalam mengelola KPK. Dengan demikian diharapkan akar yang menjadi masalah HAM dapat terberantas. Sehingga di pemilu 2024 Indonesia dapat memberantas korupsi dan menegakkan HAM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun