Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sean Buranahiran, Kekuatan Media Sosial dan Ziarah Hati

6 April 2018   15:52 Diperbarui: 7 April 2018   15:47 6683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si Gembala alias Sang Peziarah dalam novel The Alchemist sebagaimana diilustrasikan. Novel ini mengajarkan keteguhan hati untuk mewujudkan takdir dan meraih harta karun kita masing-masing. Sumber: http://jeffpalmstudio.com/alchemist/

Sean Buranahiran berbicara tentang perlunya memberi makan kepada jiwa, pentingnya menjaga kesehatan jiwa, dan karena itu, jangan hanya mengejar hal-hal yang sifatnya eksternal dan periferi. Keunggulan Sean Buranahiran adalah bahwa ajaran-ajarannya itu disampaikan dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Thailand yang lugas dan sederhana sehingga mudah diingat. Di atas semuanya itu, saya kira juga karena itu disampaikan oleh seorang anak yang masih muda, segar, dan terkesan tidak menggurui.

Di situlah menurut saya kekuatan inspiratif dari Sean Buranahiran, selain tentu saja tema-tema yang disampaikannya memang sedang dibutuhkan oleh masyarakat sekarang. Channel Youtube Sean Buranahiran sendiri sudah diikuti oleh hampir dua ratus ribu orang, sementara hampir setiap video dari total 141 video yang telah diproduksi biasanya disukai dan dibagikan kembali jutaan kali.

Fenomena Sean Buranahiran, bagi saya, adalah sebuah paradoks modernitas. Sangat mungkin apa yang dikatakan Sean dipengaruhi oleh kultur dan cara berefleksi orang Thailand yang Buddhis itu. Tetapi mengapa ajaran-ajarannya mendunia dan melampaui kultur dan agama? Menurut saya, itu karena masyarakat kita sekarang mengalami semacam kekosongan jiwa. 

Dan itulah paradoksnya. Media sosial dan kecepatan informasi membuat kita terhubung satu sama lain. Kita menggenggam seluruh realitas lewat gawai kita. Kita juga giat bekerja dan tekun merealisasikan kehidupan ekonomi. Kita ingin mewujudkan seluruh hal yang dicita-citakan dalam hidup, dan semuanya itu dapat kita raih karena segala kondisi dan kesempatan memang tersedia di hadapan kita. Tetapi justru di tengah usaha dan keberhasilan hidup itu, kita sering lupa memberi ruang bagi pemeliharaan jiwa kita. 

Kita menjadi orang yang terlalu sibuk sampai lupa kalau kita perlu jeda. Kita mengabaikan pentingnya ruang kosong, pentingnya momen untuk mengambil jarak dan berefleksi. Kita butuh momen kontemplasi, saat kita melihat kembali seluruh perjalanan hidup kita. Dalam momen reflektif dan pengambilan jarak semacam itulah kita akan mampu menyadari berbagai kejutan yang telah terjadi dalam hidup ini sambil terus membuka diri kepada kejutan-kejutan selanjutnya.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun