Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemikiran Filosofis Diogenes dan Kita

21 November 2017   12:51 Diperbarui: 21 November 2017   13:01 2693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah tulisan saya mengenai filsafat dan Rina Nose yang tayang di Kompasiana.com menjadi viral dan dibaca/dilihat lebih dari 30 ribu kali, beberapa teman berkomentar santai: "Kamu sedang memainkan peran sebagai seorang filsuf populer. Kamu seperti Diogenes". Dan karena saya mengatakan bahwa Rina Nose menghayati hidupnya dalam semangat Socrates, ada juga seorang pembaca dan pemberi komentar yang bertanya tentang siapakah Socrates itu. Tentang Socrates, sudah terlalu banyak informasi mengenai dia, bahkan beberapa buku dalam Bahasa Indonesia sudah membicarakan filsuf yang satu ini (saya merekomendasikan buku karya Ioanes Rakhmat berjudul Sokrates dalam Tetralogi: Sebuah Pengantar dan Terjemahan Teksdan buku Matinya Socrateskarangan Plato. Kedua buku itu dapat dibeli online dari berbagai toko buku daring yang ada di Indonesia).

Saya justru tertarik dengan Diogenes dari Sinope dan memaksa diri untuk menulis sosok dan pemikiran filsuf yang satu ini. Apa yang Anda baca di bawah ini adalah upaya awal untuk memperkenalkan Diogenes dan menunjukkan relevansi pemikiran dan gaya hidupnya bagi kehidupan kita zaman ini.

Sosok Setengah Misterius

Tidak banyak yang mengetahui pemikiran dan gagasan yang diwariskan filsuf yang satu ini kecuali beberapa fragmen dan legenda-legenda di seputar gaya hidupnya yang nyentrik.

Nama lengkapnya adalah Diogenes dari Sinope. Sebagai gambaran, Sinope adalah sebuah kota pelabuhan di wilayah paling utara dari Turki, menghadap ke Laut Hitam. Sampai dengan abad ke-7 SM, wilayah ini sebetulnya berada di bawah koloni Yunani. Itulah sebabnya mengapa Diogenes adalah seorang berkebangsaan Yunani, meskipun berasal dari wilayah Turki. Meskipun tidak dapat dipastikan kebenarannya seratus persen, Diogenes hidup pada tahun 400-323 SM. Athena pada waktu itu adalah sebuah kota metropolitan yang menjadi daya tarik bagi banyak pemuda Yunani dan daerah-daerah koloni untuk mendatangi dan tinggal di sana. Begitu pula dengan Diogenes.

Diogenes dari Sinope dikenal sebagai seorang filsuf sinis. Ia digambarkan sebagai sosok yang selalu memegang sebuah obor yang sedang bernyala di siang hari, berjalan mengitari kota, menyusuri pasar dan keluar masuk gang dan rumah penduduk untuk mencari orang jujur. Gambaran ini bermakna sangat simbolis dan menegaskan inti dari aliran sinisme itu sendiri. Jika bukan karena sinisme, mengapakah orang harus menyalakan obor di siang hari? Bukankah itu berarti betapa sulitnya menemukan orang jujur dari antara kerumunan warga? Mungkin itu juga yang menjadi alasan mengapa Plato (konon) menyebut dia sebagai "Socrates yang sedang menjadi gila" (Socrates gone mad). Disebut mewarisi gaya berfilsafat Socrates, karena suka mempertanyakan dan menyoal hal-hal yang sudah dianggap lumrah dan lazim bagi kebanyakan orang. Dan disebut "gila" (mad) dalam arti mempraktikkan filsafat secara tidak lazim.

Sikap "sinis" yang menjadi penanda praktik filsafat Diogenes diasalkan pada sinisme, sebuah aliran/sekolah filsafat dari Yunani Kuno yang mengklaim diri sebagai pewaris filsafat Socrates. Umumnya aliran ini dicap sebagai anti teori karena lebih memperhatikan dan mementingkan praktik. Bagi mereka, filsafat pertama-tama bukan pemikiran teoretis, debat argumentasi atau bahkan pemikiran-pemikiran yang menyesatkan sebagaimana biasa dikembangkan kaum Sofis. Filsafat pertama dan terutama adalah etika, yakni tentang cara hidup etis sedemikian rupa untuk mencapai kehidupan yang bermakna. Para pengikut sinisme mempraktikkan askesis, yakni sebuah olah diri dan olah batin untuk hidup menurut keutamaan-keutamaan (virtues) tertentu.

Tidak ada banyak informasi yang dapat diketahui mengenai kehidupan awal Diogenes kecuali informasi bahwa ayahnya, yakni Hicesias, adalah seorang banker. Tampaknya sejak awal Diogenes juga tercatat sebagai seorang pebisnis di bidang perbankan, sama seperti ayahnya. Konon suatu waktu Diogenes dan ayahnya terlibat dalam sebuah skandal, yakni pemalsuan mata uang. Skandal ini yang membuat Diogenes kemudian diasingkan dari kota kelahirannya, kehilangan kewarganegaraan, dan juga seluruh harta kekayaannya. Sebagai catatan, selama abad keempat meman ada banyak sekali mata uang yang beredar di Sinope. Ini yang menyebabkan orang memalsukan mata uang atau memudarkan mata uang supaya bisa menjadi alat pembayaran yang legal, apakah mata uang tersebut adalah mata uang yang pro Persia atau yang pro Yunani. Maklumlah, wilayah Sinope memang diperebutkan baik oleh Persia maupun oleh Yunani.

Setelah pengasingan dan pengusiran ini, Diogenes kemudian pindah dan menetap di Athena. Di kota metropolitan inilah Diogenes menghadapi ribuan orang dengan pemikiran dan gaya hidup yang berbeda. Dia lalu menjadi sinis dan sangat kritis terhadap kebudayaan dan gaya hidup orang-orang kota. Diogenes kemudian mendasarkan cara hidupnya pada ajaran Heracles. Dia percaya bahwa keutamaan dan kehidupan yang berkeutamaan bukanlah masalah teori atau konsep tetapi masalah praktik.

Di Athena pula Diogenes memulai gaya hidup yang sangat berbeda. Dia menjalani hidup dengan penuh disiplin, baik dalam hal makanan maupun pakaian. Konon dia dikenal luas sebagai seorang filsuf yang makan dan tidur di mana saja yang dia kehendaki. Dia juga menjadi keras terhadap dirinya sendiri melawan kecenderungan-kecenderungan alamiah. Dia juga hidup dalam keutamaan kemiskinan. Dia menggantungkan hidupnya pada kebaikan hati dan belas-kasihan orang lain. Setiap hari dia meminta-minta (menjadi pengemis) supaya bisa makan dan hidup. Tidak jarang dia juga tidur di pasar, terutama dalam bejana-bejana keramik yang ada di sana.

Tiga Hal Dapat Dipelajari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun