Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mana Lebih Penting, Mengajukan Pertanyaan yang Lebih Banyak atau yang Lebih Benar?

14 Maret 2018   17:04 Diperbarui: 15 Maret 2018   14:28 1784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adalah tugas kita semua (termasuk orangtua) untuk mendorong dan membiasakan anak-anak bertanya. Sumber: https://www.edunews.id/edunews/pendidikan/orangtua-faktor-penentu-pilih-sekolah-anak/

Tugas kita semua
Jadi apa yang harus kita lakukan? Kita semua (para orang tua, para guru dan sebagainya) bertanggung jawab mendorong anak-anak supaya rajin mengajukan pertanyaan. Dan untuk itu, situasi sekolah, rumah dan masyarakat harus diubah. Para guru dan dosen memang harus mencapai ketuntasan mengajar dan ketuntasan belajar, dan itu harus tercermin dalam assessment. Tetapi janganlah ini dijadikan sebagai patokan yang sungguh membelenggu.

Adalah tugas kita semua (termasuk orangtua) untuk mendorong dan membiasakan anak-anak bertanya. Sumber: https://www.edunews.id/edunews/pendidikan/orangtua-faktor-penentu-pilih-sekolah-anak/
Adalah tugas kita semua (termasuk orangtua) untuk mendorong dan membiasakan anak-anak bertanya. Sumber: https://www.edunews.id/edunews/pendidikan/orangtua-faktor-penentu-pilih-sekolah-anak/
Sebagai orang tua, kita pun dituntut untuk tidak hanya memberi kesempatan kepada anak-anak kita mengajukan pertanyaan. Kita juga sebaiknya merangsang atau menciptakan suasana yang menantang dan yang bisa memicu pertanyaan. Demikian juga halnya dengan para guru dan para dosen di sekolah. Saya teringat suatu saat, di kelas logika, saya menayangkan sebuah gambar karikatur.

Di dalamnya ada seorang ayah yang sedang menggenggam koran di tangannya. Di koran itu ada berita (tampak dari judul-judul berita) tentang korupsi, pelanggaran lalulintas, perselingkuhan, dan sebagainya. Di situ juga tampak sang ibu. Sambil menunjuk ke anak mereka (yang tampaknya baru saja melakukan suatu kesalahan), sang ayah bertanya, "Dari mana kamu belajar melakukan kesalahan semacam itu?"

Namanya juga karikatur bagus, pembaca koranlah yang harus berpikir dan memberi jawaban terhadap pertanyaan ini. Ketika saya tanyakan ke mahasiswa (jumlah mahasiswa di kelas 64 orang), apa kemungkinan jawaban anak itu? Hanya beberapa saja yang mau menjawab, itu pun keliru. Satu mahasiswi menjawab bahwa anak itu sebenarnya belajar dari lingkungan (masyarakat). Saya tanya, dari mana kamu tahu itu, mahasiswi itu menjawab begini, "Korannya saja isinya begitu. Bagaimana mungkin anak-anak tidak terpengaruh?"

Itu yang saya maksudkan dengan dorongan atau rangsangan yang kita berikan agar anak-anak bisa mengajukan pertanyaan. Kembali ke posisi saya di atas: mengajukan pertanyaan secara tepat dan benar hanya bisa dilakukan jika anak-anak sudah banyak yang bertanya. Bahwa mereka mengajukan pertanyaan yang salah, aneh, tidak masuk akal, dan sebagainya. Lebih baik mereka bertanya daripada diam saja di kelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun