Mohon tunggu...
Jeremy Randolph
Jeremy Randolph Mohon Tunggu... Buruh - opini-opini

aku ingin tinggal di Meikarta

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Belum Bebas, Sudah Berekspresi: Refleksi Menggunakan Instagram

2 Februari 2017   13:46 Diperbarui: 8 Juli 2020   17:39 1889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sampai di situ, aku lalu memutuskan untuk menghapus semua fotoku karena memang nggak ada gunanya dan justru membuatku makin nggak bebas. 

Beberapa waktu ini, aku juga melihat sesuatu yang ganjil di sebuah berita tentang seorang Selebgram seksi. Di situ tertulis kalau dulu dia sempet sedih karena dilarang sama suaminya untuk main instagram karena banyak dampak negatifnya. Terus sama suaminya dikasih lagi karena dia jadi murung banget. 

Aku kemudian berasumsi kalau ada aspek yang bisa jadi kata kunci dari aplikasi ini. Yaitu, Self Esteem yang dibahas oleh Abraham Maslow. Singkatnya, Kepercayaan diri ini merupakan salah satu kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi untuk mencapai pemenuhan diri. Kepercayaan diri ini bisa didapat dari status sosial, kelebihan, pengakuan, dan sebagainya. Alih-alih memenuhi potensi diri, kadang media sosial menawarkan jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Lewat like dan komennya. 

Meskipun nggak tahu pasti kasus itu, cuman aku jadi ngerasa kalau aku harus pakai instagram dengan kesadaran penuh kalau itu bukan identitasku. Sampai-sampai menggantungkan banyak hal ke aplikasi dan orang lain. 

Pesan untuk diriku untuk diriku di jaman SMA. 

semua orang bisa jadi superstar untuk diri mereka sendiri

Penggunaan instagram dan media sosial lainnya tentu punya andil dalam membangun cara berpikir. Semua orang bisa menjadi superstar mereka sendiri sebelum akhirnya merasa orang lain lah superstar itu dari instagram. Dari hal-hal sederhana yang ada di fitur instagram, aku jadi punya kebiasaan-kebiasaan buruk buat membandingkan aku dengan orang lain, atau orang lain dengan orang lain. Dan mungkin orang lain juga jadi mikir hal yang sama, sehingga, tumbuhlah kita di lingkungan yang sangat comparative namun tidak competitive. 

Mengkonsumsi instagram juga jangan sampai dikonsumsi instagram. Perlu kesadaran penuh untuk main instagram, yaitu 'bermain'. Kalau sampai udah nggak nemu 'main'nya di mana, ya bisa cari kegunaan yang lain. Kerjalah, bisnislah, relasilah, personal brandinglah, apalah. 

Soalnya banyak banget emosi negatif yang bisa muncul (kecewa, sedih, down, nggak percaya diri, dan banyak lagi) dari main instagram. Sesederhana liat instastory orang lain yang udah berhasil atau keren aja malah bisa bikin kita nggak pede kan? Dari situ, pola pikir kita kedepannya bakalan jadi jelek kalau nggak buru-buru diubah. 

Meski memang kebebasan berekspresi itu hak segala bangsa, tapi, harus bebas dulu sebelum berekspresi. Melihat kebebasan berekspresi orang juga susah lho kadang-kadang. Makanya banyak yang komen ini dan itu sembarangan. 

Membangun Self Esteem harus berpegangan pada diri sendiri, agar tidak menggantungkan nasib sama orang lain melulu. Apalagi orang yang bahkan nggak kita kenal. Kalau bisa lewatin itu, baru deh, kita bisa fokus untuk mengejar potensi diri kita masing-masing di luar hiruk-pikuk pembuktian diri ini. 

Satu lagi, itu handphone jangan dimasukin kantong jaket, gampang jatoh di angkot, goblok. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun