Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Liberalisasi Euthanasia Sedang Mengancam Kita

1 Maret 2018   16:00 Diperbarui: 4 Maret 2018   22:48 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Euthanasia dapat dilakukan menggunakan suntikan mematikan (lethal injection). Sumber: http://tvnoviny.sk/zahranicne/1806988_v-kalifornii-povolili-eutanaziu

Mengapa ini dianggap Dr. Lee sebagai berbahaya? Menurut Dr. Lee, asosiasi dokter internasional seharusnya mengutuk praktik euthanasi atas alasan apapun. Karena "dengan tidak mengutuk dokter yang melakukan eutanasia di tempat yang sah, WMA mengatakan bahwa euthanasia dapat menjadi etis jika legal."

Dokter Lee juga melihat bahwa kasus Kanada dan Belanda yang mempraktikkan euthanasia secara paling liberal seperti sekarang, sikap diam dan tidak mengutuk praktik euthanasia sebagai sikap resmi WMA hanya akan menjadi preseden bagi sikap permisif di negara-negara lain.

Sikap Moral yang Baik

Apa yang diperjuangkan Dr. Lee dan semua kelompok anti aborsi dan anti euthanasia adalah benar. Mereka memperjuangkan sikap moral yang "keras" dalam menjalankan profesi kedokteran di mana kehidupan menjadi taruhannya. Dalam arti itu, hanya moralitas yang keras dan rigid saja yang tidak memberi ruang sekecilpun bagi praktik-praktik kedokteran yang membahayakan kehidupan.

Jika sikap ini melunak, maka standar moralitas tertinggi dan termulia yang dijunjung tinggi para dokter akan runtuh pula. Padahal dokter adalah penjaga dan pemelihara kehidupan.

Jadi, apa sikap moral yang harus diambil WMA sebagai asosiasi profesi kedokteran internasional? Pertama-tama, pasti tidak mungkin mengakomodasi berbagai kubu pro dan kontra dalam hal euthanasia (dan aborsi). Karena itu, langkah yang paling bijaksana adalah (1) tetap mempertahankan pasal mengenai "mempertahankan kehidupan" sebagai cita-cita moral tertinggi.

Namanya cita-cita, ada dokter yang mencapai cita-cita, ada yang tidak. (2) Tetap memberikan peringatan, pengarahan, atau mungkin kecaman kepada dokter yang mempraktikkan aborsi dan euthanasia, juga di negara yang melegalkan kedua hal ini. (3) tetap mempertahankan dan mengakui hak dokter untuk menolak mempraktikkan aborsi dan euthanasia atas nama suara hati dan keyakinan moral individu.

Hal yang masih harus didiskusikan adalah apakah dokter yang menolak itu masih harus diminta melakukan rujukan ke rekan sejawat? Soal ini, menurut saya, jika dijadikan sebagai kewajiban, justru akan merongrong dan merugikan kesadaran dan keyakinan moral si dokter itu sendiri.

Karena itu, biarkan doker yang memutuskan apakah akan membuat rujukan atau tidak. Jika dia membuat rujukan, mestinya keselamatan pasien menjadi pertimbangan utama. Tetapi jika dia tidak merujuk, si dokter tidak boleh dipersalahkan, apalagi dihukum dan dikriminalisasi.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun