Mohon tunggu...
Jerry Simo
Jerry Simo Mohon Tunggu... -

Hiker, Aviator, Accountant, Pedestrian

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Usulan Pengelolaan Keuangan Desa dalam Kerangka UU No.6 Tahun 2014

9 Mei 2014   00:19 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:05 4314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tulisan ini mencakup: Sistem Akuntansi, Standar Akuntansi Pemerintah, Struktur organisasi bidang keuangan, Aplikasi SIMDA, Aplikasi SIKD, Sistem Informasi Desa, Jasa Akuntansi dan Review, Perangkat Selular (smartphone, tablet), Sistem Operasi Android. (Untuk mengupdate atas perkembangan terbaru saya rangkum dalam catatan tambahan per tgl. 21-Aug-2014 diakhir tulisan)

Sejak diundangkan-nya UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa pada 15-Jan-2014 sampai dengan saat ini pemerintah belum menerbitkan Peraturan Pemerintah yang menjadi pedoman untuk mengatur Keuangan Desa seperti yang diamanatkan pada beberapa pasal dalam undang-undang tersebut.

Memang penyusunan sistem akuntansi di tingkat desa ini menjadi cukup rumit karena permasalahan sumber daya manusia yang terbatas dan banyaknya desa yang akan melaksanakannya, yaitu sebanyak +/- 73 ribu desa.

Tulisan ini membahas tentang Sistem Informasi Akuntansi. Untuk sistem informasi secara umum sudah diatur oleh UU no.6/2014 tentang Desa tersebut pada pasal 86 yang berjudul "Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan". Sistem informasi desa ini meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. Tanggung-jawab pengembangan sistem informasi desa ini diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/kota. Informasi yang dikelola dalam sistem tersebut adalah informasi umum yang cenderung lebih luas dan berbeda-beda ragamnya antar kabupaten, sesuai dengan perbedaan fokus pembangunan di daerah masing-masing. Sedangkan pembahasan sistem informasi akuntansi adalah spesifik dan mempunyai standar yang sama pada seluruh desa di Indonesia seperti masa sebelumnya diatur oleh Permendagri No.37/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Karena itu pengembangan sistem informasi akuntansi yang saya usulkan disini dilakukan pada beberapa bagian, ada yang di pusat, ada yang di pemerintah daerah, dan ada yang di desa itu sendiri yang semuanya memanfaatkan jaringan komunikasi data selular dengan tujuan keseragaman sistem dan memperkecil biaya investasi perangkat keras.

Dalam bidang akuntansi, Pemerintah sendiri khususnya di Pemda tk.1 dan Pemda tk.2 masih belum tuntas dalam merevisi proses akuntansinya agar dapat menghasilkan laporan keuangan berbasis akrual seperti yang diharapkan oleh PP No. 71/2010 tentang “Standar Akuntansi Pemerintah” (SAP). PP tersebut mengatur tentang perubahan standar akuntansi dari yang sebelumnya akuntansi berbasis kas menjadi berbasis akrual. Saat ini masih diberlakukan peraturan transisi yang disebut Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis Kas menuju Akrual. Nah kalau Pemerintahnya sendiri memerlukan waktu selama 4 tahun (sejak 2010) dan belum menuntaskan transisi laporan keuangan berbasis kas menjadi berbasis akrual, bagaimana nantinya kira-kira proses akuntansi yang harus dilakukan oleh ke 78 ribu desa yang umumnya memiliki sumberdaya manusia yang lebih terbatas?

Berdasarkan informasi yang saya dapat, saat ini masih berlaku Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa yang menjadi peraturan pelaksana dari UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Permendagri tersebut disebutkan bahwa pengelolaan keuangan desa dilaksanakan oleh perangkat desa antara lain, Bendahara Desa dan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Sedangkan dokumen yang disebutkan dalam Permendagri yang harus digunakan dalam pengelolaan keuangan desa tersebut adalah:

1.Buku kas umum

2.Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;

3.Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran;

4.Buku kas harian pembantu.

Dengan pemahaman atas situasi dan kondisi dari pengelolaan keuangan desa saat ini, kita dihadapkan pada fakta bahwa dalam waktu dekat pencairan dana desa akan segera dilaksanakan. Bagaimana kesiapan aparat, prosedur dan alat bantu pengelolaan keuangan di tingkat desa kedepannya?

Di satu sisi Desa diberi tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan sehingga untuk pencatatan dan pertanggung-jawaban pengelolaan keuangannya seharusnya mengikuti standar akuntansi yang dikeluarkan pemerintah yang telah diatur dalam PP no.71/2010. Namun di sisi lain seperti yang diungkapkan Robert Endi Jaweng dalam diskusi “Prospek Implementasi UU No.6/2014″, terdapat masalah kapasitas administrasi dan tata kelola aparat pemerintah desa yang masih minim. Kemudian sistem akuntabilitas dan pranata pengawasan yang masih lemah, termasuk belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa.

Senada dengan itu Dr. Jan Hoesada, CPA dari Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) menyatakan dalam tulisannya tentang Desa, bahwa penyusunan PP tentang akuntansi dan pelaporan laporan keuangan desa harus dirangkai secara amat hati-hati. Diduga seluruh desa amat terbelakang dalam teknologi akuntansi, sebagian diramalkan cepat beradaptasi, sebagian lagi amat sulit beradaptasi dengan teknologi akuntansi. Diramalkan akan ada berbagai desa menerapkan akuntansi pemerintahan karena dinilai bermanfaat bagi desa yang bersangkutan namun jumlahnya amat terbatas. Karena itulah kita harus coba untuk menemukan solusi-nya dari sisi sumberdaya manusia dan perangkat pendukung (aplikasi akuntansi).

Sumberdaya Manusia

Seperti yang sudah disinggung bahwa kapasitas administrasi dan tata kelola aparat pemerintah desa masih minim khususnya pada pejabat pelaksana pengelola keuagan di 73 ribu desa yang ada. Maka sebaiknya proses penyusunan laporan keuangan desa terutama dalam implementasi pelaksanaan UU no.6/2014 tentang Desa ini juga harus merupakan tanggung-jawab pemerintah mulai dari pemerintah pusat, provinsi sampai kabupaten. Dengan demikian, seluruh aparatur pemerintah mulai dari pusat sampai desa, khususnya yang berkaitan di bidang akuntansi harus dialokasikan, yaitu untuk sumberdaya manusia yang terbatas mengerjakan porsi pekerjaan yang paling spesifik untuk beberapa desa sekaligus, dan sumberdaya yang lebih banyak  yaitu para perangkat desa untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih umum dan mudah dikerjakan.

Pekerjaan input transaksi dan mencocokan saldo kas atau bank dengan fisik kas atau bank, menyusun, memberi nomor dan menyimpan bukti-bukti transaksi adalah contoh pekerjaan yang umum. Sedangkan pekerjaan melakukan quality control terhadap laporan keuangan agar sesuai dengan norma-norma pembukuan yang diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) adalah pekerjaan yang spesifik.

Maka pembagian tugas diatur supaya para perangkat desa (Bendahara dan PTPKD) hanya bertanggung-jawab melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan sederhana untuk dapat  melakukan input transaksi dan kode akun serta kode mata anggaran kemudian mencocokannya dengan saldo kas atau bank atau fisik aset yang ditransaksikan, dan seterusnya.

Untuk pekerjaan quality control yang membutuhkan analisa lebih jauh atas suatu transaksi dan standar-standar akuntansi yang berkaitan untuk pembukuannya harus dilakukan oleh sumberdaya manusia yang disiapkan khusus untuk pekerjaan tersebut. Dan karena jumlah sumberdaya manusia yang terbatas, mereka harus dapat melayani beberapa desa sekaligus yang terdapat dalam suatu regional misalnya di tingkat provinsi atau kabupaten. Dukungan pekerjaan teknis ini pun dapat dilaksanakan sekaligus dengan fungsi pengawasan pengelolaan keuangan desa yang diatur oleh UU No.6/2014 Bab XIV tentang Pembinaan dan Pengawasan, khususnya pada pasal 115 ayat (g), dimana pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah termasuk mengawasi pengelolaan Keuangan Desa pendayagunaan Aset Desa. Dalam profesi akuntan publik, pekerjaan quality control ini mirip dengan pekerjaan jasa akuntansi: kompilasi dan review yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik.

Secara teknis pekerjaan pejabat yang mengawasi proses akuntansi desa tersebut diantaranya adalah:

  1. Memeriksa apakah ada transaksi yang harus di-akrual pada akhir suatu periode
  2. Memeriksa apakah kode akun dan kode mata anggaran yang diinput pada suatu transaksi sudah tepat (sesuai SAP)
  3. Memeriksa apakah ada transaksi rutin yang belum di-input,
  4. Berkomunikasi dengan perangkat desa apabila ada informasi yang perlu ditambahkan dalam laporan keuangan yang akan dilengkapi.
  5. Melengkapi informasi-informasi yang diperlukan dalam laporan keuangan.
  6. Melakukan koreksi-koreksi yang diperlukan.
  7. Dan seterusnya

Berbagai pekerjaan akuntansi lainnya tersebut harus diatur dalam tupoksi pejabat yang bersangkutan.

Pejabat pengawas pencatatan akuntansi (quality control) ini merupakan ujung tombak kualitas laporan keuangan desa yang baik dan yang sesuai dengan PP No.71/2010 tentang SAP selain menjalankan fungsi pengawasan pelaksanaan anggaran atau yang disebut pengawasan pengelolaan keuangan desa.

Otoritas terakhir dan sebagai pihak yang bertanggung-jawab atas laporan keuangan tersebut, tetap berada ditangan Kepala Desa. Setelah laporan keuangan selesai diperiksa, ditambah dan dilakukan koreksi oleh pejabat quality control maka laporan keuangan tersebut harus diotorisasi oleh Kepala Desa, tentunya apabila ada tambahan atau koreksi yang tidak dimengerti dapat dikomunikasikan dengan pejabat quality control yang bertugas menangani desa tersebut.

Pelaksanaan teknis akuntansi ini akan dapat dikoordinasikan dengan bantuan aplikasi yang akan dibangun khusus untuk memfasilitasi pola kerja tersebut seperti yang akan dibahas berikut ini.

Aplikasi Akuntansi

Sebelum kita membahas aplikasi akuntansi di desa, mari kita coba buat perbandingan. Saat ini pengelolaan keuangan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten dan Provinsi adalah menggunakan aplikasi yang dibuat oleh Depkeu/Depdagri, yaitu SIKD/SIPKD, selain itu ada juga daerah yang menggunakan aplikasi yang dibuat oleh BPKP, yaitu SIMDA. Kedua aplikasi tersebut memerlukan investasi yang besar untuk pengadaan perangkat keras dan pelatihan para PNS yang akan menggunakannya. Tentu saja implementasi sistem-sistem yang ada ini untuk 73 ribu desa merupakan pilihan yang cukup berat.

Karena itu kita mencoba untuk melihat pada pilihan lain, yang mana kriteria perangkat yang dibutuhkan sesuai dengan pola kerja yang dibahas pada bagian Sumberdaya Manusia diatas adalah suatu aplikasi yang mulituser, yang mampu beroperasi pada Wide-Area-Network dengan mengandalkan infrastruktur yang sudah tersedia sampai ke pelosok negeri yaitu apalagi kalau bukan jaringan selular. Dan karena terdapat user yang berbeda fungsi pada tingkatan yang berbeda, sebaiknya aplikasi harus dapat diakses dari berbagai interface yang berbeda, yaitu akses dari perangkat selular dan/atau komputer di tingkat user di desa dan akses dengan komputer di tingkat Pemkab/Pemkot. Aplikasi tersebut sebaiknya pada tingkat end user haruslah murah dan mudah digunakan (user friendly) serta mempunyai dukungan teknis & praktis yang memadai.

