Dalil toleransi ini didukung oleh Surat Al-Isra ayat 70 :
"Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna."
Ayat ini menegaskan bahwa sesungguhnya seluruh manusia sama dihadapan Tuhan begitupun sudah seharusnya manusia memiliki kesamaan dihadapan hukum.
Prinsip terakhir yaitu prinsip tolong menolong ( Al-Taawun )
Prinsip ini menegaskan kepada setiap kita untuk membantu dan mempermudah urusan sesama umat manusia. Prinsip ini didukung oleh qs Al-maidah ayat 2 :
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qal'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya."
Salah satu alasan agar KUA melayani semua agama dalam pencatatan urusan agama adalah untuk menolong semua umat beragama di Indonesia yang ingin melakukan pencatatan pernikahan maupun pencatatan perihal keagamaan lainnya dengan mempertimbangkan jika jarak tempuh, waktu, dan biaya untuk bepergian ke kantor catatan sipil dapat menyulitkan orang - orang demi melakukan pencatatan disebabkan mereka harus menginjak kota / kabupaten agar dapat menjangkau kantor catatan sipil sedangkan KUA ada di setiap kecamatan.
- Respons Agama - Agama Non Muslim
Usulan kemenag tersebut menuai respons yang bervariasi dari para pemuka agama. Yanto, yang merupakan Ketua Hukum dan HAM Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) memberi tanggapan yang positif dan mendukung usulan Yaqut dengan pertimbangkan yang sama yaitu supaya pencatatan pernikahan bisa dilakukan lebih cepat dan efisien mengingat lokasi yang dituju tidak sejauh jika ingin pergi ke Kantor Catatan Sipil yang terletak di kota/kabupaten. Berbeda dengan Yanto, Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI Pdt Henrek Lokra yang menganggap bahwa hendaknya keputusan tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang karena dalam Kristen pernikahan adalah hal yang privasi dan Kantor Catatan Sipil sebagai tempat yang mengurusi pencatatan tersebut. Pertimbangan selanjutnya terkait tugas Gereja yang memberkati pernikahan yang seharusnya menjadi privasi seseorang. Menurut Henrek, perlu dibuat undang - undang terlebih dahulu sebelum pelaksanaan rencana ini. Berbeda dengan Henrek, Dirjen Bimas Katolik, Suparman yang berpendapat bahwa rencana KUA dalam melayani semua agama dapat diterima karena selayaknya tugas negara adalah melayani seluruh rakyat tanpa diskriminasi. Ia menambahi dengan KUA melayani umat katolik juga tidak akan mengurangi peran Gereja Katolik, justru kehadiran KUA akan mendekatkan pelayanan kepada umat dan membawa semangat moderasi beragama. Pelayanan KUA nantinya juga mempermudah pencatatan nikah secara sipil. Dukungan ini juga diikuti oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Sriwijaya, Edi Ramawijaya Putra berkomentar bahwa penamaan KUA ini yang semasa ini menjadi Satker Kementerian Agama di tingkat Kecamatan sudah waktunya memberikan layanan keagamaan bagi ke 5 agama lainnya diluar Islam, yaitu Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Dengan meluasnya fungsi KUA menjadi untuk seluruh agama, menurutnya rencana ini adalah ide yang membangun dan sesuai dengan program besar pemerintah yaitu mutasi layanan publik dan reformasi biokrasi terutama pada bidang layanan keagamaan. Tak lupa ia mengingat bahwa jumlah penduduk beragama disatu kecamatan sangat beragam sehingga peran KUA sangat berarti sebagai layanan keagamaan bagi seluruh rakyat juga menjadi perubahan besar dalam divisi layanan publik. Disamping itu, ia tetap mengusulkan perlu ada harmonisasi misal dengan Kemendagri dan Pemda berhubung pencatatan pernikahan selama ini dilaksanakan di Dinas Pencatatan Sipil. Sedangkan dari agama Konghucu belum menyatakan pro atau kontra terkait KUA yang mengembangkan fungsinya untuk mengurusi segala urusan keagamaan termasuk pencatatan pernikahan seluruh agama di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H