Teknologi saat ini semakin memungkinkan kegiatan komputasi yang semakin murah dan semakin mudah di akses di berbagai tempat yang terpencil yang mepunyai jaringan selular, yaitu yang kita kenal dengan smartphone atau tablet yang sebagian besar menggunakan sistem operasi Android yang open source. Sesuai amanat undang-undang bahwa Pemerintah harus memberdayakan masyarakat Desa dengan menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pertanian masyarakat Desa (UU 6/2014 tentang Desa pasal 112 ayat 3a) maka sebaiknya pemerintah memanfaatkan teknologi yang lebih modern ini karena beberapa keunggulannya sebagai berikut:

  1. Implementasi yang lebih cepat di sisi user. Hanya perlu membeli perangkat selular-nya, login, lalu instal otomatis aplikasi yang telah dipersiapkan.
  2. Harga perangkat keras yang lebih murah, sehingga memperkecil biaya investasi perangkat yang mahal dan rawan dikorupsi.
  3. Kebutuhan daya yang lebih rendah daripada komputer PC atau komputer jinjing sehingga dapat digunakan pada desa-desa terpencil hanya dengan sumber listrik minimal seperti misalnya listrik dari panel surya atau mesin genset.
  4. Dukungan maintenance dan vendor yang berlimpah, mengingat perangkat selular juga adalah produk retail
  5. Dapat meng-upgrade aplikasi dengan mudah secara serentak untuk ke-73 ribu user.
  6. Dapat diprogram agar user dapat mengakses dari berbagai macam interface (application front-end), baik selular (mobile) dan web browser di komputer (desktop).
  7. Dengan data terpusat secara nasional (back-end) yang diakses melalui internet maka pengamanan dan perawatan data jauh lebih murah dibandingkan bila setiap daerah/desa membangun pusat data-nya sendiri. Pusat data terpusat ini pun lebih efisien dan efektif dan menjamin keseragaman daripada setiap Provinsi atau Kabupaten membuat pusat datanya masing masing.

 

 

Dengan berbagai keunggulan tersebut maka layaklah teknologi ini dijadikan pilihan untuk aplikasi akuntansi di tingkat desa. Sebagai tambahan informasi, pada saat ini, diseputar topik desa sendiri terdapat beberapa aplikasi yang sedang direncanakan untuk dibangun diatas sistem Android, walaupun belum terlihat ditujukan khusus untuk aplikasi akuntansi. Diantaranya adalah usulan aplikasi yang sedang menunggu bantuan hibah dari Ford Foundation, Amerika Serikat berikut ini:

  1. Sistem Tata Kelola Sumber Daya Desa (Yossy Suparyo)
  2. Aplikasi Open Content Data Desa untuk Mendukung Perencanaan Pembangunan Desa yang Partisipatif dan Berkualitas (Ilham Cendekia Srimarga)
  3. Sistem Informasi Pendesaan Berbasis Web (Rahmat Rezeki)
  4. Desa Kita (Atet Sugiharto)
  5. Sistem Informasi Desa Terpadu (Heru Irawan)
  6. Desaku Bersih (Sinam M Sutarno)

Keenam aplikasi ini yang menurut saya sudah mendekati semangat aplikasi yang dibutuhkan untuk sistem keuangan desa walaupun belum secara spesifik menunjang teknis pengelolaan keuangan desa.

Ada juga aplikasi akuntansi berbasis sistem operasi Android untuk tujuan komersial yang mirip dengan kriteria pengelolaan keuangan diatas yang beredar bebas dan gratis, contohnya:

  1. Book Keeper Accounting yang dibuat oleh perusahaan India bernama Just Apps Pvt. Ltd.
  2. Easy Accounting yang dibuat oleh Shreshtha Techno Star Pvt. Ltd.

Bila kita mempertanyakan tentang keamanan dalam penggunaan aplikasi Android ini, sebenarnya kita bisa membandingkan dengan fakta bahwa industri perbankan sendiri yang harus sangat memperhatikan keamanan sudah menggunakan aplikasi-aplikasi Android ini untuk transaksi Cek Saldo, Transfer dalam bank/antar bank, pembayaran tagihan, pembelian pulsa, melihat, rekening koran, dan berbagai fitur lainnya. Beberapa aplikasi jenis ini antara lain adalah BRI Mobile dan Mandiri Mobile.

Dengan melihat berbagai contoh aplikasi diatas saya yakin sebuah aplikasi untuk pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan di desa dapat dibuat. Sehingga kehadiran perangkat keras yang dapat membantu komputasi dan komunikasi data pada 73 ribu desa dapat diselenggarakan dengan lebih cepat dan serentak karena memanfaatkan jaringan perdagangan perangkat selular yang sudah masuk sampai ke seluruh pelosok negeri. Untuk distribusi perangkat lunak-nya dapat diunduh dengan mudah dan cepat melalui layanan google playstore yang pastinya lebih cepat dan lebih fleksibel daripada lewat birokrasi pemerintah. Selain itu dengan fakta bahwa di setiap kecamatan telah terdapat koneksi selular serperti yang telah diklaim oleh Telkomsel, maka konektivitas data dimanapun sudah cukup terjamin.

Sekian usulan sistem yang saya buat dalam tulisan yang terlalu sederhana untuk sistem sebesar ini. Usulan ini hanyalah satu konsep dari belasan konsep sistem informasi akuntansi yang dapat dikembangkan. Dengan catatan, semua sistem buatan manusia pasti memiliki kelemahannya masing-masing. Semoga dapat memperkaya proses penyusunan PP terkait dan pencarian infrastruktur terbaik bagi kemajuan desa-desa kita.

Dan keberhasilan dari apapun sistem yang dipakai nantinya kembali pada manusia yang menjalankan. It's not about the gun that matter, it's about the man behind the gun.

Demikianlah tulisan ini disusun dengan segala keterbatasan pengetahuan saya. Saya mohon maaf dengan sangat apabila terdapat kesalahan dan dengan rendah hati memohon agar para pembaca kiranya sudi untuk memberikan koreksi-nya agar tulisan ini menjadi semakin baik.

Terima kasih.

Catatan tambahan (per tanggal 21-Agustus-2014):

Pemerintah sudah menerbitkan dua Peraturan Pemerintah yaitu PP no.43/2014 tgl. 30-Mei-2014 tentang Desa dan PP no.60/2014 tgl. 21-Jul-2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari APBN. Beberapa bagian dari tulisan ini telah disinggung dalam beberapa pasal di kedua PP tersebut antara lain:

PP 43/2014 = Pasal.48, ps.91-93(1) dan ps.103-104
PP 60/2014 = Pasal.24-28

Namun substansi dari tulisan ini, yaitu sebuah revolusi administrasi sama sekali belum dimungkinkan terjadi di dalam kedua PP tersebut. Karena itu kiranya para pembaca sudi menyalurkan gagasan ini kepada para pembuat kebijakan demi kemajuan desa-desa kita bersama.

Sumber tulisan: solusi-akuntansi.com

Ucapan terima kasih atas inspirasinya kepada: Barry Simorangkir, Novita LS. (Pemprov Sumut), Variana B. (Pemkab Tebing Tinggi), Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dan kawan-kawan penulis sekalian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun